webnovel

Kedatangan Leon

"Apa itu?!" Clarissa menunjuk pada gerbang aneh yang cukup besar di tengah-tengah medan pertempuran. Aku juga melirik ke arah medan pertarungan. Tak salah lagi ular besar itu Zwein dan dia sedang bertarung melawan Tuan Tikus Hitam. Medan pertempuran benar-benar kacau, bahkan dari kejauhan aku bisa melihat dampak pertarungan antara Tikus Hitam melawan Zwein yang dibantu oleh Ritsu.

Namun bukan pertarungan mereka yang menjadi fokusku kali ini.

"Gerbang apa itu?" Tak pernah sekalipun aku melihat gerbang tersebut. Aura hitam gelap yang dipancarkannya membuat hatiku merasa gelisah meskipun aku berada jauh dari gerbang tersebut. Aku mengedarkan pandanganku dan melihat beberapa mayat tiba-tiba bertransformasi menjadi seekor monster dengan pengaruh gerbang itu.

Kebanyakan dari mereka menjadi monster yang sesuai dengan jenis mereka sendiri. Setengah binatang jenis harimau berubah menjadi monster harimau dengan mata pucat. Monster-monster tersebut menyeret orang-orang yang masih hidup ke dalam gerbang dengan paksa.

"Leon, apa yang kita harus lakukan?" tanya Han padaku. Kondisi medan perang sangat kacau. Kevin dan Vincent, adik dari Clarissa, kemungkinan besar masih terjebak dalam medan pertempuran. Aku harap Kale sudah mengamankan setidaknya salah satu dari mereka.

"Kalian bertiga tunggu disini, aku akan kesana sendirian," ujarku pada Han, Quint dan Clarissa.

"Ngomong-ngomong, Han, Quint, tolong jaga Clarissa dengan baik."

Han dan Quint mengangguk, sementara itu Clarissa juga menerima keputusanku dengan tenang. Setelah memastikan keselamatan Clarissa ditangan Han dan Quint aku segera melesat ke arah medan perang. Aku tidak menahan diri sedikitpun. Aku mengeluarkan semua kekuatanku. Aku adalah Exor tingkat pembawa pesan level awal. Kekuatanku cukup untuk mengimbangi Zwein dan pilar lainnya.

Namun, prioritasku sekarang bukanlah untuk bertarung melawan Zwein ataupun Tuan Tikus Hitam. Melainkan mencari Kevin dan Kale. Indraku meningkat tajam. Aku memfokuskan penciuman dan pendengaranku. Aku mulai mengidentifikasi medan perang dengan cermat. Tak lama kemudian aku akhirnya bisa menemukan mereka berdua.

Aku berbelok dan segera berlari ke arah mereka. Aku bisa melihat Kale dan Kevin yang dikelillingi oleh monster-monster yang dibangkitkan berkat gerbang besar itu. Setelah jarak kami semakin dekat, aku memfokuskan kekuatanku pada kedua tanganku lalu aku menyingkirkan para monster yang menghalangiku. Salah satu monster berniat untuk menjatuhkanku, aku kemudian melompat dan menendang perut monster tersebut.

"Kalian tidak apa-apa?"

"Leon? Akhirnya kau datang, kupikir nasibku akan berakhir disini." Kale nampak lega setelah melihat kedatanganku.

Sementara itu Kevin … Apa auraku menakutinya? Aku mencoba menekan aura ganas yang meletup keluar dari tubuhku. Kevin mulai tenang, dia bertanya, "Apa Clarissa baik-baik saja, apa kalian sudah menemukan adik Clarissa?'

"Adik Clarissa berada di dalam benteng tersebut, aku berniat untuk pergi ke dalam sana, aku sudah melumpuhkan monster disekitar sini, sebaiknya kalian segera menjauh dari medan perang."

"Baiklah kalau begitu, berhati-hatilah jangan sampai terlibat dengan pertempuran Tuan Tikus Hitam melawan Zwein dan Ritsu." Kale mengingatkanku. Aku mengangguk pelan, tidak ada banyak waktu lagi aku segera berlari menuju benteng sementara Kale menarik Kevin menjauh dari medan perang. Aku mencoba menekan auraku saat aku semakin dekat dengan medan tempur Tuan Tikus Hitam melawan Zwein.

Pertarungan mereka begitu sengit, dengan bantuan Ritsu Zwein berhasil unggul. Dalam mode ular raksasa, Zwein melilit tengkorak hitam raksasa yang melindungi Tuan Tikus Hitam, namun gerbang hitam itu nampaknya memberikan dukungan pada Tuan Tikus Hitam sehingga dia masih bisa memberikan perlawanan yang cukup hebat.

Aku mengalihkan kembali perhatianku. Benteng tersebut kini sudah kacau dengan berbagai monster mengelilinginya. Aku dengan mudah menerobos mengabaikan para monster disekeliling benteng. Kemudian, aku memukul pintu benteng dengan keras sehingga pintu itu hancur berkeping-keping. Aku lalu mengambil langkah pelan memasuki benteng tersebut. Seharusnya para pengikut Tuan Tikus Hitam yang tersisa ada disini namun aku tidak melihat siapapun.

Aku lanjut berjalan memasuki benteng tersebut. Setelah berjalan di lorong yang panjang aku sampai di aula utama. Aku melihat aula ini sudah kacau, ada dua monster yang tengah mencari-cari mangsa yang hidup. Mereka segera teralihkan ketika aku datang. Tanpa ragu, kedua monster itu menyerang diriku. Aku menggeserkan tubuhku pelan lalu menggunakan tanganku untuk memukul keras dada sang monster.

Aku kemudian melangkah ke depan dan menendang satu monster yang tersisa. Aku lantas melompat ke atas monster tersebut. Lalu aku mematahkan lehernya sehingga monster itu mati. Sesaat setelah aku membunuh monster yang kedua, aku mendengar teriakan dari sebuah ruangan.

"Apakah itu dia?" Aku segera berlari menuju sumber suara. Teriakan tersebut datang dari ruang bawah tanah. Aku menyusuri tangga yang gelap menuju ke bawah. Setelah beberapa saat akhirnya aku sampai di tempat teriakan tersebut terdengar.

Aku melihat seorang anak laki-laki berusia sekitar 7 tahunan di kurung dalam penjara. Di depan penjara tersebut, ada sebuah monster beruang dengan aura hitam pekat yang mengelilinginya. Monster tersebut sedang berusaha membengkokkan jeruji besi, ia berniat masuk ke dalam penjara.

Aku segera melesat ke arah monster itu dan memukulnya dengan keras. Monster beruang tersebut terpental hingga mengenai tembok. Tak habis sampai disitu, aku segera mengangkat kakiku dan menghantam dada monster beruang itu hingga dia hancur. Setelah itu, aku melirik pada anak manusia di dalam kurungan.

Dia terlihat menatapku ketakutan, aku mencoba untuk tersenyum dan memasang ekspresi ramah.

"Aahh! Tolong jangan makan aku!"

Sepertinya aku semakin menakutinya. Aku menghela nafas pendek lalu berkata, "Apa kau Vincent? Tenanglah nak, aku disini bukan untuk memakanmu, malahan aku disini untuk menyelamatkanmu."

Vincent masih menatapku dengan takut, tetapi setelah mendengar ucapanku, Ia mulai memberanikan dirinya untuk bertanya padaku, "Benarkah?"

Aku mengangguk kecil, "Kakakmu Clarissa nekat untuk menyelamatkanmu, aku disini membantunya."

Setelah mendengar nama Clarissa akhirnya dia percaya padaku. Ia bangun dan mendekatiku. Aku mematahkan jeruji besi untuk memberikan jalan padanya. Aku tersenyum lega melihat Vincent akhirnya mempercayaiku, lalu aku berjongkok sambil memunggungi Vincent.

"Naiklah ke punggungku."

"Tutup matamu," ucapku setelah Vincent naik ke punggungku dan memegang erat leherku. Situasi diluar terlalu kacau, aku khawatir gambaran perang akan memberikan dampak negatif padanya sehingga aku memutuskan untuk membiarkan Vincent menutup matanya.

Setelah itu, aku segera berlari menuju luar benteng. Tak ada monster yang menghalangiku untuk keluar dari benteng sehingga perjalananku cukup mulus. Aku kemudian melangkahkan kakiku ke luar benteng. Namun, pada saat itu juga instingku menyuruhku untuk menghindar. Aku secara reflek melompat ke sebelah kanan. Sesuatu melaju dengan cepat melewati tempatku berada sebelumnya dan menghantam tembok benteng dengan kuat sehingga merobohkan setidaknya setengah dari benteng tersebut.

"Ritsu?"