Pagi ini Unaya datang ke kampus dengan loyo, minggu ini ia harus menyelesaikan segala hal yang berkaitan dengan penerimaan mahasiswa/i baru. Dimulai dari pembayaran UKT, ambil SKS, dan lain sebagainya. Pokoknya ribet dan melelahkan. Apalagi ia melakukan semuanya sendiri, iri deh melihat maba lain yang sudah punya teman. Gak enaknya jadi anak introvert ya gini, gak pede kalau mau ngajak ngomong duluan. Bingung cara memulai sebuah obrolan.
Belum lagi statusnya sebagai selebgram kondang membuatnya jadi pusat perhatian. Juga maba-maba lain pun jadi insecure dan berakhir malu ngajak Unaya kenalan. Merasa gak pantas menjadi teman seorang selebgram dengan followers 500K itu. Padahal Unaya tidak memandang seseorang dari status sosialnya, cuma mungkin sulit mencari teman yang satu frekuensi hingga terkesan pilih-pilih. Ahhh... jadi kangen Ririn.
"Dorrr! Lagi mikirin gue ya?". Unaya berjengit sembari memegang dadanya karena teriakan Ririn.
"Ihhhhh... Ririn! Ngagetin aja". Omel Unaya. Ririn tersenyum lebar kemudian mengambil duduk tepat disamping Unaya. Ini lho Unaya rasanya mau mewek karena Ririn datang disaat yang tepat. Lagi kangen, eh orangnya muncul. Kalau Ririn cowok, udah pasti Unaya pacarin wkwk.
"Ririn cuantik datang karena titah dari Bos Jeka, siap menemani Kanjeng Ratu Unaya sampai selesai ngurusin daftar ulangnya". Kata Ririn dengan lagak berpidato.
"Seriusan? Terus anak lo gimana?". Tanya Unaya. Kasihan dong Baby Tiger kalau ditinggal emak-nya. Sebenarnya Unaya butuh banget ditemani tapi tahu diri kok sekarang Ririn statusnya sudah menjadi seorang istri. Unaya gak bisa terus-terusan manja dan ngadu ke Ririn kalau lagi bete.
"Tenang aja, kan ada Papah. Dia mah kalau udah dikasih duit yang warnanya biru langsung nurut". Jelas Ririn membuat Unaya terkikik. Unaya menatap sahabatnya itu lamat-lamat. Ririn masih secantik dulu tapi sekarang agak beda, seperti kurang terawat. Kantung matanya juga segedhe kantong Doraemon. Gadis itu jadi sedih, apa menjadi istri seberat itu.
"Lo jarang pakai skincare ya? Kantung mata lo gedhe banget tuh". Ujar Unaya sembari menyentuh kantung mata Ririn. Ririn manyun dibuatnya.
"Udah gak ada waktu buat me time Na. Kerjain tugas kuliah, ngurus anak, ngurus suami. Sampai gak ada waktu buat ngurus diri sendiri". Curhat Ririn dengan senyum kecut. Wajar lah namanya juga nikah muda, pasti berat. Apalagi jadi ibu sambil kuliah, Duh Ririn hebat banget.
"Rin, are you happy?". Tanya Unaya sambil menggenggam tangan Ririn.
"Oh tentu saja! Kan punya suami ganteng dan anak yang lucu hehe. Tapi saran gue, lo nikahnya kalau udah lulus kuliah aja. Stress ntar kayak gue". Kata Ririn memberi saran. Unaya menatap Ririn dengan wajah datar, Huft nyesel deh udah khawatirin Ririn. Ternyata wanita itu baik-baik saja.
"Iya-iya. Tapi tetep aja Rin lo butuh me time. Kapan-kapan kita jalan terus perawatan bareng. Sejak nikah lo malah jadi buluk deh". Hina Unaya terang-terangan.
"Eh jangan salah, gini-gini gue pernah jadi model skincare lho. Ya cuma sekali sih, mau lihat fotonya gak?". Tawar Ririn yang langsung dibalas anggukan dengan antusias oleh Unaya. Ririn membuka folder foto diponselnya kemudian menunjukan foto yang dimaksud.
"Gilaaaaa... ini lo Rin?". Tanya Unaya heboh sembari merebut ponsel Ririn. Ia amati foto Ririn dari ponsel, kemudian beralih melihat wujud Ririn yang asli bergantian.
"Bukan, itu Yerin GFRIEND. Ya iyalah itu gue. Gak kalah kan sama Una Frozen?". Sahut Ririn dengan pongahnya. Sebenarnya Ririn juga banyak mendapat tawaran endorse, tapi ditolak-tolak karena sibuk ngurus anak.
"Sumpah Rin, kenapa lo gak jadi selebgram aja sih kayak gue. Masuk yuk ke agensi Om Jun, toh artisnya cuma gue doang". Tawar Unaya antusias. Kan lumayan bisa dapat teman satu agensi, gak kesepian lagi.
"Bukan gaya, bukan sombong ya Na. Yang nawarin endorse ke gue bejibun, cuma gue tolak karena lebih milih keluarga. Kalau disuruh milih antara karir atau keluarga, gue lebih milih keluarga meski hidup pas-pasan". Perkataan Ririn sukses membungkam Unaya. Ia melihat ke dirinya sendiri, apakah Unaya bakal punya pikiran yang sama seperti Ririn? Karir atau keluarga? Kalau sudah menikah nanti apakah ia sanggup melepaskan status keartisannya? Kalau tetap jadi artis berarti ia harus mengambil resiko untuk menelantarkan keluarganya secara tidak langsung. Kalau jadi ibu rumah tangga bisa mati bosan karena gak ada kegiatan lain. Terlebih ia sudah terbiasa dengan segala macam kesibukan sebagai seorang artis.
"Rin, gue kira lo gak banyak berubah dan masih kocak kayak dulu. Ternyata lo jauh lebih dewasa daripada gue. Bangga gue sama lo". Ujar Unaya tulus yang dibalas kekehan oleh Ririn.
"Semakin bertambahnya usia, pemikiran orang pasti berubah Na. Mau gak mau kita dipaksa menjadi dewasa karena keadaan". Eunha menyetujui perkataan Ririn. Meski pola pikir Ririn sudah banyak berubah, namun bagi Unaya gadis itu tetaplah Ririn si cewek o'on sahabatnya.
--Ex-Bangsat Boys--
Malam hari sekitar pukul tujuh, Jeka mengendarai motornya sendiri menuju kedai. Hari ini Unaya datang ke kedai untuk berlatih meracik Boba. Karena tidak mau sang gadis menunggu lama, maka pemuda itu mengendarai motornya menuju jalanan yang sepi demi menghindari kemacetan. Sudah tidak memikirkan resiko dibegal atau apapun itu, toh Jeka tidak takut. Ia bisa menghadapinya.
Jeka juga tahu ia masih diuntit ajudan Guan. Entah sampai kapan ajudan gak ada kerjaan itu nguntit mulu, Jeka sudah siap sekali jika seandainya diserang. Tapi malam ini nampak beda, tidak ada tanda-tanda ajudan Guan yang menguntitnya. Jeka pikir Guan sudah menyerah dan ikhlas melepas Unaya. Namun sepertinya Jeka salah duga.
"Shit! Ban motor gue bocor". Umpat pemuda itu dan bergegas turun dari motor, ia mengecek ban motornya dan melihat beberapa paku tertancap disana. Jeka menduga jika ajudan suruhan guan sengaja menyebar paku dijalanan yang ia lewati. Ia menatap sekeliling, sepi sekali dan gelap lebih mendominasi. Dari jauh ia menangkap sorot lampu dari sebuah mobil, dari arah belakang juga sama. Sial, ia pasti dikepung!
Jeka bergegas mengambil ponsel dari saku celana dan menghubungi antek-anteknya. Tak butuh waktu lama Victor si tangan kanan mengangkat telepon darinya.
"Gue dikepung, posisi jalan sawi". Ujar Jeka dengan mata tak lepas dari sorot lampu mobil yang semakin mendekat.
"Meluncur...". Sahut Victor cepat dan langsung mematikan sambungan telepon. Jeka memasukan kembali ponselnya kembali kedalam saku celana kemudian bergegas mengambil parang didalam jok motor.
"Gak boleh bonyok gue hari ini". Gumam Jeka. Memang tidak boleh bonyok karena sudah mau ospek, ia sebagai ketua ospek akan menyampaikan sambutan didepan para maba. Kalau bonyok nanti kesannya tidak memberi contoh yang baik untuk adik-adik kelasnya. Belum lagi kalau pak dekan tahu, bisa kecewa berat.
Pemuda itu bersandar dimotornya seakan menunggu ajudan suruhan Guan yang datang dari dua arah berbeda itu menghampirinya. Padahal sudah dikepung tapi Jeka tidak takut sama sekali, terlampau santai. Kalau orang lain yang ada diposisi Jeka pasti sudah pipis dicelana.
Sekitar sepuluh orang berpakaian serba hitam turun dari mobil Jeep. Mulai mendekati Jeka dengan wajah garang, mereka datang dengan tangan kosong. Tapi who knows? Barangkali senjatanya ada disaku. Jeka menegakkan tubuhnya dan menatap para ajudan itu remeh.
"Prajuritnya aja yang dateng? Rajanya mana?". Tanya Jeka mengejek. Salah satu dari sepuluh ajudan itu terkekeh.
"Lawan kami dulu sebelum menghadap raja kami". Sahutnya. Jeka ikut terkekeh kemudian menghitung orang-orang didepannya.
"Cih! Segini doang jumlah lo. Duh gimana ya, gue bawa lebih banyak sih". Kata Jeka sembari menggedikan dagunya kearah dimana suara motor datang bersahut-sahutan. Antek-antek Jeka as always datang tepat waktu. Para ajudan Guan saling pandang, mereka membawa senjata tapi hanya pisau lipat. Sementara antek-antek Jeka membawa parang dimasing-masing tangannya.
"Gak usah banyak ngomong, tugas kita hari ini buat ngehabisin lo, Jeka". Ujar salah satu ajudan Guan.
"Silahkan". Sahut Jeka santai. Ajudan itu hendak menendang perut Jeka namun dengan secepat kilat langsung ditepis dengan tangannya. Jeka memelintir kaki ajudan itu kemudian ia banting ke aspal. Antek-antek Jeka sudah saling baku hantam dengan ajudan Guan yang lain. Agak kesulitan memang karena ajudan itu sudah terlatih. Tapi mereka tidak menyerah secepat itu.
Jeka berbalik kebelakang kemudian menendang punggung ajudan Guan yang lain hingga terjerembab wajahnya ke aspal. Ia injak punggungnya hingga orang itu mengerang kesakitan. Victor yang tadinya sedang berkelahi dengan orang itu ikut menendang kakinya dan saling tos dengan Jeka.
"Bilangin sama Bos lo suruh hadepin gue secara langsung!". Oceh Jeka sambil terus menginjak punggung ajudan itu.
Bagghhhh... bughhhh... baghhhh... bughhh...
Perkelahian tak terelakkan, Jeka dan antek-anteknya masih saling baku hantam hingga keringat bercucuran di dahi mereka. Beberapa kali Jeka menggoreskan parangnya ke kulit ajudan-ajudan itu hingga darah mengucur dari sana. Jeka tidak berniat menghilangkan nyawa mereka, jika mau ia bisa saja membacok dengan parangnya. Tapi yang seharusnya mati bukan mereka, melainkan Guan.
"Gila, nyawanya ada berapa sih? Perasaan udah gue bogem berkali-kali sampe tumbang, eh hidup lagi". Omel Jimi yang kembali melayangkan bogem mentah pada ajudan Guan yang baru ia tumbangkan tadi.
"Bacok kakinya pake parang Jim, biar tumbang!". Titah Jeka yang langsung dipatuhi Jimi. Sekitar lima ajudan sudah berhasil Jeka tumbangkan dengan cara ia bacok kakinya. Kini tinggal lima lainnya yang masih harus mereka hadapi. Sejauh ini Jeka belum bonyok, mukanya masih mulus alhamdulilah.
"Arghhh sial!". Erang Victor yang tangannya terkena goresan pisau lipat dari salah satu ajudan Guan. Parang lelaki itu jatuh begitu saja keaspal. Ajudan itu tersenyum kemenangan dan hendak menusuk Victor dengan pisau yang ia bawa, namun Jeka jauh lebih cepat. Dengan gesit pemuda itu berlari menghampirinya kemudian melompat dan menendang kepala ajudan itu. Lega luar biasa karena Victor tidak terkena tusukan itu, Ririn gagal jadi janda kembang.
"Awas Bos!". Teriak Jaerot dari belakang. Jeka menoleh kemudian matanya membulat.
Sreeeetttt...
Mata pisau menggores perutnya.
"Shit!". Umpat Jeka seketika langsung menyerang ajudan itu dengan brutal. Gara-gara kena goresan pisau, Jeka semakin emosi. Meski menahan pedih diperutnya, Jeka tidak menyerah. Ia terus menghajar ajudan-ajudan itu dengan membabi buta. Darah dari perutnya terus bercucuran, ia tidak peduli. Ia rela bermandikan darah asal bisa hidup tenang bersama Unaya.
"Hah!". Dan setelah membanting ajudan terakhir, Jeka menghirup rakus oksigen. Semua ajudan suruhan Guan jatuh tepat dibawah kakinya. Pemuda itu tertawa puas diikuti antek-anteknya. Meski mereka semua mendapatkan luka sobekan ditubuh masing-masing, tapi mereka menang.
Serangan pertama bisa mereka hadapi dengan baik.
"Argghhhh... anjir perut gue sakit". Erang Jeka kemudian perlahan menarik kaosnya keatas. Terlihat luka sobekan panjang disana, penuh darah.
"Kudu dijahit tuh Bos, ke rumah sakit yok". Kata Jimi memberi saran. Mereka semua memang wajib kerumah sakit, luka ditubuh mereka tidak bisa disepelekan.
"Gak lama kan? Gue ada janji nih sama doi". Antek-antek Jeka mendengus, kayaknya doi lebih penting deh dari nyawa.
"Kalau lo kucing yang punya sepuluh nyawa sih suka-suka lo deh Bos. Ini masalahnya lo manusia yang syukur-syukur masih dikasih nyawa setelah baku hantam kayak tadi. Daripada si doi nangis karena tahu lo luka, mending kita ke rumah sakit dulu". Ajak Victor sembari merangkul bahu Jeka. Akhirnya mereka semua pergi kerumah sakit. Leganya hari ini karena personel masih lengkap dan utuh.
--Ex-Bangsat Boys--
"Kakak, itu perisa-nya dimasukin dulu baru Boba-nya". Kata Karina memberi intruksi. Unaya dengan tekun meracik Boba sesuai intruksi dari gadis itu. Menurut Unaya, Karina anak yang baik. Hmmm tapi masih sejauh ini loh ya baiknya, belum tahu kedepannya kayak gimana.
"Oke, terus dikasih air kan?". Karina mengangguk.
"Udah, stop jangan banyak-banyak". Seru gadis itu. Karena Jeka lama, akhirnya Unaya memutuskan untuk memulai sesi belajar meracik Boba dengan bantuan Karina. Gadis itu tadi yang menawarkan diri, Unaya tidak masalah. Yang penting bukan Juwi aja yang ngajarin.
"Wahhh... Kak Una ini cepet banget lho pahamnya. Gak kayak Kak Juwi tuh, cantik-cantik dongo". Karina mulai julid. Karena memang Unaya tidak menyukai Juwi, maka dengan senang hati ia menyambut kejulitan Karina.
"Ya biasalah, orang cantik belum tentu pinter". Sahut Unaya sekenanya.
"Tapi nih ya Kak, gue tuh kagum banget deh sama lo. Udah cantik, pinter, terkenal. Eh, lagu lo yang Terlanjur Mencinta itu bagus banget lho Kak. Buat siapa sih? Deep banget". Tanya Karina super kepo. Unaya tersenyum tipis, setahun lalu ia menciptakan lagu galau yang meledak dipasaran. Lagunya buat Jeka lah, buat siapa lagi?
"Ada deh". Jawab Unaya malu-malu.
"Pasti buat Bos Jeka ya? Ngaku aja deh". Ledek Karina. Unaya mengibaskan tangannya dengan wajah merah. Dih.. Karina tahu aja.
"Ya begitulah".
"Tapi nih ya Kak. Gue suka curiga sama kedekatan antara Bos Jeka and Kak Juwi...". Unaya langsung menatap Karina. Penasaran dengan kalimat yang akan gadis itu ucapkan selanjutnya.
"Katanya partner kerja doang, tapi kok kayak ada something".
"Maksud lo?". Tanya Unaya tidak sabar.
"Bos Jeka kayak memprioritaskan Kak Juwi banget gitu lho. Ya contohnya kayak sekarang, dia janjian sama lo tapi kayaknya lagi sama Kak Juwi deh". Karina mulai kompor. Padahal Juwi dan Jeka tidak membuat janji hari ini. Jeka kan lagi dirumah sakit, berobat. Nah Juwi lagi sibuk di kedai kopinya.
"Masa sih? Jeka lagi otw kok". Kilah Unaya tapi sebenarnya terpengaruh juga dengan omongan Karina.
"Yaelah Kak masa otw dari tadi gak nyampe-nyampe. Bos Jeka ngomong sama Kak Juwi pake aku-kamu sementara sama lo pake elo-gue. Udah kelihatan kan Kak kalo mereka ada something special?". Perkataan Karina semakin membuat Unaya overthinking, hmmm bener juga.
"Y-ya gak apa-apa kan gue cuma kembarannya". Kata Unaya menanggapi.
"Iya sih Kak, cuma kembaran aja jadi gak berhak cemburu ya kan". Pancing Karina sengaja membuat mental Unaya down.
Gara-gara anak kecil suka julid alias Karina, Unaya jadi kepikiran. Masalah yang menyangkut Juwi belum clear dari dulu. Jeka selalu berkilah kalau ditanya perihal status hubungannya dengan gadis itu. Unaya melamun sambil mengaduk Boba sampai-sampai tidak sadar kalau Jeka duduk dengan berpangku tangan sambil menatapnya.
Anggap aja begitu, tapi ini kebagusan haha.
"Ya gimana dong, gue gengsi banget kalo mau nanya. Ntar dia kepedean lagi kalo tahu gue cemburu". Omel Unaya. Jeka cengengesan melihat bibir Unaya yang komat-kamit gak jelas.
"Ngomel aja cantik banget". Ujar Jeka yang sontak membuat Unaya terkejut.
"Se-jak ka-pan lo a-da di-situ?!". Entah kenapa Unaya mendadak gagu, tapi yang jelas gadis itu mempertanyakan darimana datangnya Jeka. Gak mungkin kan pemuda itu punya alat teleportasi?
"Sejak lo bilang ntar dia kepedean kalo tahu gue cemburu..". Jeka bangkit dari duduknya kemudian mendekati Unaya. Ia ambil alih gelas Boba yang sedari tadi gadis itu aduk kemudian sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Cemburuin apa sih, Heum?". Tanya Jeka lembut sambil mengunci pergerakan Unaya. Kedua tangannya bertumpu diatas meja. Jujur Jeka menahan perih diperutnya dalam posisi sedikit bungkuk seperti ini. Pemuda itu menahan mati-matian karena tidak mau Unaya tahu kalau ia terluka. Unaya tidak perlu tahu.
"Lama banget sih, gue udah nunggu dari tadi. Emang Juwi penting banget ya sampai dispecial-in gitu. Padahal dia kan bukan Twice". Oceh Unaya tidak jelas. Maksudnya tuh Unaya lagi ngikutin trend di twitter yang begini; gak usah sok special deh lo, lo bukan lagu So Special-nya Twice- begitcu ceritanya.
"Ck! Mulai lagi". Jujur Jeka capek Unaya cemburu gak jelas sama Juwi. Padahal dirinya yang tidak mau menjelaskan sejak awal, malah seakan meminta Unaya untuk menduga-duga sendiri.
"Habis lo pake panggilan aku-kamu kalau sama dia. Terus kalau lihat Juwi langsung berbinar matanya. Iya tahu gue kan cewek yang body-nya kek bakso, gak kayak Juwi putih langsing kek bihun".
"Pftttt...". Jeka hampir terbahak karena perkataan Unaya. Lucu banget perumpamaannya bakso sama bihun wkwk.
"Coba deh gue tanya, eh aku tanya". Ralat Jeka cepat-cepat. Pemuda itu menyentuh kedua bahu Unaya sebelum melanjutkan perkataannya.
"Orang-orang kalo makan bakso, baksonya dulu yang dimakan atau bihunnya?".
"Biasanya bakso yang terakhir". Sahut Unaya dengan bibir manyun. Jeka terkekeh kemudian mendekatkan wajahnya kewajah Unaya.
"Tahu gak kenapa bakso dimakan pas terakhir?". Tanyanya lagi.
"Gak tahu". Sahut Unaya polos. Bibir Jeka mendekat ke telinga Unaya, ia membisikkan sesuatu yang sukses membuat bulu kuduk gadis itu meremang.
"Karena yang nikmat biasanya disantap pas akhir".
Blusssshhhh...
Pipi Unaya sontak memerah karena kalimat ambigu yang diucapkan Jeka.
"Gak ada hubungannya lah, gak ngerti ah!". Ujar Unaya malu-malu.
"Hahaha. Masih cemburu? Gue ini cowok Na, kalau disuruh milih antara bihun sama bakso. Ya gue pilih bakso lah, lebih nikmat". Goda Jeka lagi.
"IHHHHHH JEKA MESUM!!!".
--Ex-Bangsat Boys--