webnovel

Ex-Bangsat Boys

Ini kelanjutan kisah cinta mantan leader Bangsat Boys. Kisah cinta si Bos dan Bu Bos ternyata tak semulus yang diharapkan, cinta mereka karam ditengah jalan. Sekarang si Bos bukan anak berandal seperti beberapa tahun lalu, ia telah menjadi mahasiswa jurusan bisnis manajemen merangkap owner kedai Boba. Bu Bos juga sudah bukan remaja polos lagi, kini ia telah menjadi selebgram hits yang kondang dimana-mana. Lama berpisah, keduanya kembali dipertemukan dalam keadaan yang berbeda. Kali ini apakah hubungan mereka akan berhasil? Atau kembali karam? Benarkah cinta hanya butuh waktu?

nyenyee_ · セレブリティ
レビュー数が足りません
40 Chs

The Real Konflik

Unaya mengeratkan pelukannya, gadis itu tanpa henti mengulas senyum. Tak bosan menatap sosok tampan Jeka yang tidur disampingnya dengan mulut sedikit terbuka. Semalam itu mereka sempat cuddling, tapi tidak lebih dari itu kok. Jeka benar-benar menepati janjinya untuk tidak bertindak lebih. Jujur Unaya kagum dengan sikap Jeka, padahal ia sudah memberi celah. Kadang Unaya berfikir apakah pemuda itu tidak nafsu melihat tubuhnya? Unaya manyun sembari menatap tubuhnya sendiri.

Ia memang tidak punya semangka besar, tapi menurutnya ukuran dadanya pas kok. Apa Jeka suka gadis yang berdada besar ya? Ia memiliki tubuh berisi dan sehat. Hmmmm.... Apa Jeka suka gadis langsing yang kayak bihun ya? Eh tapi kan waktu itu Jeka bilang lebih suka bakso daripada bihun.

"Mikirin apa sih sampai dahinya mengkerut?". Kata Jeka dengan suara serak sembari menyentil dahi Unaya. Jeka sudah bangun sejak Unaya meraba-raba dadanya sendiri. Sengaja diam karena penasaran dengan apa yang sedang dilakukan gadis itu. Lama memperhatikan, Jeka jadi gemas. Unaya mikir keras banget sampai dahinya mengerut.

"Eh kamu udah bangun?". Unaya mendongak. Gadis itu mengecup bibir Jeka sekilas, duh manisnya dikasih morning kiss.

"Aku seperti melihat...". Kata Jeka tidak jelas sambil sok mikir.

"Melihat apa?". Tanya Unaya penasaran.

"Melihat kehidupan kita dimasa depan. Bangun tidur langsung lihat kamu ada disamping, habis itu dikasih morning kiss. Duh bahagianya, apalagi kalau ditambah ada yang nyempil ditengah-tengah". Sahut Jeka mulai halu. Membayangkan jikalau kelak bisa seranjang dengan Unaya dan anak mereka. Gak apa-apa bermimpi dulu, toh semua berawal dari mimpi. Siapa tahu jadi kenyataan. Hehe.

"Aamiin, semoga Tuhan mengabulkan". Kata Unaya. Kemudian sempat hening, Jeka dan Unaya sama-sama diam. Entah sedang mengumpulkan nyawa atau sedang menikmati momen ala pengantin baru ini. Jeka menepuk-nepuk pantat Unaya bak bayi sementara Unaya asyik mendusel di dada Jeka.

"Kamu belum jawab. Tadi mikirin apaan? Pagi-pagi udah sibuk aja otaknya".  Tanya Jeka memecah keheningan. Unaya mendongak kemudian menatap Jeka lurus-lurus.

"Kamu tuh enggak nafsu ya sama aku?". Jeka sontak membelalak. Sekarang kalau lagi berduaan gini Unaya selalu menanyakan hal yang berbau seksual padanya. Bukan risih atau apa, hanya saja Jeka lelah menjelaskan berulang kali kalau ia begitu mencintai Unaya hingga tidak mau merusaknya.

"Atas dasar apa kamu ngomong begitu?". Tanya Jeka balik. Tangan pemuda itu terulur untuk merapikan rambut Unaya yang menutupi wajah.

"Biasanya cowok kalau dikasih celah pasti kebablasan. Tapi kamu?".

"Jangan samain aku kek cowok lain dong. Cowok yang begitu berarti cintanya karena nafsu, kalau aku kan enggak". Sahut Jeka serius. Kata siapa gak nafsu sama Unaya? Jeka itu laki-laki, diciptakan dengan nafsu yang menjadi cobaan terbesar. Sekali ia mengikuti hawa nafsunya, label bejat sudah pasti ia terima. Kalau udah gak tahan mending langsung nikah aja, tapikan nikah juga gak melulu soal enak-enak aja. Makannya sebelum menikah nanti Jeka akan memastikan jika ia dan Unaya sudah siap lahir batin untuk membina keluarga. Kalau perlu ikut kelas pra-nikah sekalian.

"Aku begini juga kamu gak akan ngelirik". Unaya menurunkan tali bajunya hingga membuat Jeka terkekeh.

"Kamu ngapain?". Dengan sabar Jeka menaikan kembali tali baju Unaya.

"Yakin gak mau?". Goda Unaya yang lagi-lagi menurunkan tali bajunya. Karena gemas, Jeka pun menunduk kemudian memberikan sedikit gigitan dibahu Unaya hingga meninggalkan bekas.

"Masih mau bilang kalau aku gak nafsu sama kamu?". Unaya menggeleng. Sumpah tadi tuh rasanya kayak mau nge-fly. Berasa darahnya surut, perutnya bergejolak diterbangi ribuan kupu-kupu.

"Jangan ngomong kayak gitu lagi. Kamu gak boleh berspekulasi sendiri. Aku yang bisa ngerasain nafsu atau enggak nya". Jeka mengusap-usap rambut Unaya. Pemuda itu menyingkap selimut kemudian menatap bagian bawahnya.

"Gak usah kaget ya besok kalau udah nikah lihat punyaku ikut bangun tiap pagi". Canda Jeka sambil cengengesan. Pemuda itu berjalan kearah kamar mandi tanpa menghiraukan wajah Unaya yang sudah memerah karena malu.

Setelah Jeka menutup pintu kamar mandi, Unaya heboh sendiri. Gadis itu menutupi wajahnya dengan selimut kemudian menatap pundaknya yang tadi diberi tanda oleh Jeka.

"OMG! Ini hickey kedua yang dikasih sama Jeka. Harus diabadikan!". Unaya langsung mengambil ponsel dan memotret hickey yang menurutnya penting itu. Gadis itu mau berteriak tapi malu, mau loncat-loncat apalagi. Ini baru dikasih hickey tapi Unaya sudah berdebar bukan main. Gimana kalau malam pertama?

***

Ting... Nong...

Suryo membuka pintu, ia menatap ke sekeliling namun tidak mendapati siapapun. Kepalanya menunduk hingga sebuah amplop coklat tertangkap oleh matanya. Ia sudah pulang dari Seoul dan membeli rumah sederhana disebuah pedesaan. Sengaja menghindar dari hingar bingar perkotaan. Selain untuk menenangkan diri, ia memang tengah bersembunyi dari Guan. Namun siapa sangka, meski ia sembunyi diujung dunia pun Guan bahkan mampu mengirimkan surat gugatan padanya.

"Benar seperti dugaanku, hari buruk akan terjadi". Suryo memegang surat gugatan itu dengan tangan gemetar. Jadwal persidangan digelar tiga hari lagi. Ia sudah pasti kalah, menyewa pengacarapun percuma. Memang semua salahnya dan ia pantas dihukum atas perbuatannya.

"Hadapi dengan lapang dada. Kamu memang harus bertanggungjawab atas perbuatanmu, Mas". Suara lembut yang amat Suryo rindukan membuatnya mendongak. Tak pernah Suryo duga, saat badai besar menimpanya, sosok Irene datang tanpa ia minta. Wanita itu berdiri dengan cantiknya seakan mengulurkan tangan, memberikan kekuatan.

"Irene?". Suryo terisak. Jujur ia hampir limbung karena shock dengan kenyataan ini. Vonis penjara sudah didepan mata. Mau laripun tidak akan bisa, mau sembunyi dimana lagi? Orang jahat tidak akan punya tempat untuk bersembunyi. Berkat hadirnya Irene, ia seakan punya harapan dan kekuatan.  Wanita itu seperti meyakinkannya untuk berharap meski pada kemungkinan sekecil apapun.

"Aku datang bukan mau kembali. Tapi untuk mendampingi kamu di saat-saat terakhir. Seenggaknya ijinkan aku untuk berpamitan dengan cara yang baik". Ucap Irene dengan senyum getir. Suryo mengangguk, lelaki itu terlihat jauh lebih tegar. Ia sudah pernah ditinggalkan orang terkasih, sudah hafal rasanya. Fase sedihnya mungkin akan lama, tapi ia yakin bisa bangkit. Dan ia yakin akan baik-baik saja nantinya, toh ia bukan remaja lagi.

"Terimakasih sudah mau mampir di hidupku. Terimakasih juga sudah mau mendampingi ku disaat-saat terakhir. Tapi aku mohon jangan ceritakan hal ini pada anak-anak. Mereka tidak perlu tahu. Aku pantas mendapatkan ini, aku pantas dihukum atas perbuatanku". Irene terisak. Wanita itu memeluk Suryo yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya. Andai saja Suryo terbuka padanya dan mengijinkannya untuk mengambil keputusan di hidup lelaki itu, semua ini pasti tidak akan terjadi. Namun yang bisa manusia lakukan hanyalah berandai-andai. Bahkan setiap detik ada saja hal yang disesali, untuk itulah perfikir panjang itu perlu. Irene juga tidak bisa berbuat banyak, hukuman untuk Suryo ini semoga bisa membuat lelaki itu sadar jika harta bukanlah segalanya. Justru hidup tenang dan bahagia adalah harta yang tak ternilai.

***

"Ciyeeeeeee.... Gimana malam pertamanya? Enak apa sakit?". Teriak Ririn heboh. Perempuan itu menepati janji untuk menjemput Unaya dan Jeka. Sumpah Unaya ingin sekali menyumpal mulut Ririn dengan sampah laut agar diam. Ini suasana lagi ramai dan Unaya yakin pengunjung pantai mendengar dengan jelas ucapan Ririn barusan.

"Seneng banget lo Rin gue diberitain yang aneh-aneh". Desis Unaya. Gadis itu masuk kedalam mobil setelah dibukakan pintunya oleh Jeka.

"Ciyeeileh... So sweet banget Bos pake dibukain pintunya segala". Ledek Ririn lagi. Jeka yang sudah lelah marah-marah dengan pasangan alien ini menutup mulutnya rapat-rapat. Percuma mau ngomelin kayak gimana, Jeka takut tensinya naik dan jadi hipertensi. Suka-suka mereka aja, yang penting gaji di potong.

"Jadi?". Ririn langsung menodong Unaya dengan pertanyaan saat gadis itu baru saja duduk disampingnya. Jeka duduk dibangku depan dengan Victor sementara Unaya, Ririn, dan Baby Tiger duduk dibangku belakang.

"Jadi apa?". Tanya Unaya pura-pura bego. Ririn berdecak, ah masa sih Unaya gak peka kalau ia gak sabar dapat asupan duapuluh satu plus.

"Jadi semalem terjadi apa enggak?". Tanya Ririn lebih rinci. Victor dibangku depan cengengesan sendiri sementara Jeka geleng-geleng kepala. Pantas saja Unaya bawaannya bahas hal-hal berbau mature melulu, lha bergaulnya saja dengan Ririn si otak yadong.

"Tahu gak sih Rin, ternyata lembut banget terus enak". Ririn semakin merapatkan diri. Antusias sekali mendengarkan cerita Unaya yang ambigu.

"Wihhh lembut lo Bos?". Victor menyenggol lengan Jeka hingga pemuda yang hampir terlelap karena ngantuk itu mengumpat.

"Setan!".

"Kayaknya semalem kejadian Mah, lihat deh Si Bos loyo gitu". Kata Victor antusias. Padahal Jeka ngantuk bukan karena begituan sama Unaya, pemuda itu tidak bisa tidur. Ya gimana bisa tidur kalau disampingnya ada bidadari? Rugi dong kalau gak dilihatin sampai pagi.

"Oh my God! Yang lembut apanya Na? Gerakannya atau cara manjainnya?". Bisik Ririn nakal.

"Kasurnya Rin. Gila deh meski kecil banget gitu tapi empuk, terus sprei nya lembut. Duh enak banget deh buat tidur". Cerocos Unaya yang sukses membuat Ririn dan Victor memasang wajah datar. Kirain lho misi mereka berhasil, tapi ternyata gagal. Padahal udah dikasih sponsor kondom sama obat kuat. Ternyata iman Jeka lebih kuat bung!

"Masih menyia-nyiakan kesempatan Bos? Sampai kapan?". Tanya Victor sebal.

"Santuy, bentar lagi sah kok". Sahut Jeka santai. Ririn dan Victor sontak menatap kearah Jeka dengan tatapan ingin tahu. Maksudnya apa nih?

"Maksudnya?". Tanya keduanya kompak.

"Taraaaaaaa... Gue udah dilamar". Dengan riang Unaya memamerkan cincin pemberian Jeka yang tersemat di jari manisnya.

"Ya ampun Unaya, congrats!!! Akhirnya Lo sama Jeka berlayar juga". Ririn benar-benar happy. Secara Ririn adalah saksi perjalanan cinta Jeka dan Unaya. Mulai dari Unaya yang pacaran kontrak sama Jeka terus di upgrade jadi pacaran beneran, drama saudara tiri, Unaya putus sama Jeka, Unaya punya tunangan, sampai balik lagi sama Jeka. Astaga ribet betul alurnya.

"Gue harap beneran jadi. Sumpah capek banget gue jadi pemeran pembantu yang ikutin drama kalian". Curhat Victor. Jeka terkekeh dibuatnya, pemuda itu menepuk-nepuk pundak sahabat sejatinya itu.

"Kalau semesta bercanda dengan memisahkan gue sama Unaya lagi, sumpah mending diganti aja pemeran utamanya". Kata Jeka serius. Mengikuti skenario itu sulit, tapi namanya juga hidup wajib dijalani selama nafas masih berhembus.

"Gue yakin kok setiap kisah pasti happy ending. Kalaupun enggak happy ending, pasti ada masanya". Unaya mencoba berfikir positif. Mendapatkan ending bahagia tentunya memerlukan proses. Berlian saja di ciptakan dengan keringat, darah, dan air mata. Cobaan yang dialami Jeka dan Unaya mungkin belum ada apa-apanya. Kalaupun mereka memang berjodoh, dimasa depan pasti tetap akan ada cobaan yang menimpa. Ya begitulah hidup, Tuhan menguji kekuatan umatnya dengan cobaan.

"Aamiin. Doa yang baik-baik aja Na. Banyak yang sayang sama kalian kok". Hibur Ririn sambil menepuk-nepuk pantat anaknya. Baby Tiger tidur diperjalanan karena kelelahan.

"Thanks Rin. Btw gue tuh khawatir banget sama Papa. Gak ada kabar, udah pulang belum sih dari Seoul". Kata Unaya. Gadis itu berkali-kali menelepon Suryo tapi tidak diangkat. Unaya jelas kepikiran karena setelah mendapat kabar dari Irene soal Guan waktu itu, papanya justru sulit dihubungi.

"Lagi sibuk sama client kali, yang". Komentar Jeka.

"Gak ah. Papa jarang banget begini. Sesibuk apapun pasti angkat telepon aku". Unaya risau. Jarinya berhenti dikontak bertuliskan Mas Guan, haruskah ia bertanya pada pemuda itu?

"Jangan ada hubungan sama cowok itu lagi". Ririn yang mengetahui isi pikiran Unaya pun langsung merebut ponsel gadis itu dan menghapus kontak Guan. Ririn juga dengan lancang membuka room chat Unaya dengan Guan.

"Gila kali ya si Om jodohin Unaya sama cowok psycho kek gini". Oceh Ririn yang sibuk membaca pesan yang dikirimkan Guan pada Unaya.

"Hah? Apaan Mah?".

"Unaya kamu masih tetap bertahan sama pendirian kamu? Nyawa cowok itu udah diujung tanduk lho... Stress ini orang!". Omel Ririn seraya membaca pesan Guan dengan suara keras.

"Dia kirim pesan kayak gitu? Kok kamu gak pernah bilang?". Tanya Jeka khawatir. Unaya langsung tergagap. Bukan bermaksud mau bohong, cuma gak mau nambah beban Jeka aja makannya disimpen sendiri.

"Gak gitu. Aku pikir cuma gertakan aja makannya gak aku ambil pusing". Kilah Unaya.

"Lho gak boleh dianggap enteng Bu Bos. Itu namanya udah mengirim ancaman, bisa di pekarakan lho. Apalagi si doi pernah ngirim kelompok bersenjata buat nyerang Si Bos". Komentar Victor.

"Iya sih. Cuma gue gak mau ribet Vi, dia tuh nekat. Ntar kalau gue berulah dia malah ngincer yang lain. Dan feeling gue, papa target berikutnya karena dia gagal lenyapin Jeka". Jeka dan Victor sontak saling tatap. Otak mereka memikirkan satu hal yang sama.

"Serangan balik".

"Gak!". Unaya dan Ririn langsung menolak keras.

"Gak lagi-lagi ya Pah, kamu sok kayak pemain film. Ini lawan kamu tuh bukan orang biasa. Kalau udah kayak gini mending serahin ke pihak yang berwajib". Kata Ririn serius. Unaya mengangguk setuju.

"Gue setuju sama Ririn. Kalian gak perlu turun tangan, gue bisa selesaiin sisanya".

"Gak! Aku gak akan biarin kamu berurusan sama cowok itu lagi". Larang Jeka.

"Karena aku gak mau kamu kembali sama dia". Lanjut Jeka dalam hati. Pemuda itu hafal betul sifat Unaya. Unaya pasti lemah kalau Guan sudah mengancamnya. Apalagi kalau Suryo yang jadi korbannya. Sekali Unaya berhadapan dengan Guan, dipastikan tidak akan kembali padanya lagi. Untuk itulah lebih baik Jeka yang turun tangan.

"Unaya udah deh! Lo juga gak usah aneh-aneh. Kisah lo sama Jeka udah mau happy ending. Please jangan dirusak". Tambah Ririn.

"Kalau ini menyangkut bokap gue, apa gue gak boleh turun tangan?". Tanya Unaya dengan mata berkaca-kaca. Firasatnya tidak mungkin salah. Ia yakin papanya sedang dalam masalah.

"Kalau kamu emang sayang sama aku, dengerin apa kata aku Unaya. Semua akan baik-baik aja, pegang kata-kataku". Ujar Jeka mutlak. Tahan Unaya, jangan gegabah. Percayalah Jeka punya seribu satu ide brilian di otaknya untuk mengalahkan Guan.

--Ex-Bangsat Boys--