Jeka masih betah dirumah Victor. Ririn pun tidak merasa terganggu karena jika ada Jeka baby Tiger akan menempeli pemuda itu, alhasil Ririn jadi punya me time. Gadis itu sekarang sedang tidur manja-manja dikursi depan teras setelah tadi merawat wajah dengan masker.
"Vi kalo semisal nih lo jadi cewek, terus kita tuh saling suka kek crush gitu terus gue grepe-grepe lo karena kebawa suasana. Lo bakal marah gak? Apa yang lo pikirin tentang gue?". Karena tidak tahan dengan dugaan-dugaan soal Unaya dikepalanya, Jeka terpaksa menanyakan hal itu pada Victor meski tidak mengatakan jika itu kasusnya.
"Hah? Gue kan cowok, ya mana gue tahu. Bambang!". Omel Victor karena memang sedang fokus sekali bermain PS-nya. Jeka yang sebal pun lantas melempar stick PS yang dibawa Victor dengan emosi.
"Shit Man!". Umpat Victor karena ia jadi kalah duelnya.
"Gak usah bawa-bawa Bambang, kasihan orangnya nanti sakit kuping! Gue serius Sat!". Victor langsung menghadap lurus kearah Jeka. Dua pemuda itu memang tidak ada aturan, padahal ada anak kecil tapi malah bicara kotor.
"Gue juga serius Bos, mana gue tahu kan gue cowok. Kalo grepe cewek karena kebawa suasana sih gue juga udah pernah". Sahut Victor jujur. Jeka lantas mengacak rambutnya frustasi, takut kalau semisal Unaya menjauhinya gara-gara aksi kekhilafan itu.
"Asli deh Unaya pasti nilai gue cowok gak bener, terus doi bakal jauhin gue. Duh mana sanggup". Tanpa sadar Jeka curhat pada Victor. Victor yang paham duduk permasalahannya pun heboh seketika, inilah alasan kenapa Jeka jarang curhat pada pasangan alien; ember. Lebih memilih curhat pada Jimi tapi sayang pemuda itu sedang sibuk dengan urusan kampus.
"Anjay lo Bos, baru tiga hari doi balik udah main grepe aja. Gercep amat, mau nikung lo?". Ujar Victor sambil bertepuk tangan. Jeka berdecak sebelum menjitak kepala Victor.
"Bukan nikung, cuma mau nyari celah doang. Itu suasananya mendukung banget, masuk selimut pas mati lampu sama hujan. Doi ngasih celah juga". Cerita Jeka sambil cengengesan, Victor pun ikut-ikutan cengengesan.
"Lo sempat mainin playdough-nya gak Bos?". Tanya Victor sambil bisik-bisik takut kalau Ririn tahu, istilah playdough hanya ia dan sang istri yang tahu.
"Hah? Playdough apaan? Kayak begini? Unaya mana punya". Tanya Jeka sembari mengangkat playdough yang baru dimainkan baby Tiger.
"Ck! Masa lo gak tahu playdough yang gue maksud sih, Ekhem itu lho sumber ASI". Kata Victor malu-malu. Wajah Jeka sontak memerah begitu paham maksud perkataan Victor. Pemuda itu langsung salah tingkah dan pura-pura batuk.
"Ekhem... i-itu cuma pegang doang. Mana bisa gue remes-remes". Jawaban Jeka membuat Victor mengupat kecewa. Padahal suasana mendukung begitu kalau Victor sih langsung gas aja. Kalau beruntung bibit-nya bisa masuk pot, kesempatan untuk mendapatkan Unaya terbuka lebar. Ya meski dengan cara licik sih wkwk.
"Ahhh... bego emang lo Bos. Cuma lo doang kali kucing yang melengos pas ada ikan didepan mata. Ya pantes aja sih doi lo diserobot orang lain, lo tuh terlalu ragu-ragu orangnya. Lihat noh anak gue aja yang masih kecil udah jago ngeremes-remes, masa lo kalah sama bocah umur tiga tahun". Victor menunjuk baby Tiger yang tengah meremas-remas playdough-nya. Jeka langsung menjitak kepala bapak berotak geser itu dengan emosi.
"Anjir parah emang lo, gak beres banget jadi bapak! Yang diremes anak lo emang playdough beneran Sat! Bukan lemak unyu!". Kini giliran Victor yang bingung dengan istilah lemak unyu.
"Lemak unyu apaan?".
"Tete!!". Sahut Jeka dengan emosi.
"Hei! Pantes tete aku gatel dari tadi, diomongin ternyata!!!". Omel Ririn dari teras rumah. Jeka langsung menepuk dahinya kemudian menutup telinga baby Tiger, kasihan anak itu punya orangtua yang otaknya perlu direparasi :')
--Ex-Bangsat Boys--
Karena sedang galau dan butuh teman bicara, akhirnya Unaya meminta Jun untuk mengantarnya ke rumah Ririn. Sengaja tidak bilang lebih dulu biar sekalian surprice. Kebetulan Ririn memberitahukan alamat rumahnya pada Unaya saat menjemput di bandara tempo lalu. Gadis itu memicingkan matanya begitu melihat motor yang mirip dengan kepunyaan Jeka. Juga familiar dengan sosok gadis yang tengah tidur mengangkang dikursi panjang.
"Makasih Om, Unaya pergi dulu". Kata Unaya yang diangguki oleh Jun. Jun sebenarnya tidak tega melihat Unaya yang galau merana seperti itu, tapi memang sepertinya gadis itu membutuhkan teman bicara yang sefrekuensi. Dan Ririn lah kandidat yang tepat. Lagian selain Mamah muda satu itu, Unaya punya teman siapa lagi sih? Gak ada kan :(
Setelah mobil Jun melaju pergi, Unaya langsung saja melesat ke seberang dan mendekati sosok gadis yang membuatnya penasaran. Unaya belum tahu persis letak rumah Ririn, tapi gadis itu sudah melihat sosok kasat mata yang menyerupai sahabatnya.
"Kayak gak asing sama kelakuan bar-barnya". Gumam Unaya sembari berjalan mengendap-endap mendekati gadis itu. Begitu melihat wujud gadis dengan wajah penuh masker itu, Unaya langsung geleng-geleng kepala.
"Gak heran sih ini cewek tidurnya bisa ngangkang gini sampai-sampai diintipin ayam, Ririn Sekarwangi". Unaya menelisik rumah Ririn, gadis itu akhirnya tahu letak rumah Alien Family.
"Assalamuallaikum cantik". Panggil Unaya sesopan mungkin karena hendak bertamu. Tapi Ririn masih betah tidur nyenyak sambil mesam-mesem. Unaya mulai sebal, gadis itu mengembuskan nafasnya sambil sesekali berdeham. Pemanasan karena hendak berteriak dengan suara emasnya.
"RIRIN ROK LO KEMASUKAN TIKUS!!!!". Unaya berteriak sekuat tenaga hingga bukan Ririn saja yang kalang kabut, melainkan Jeka dan Victor ikutan panik dan bergegas keluar rumah.
"AAAAAA... POT*dibaca alat reproduksi wanita GUE!!!!!". Ririn histeris sekali sampai-sampai hendak mengangkat rok-nya. Untung saja Victor sudah lebih dulu mencegahnya.
"Loh Unaya?".
"Jeka?". Sementara Ririn dan Victor panik karena mengira pot Ririn kemasukan tikus beneran, maka Unaya dan Jeka bak sedang berperan dalam sebuah sinetron. Mereka kaget melihat kehadiran satu sama lain kemudian melengos karena malu.
"Huhuhu... pot gue....". Rengek Ririn.
"Makanya Mah kalau tidur jangan ngangkang, kemasukan tikus kan". Omel Victor.
"Eh? Ririn maaf, tadi gue cuma asal teriak kok. Habis lo dibangunin susah". Ujar Unaya agak merasa bersalah karena Ririn sampai menangis begitu. Ririn langsung menoleh kearah Unaya, gadis itu baru menyadari keberadaan sahabatnya.
"Una? Sejak kapan lo disini? Huweee kangen". Dan langsung saja Ririn memeluk Unaya erat karena kangen.
"Sejak lo nangis-nangis karena kemasukan tikus". Ledek Unaya yang membuat Ririn manyun. Ririn mencubiti pipi Unaya dengan gemas sebelum menelisik penampilan paripurna sahabatnya hari ini.
"Widiiihhhh selebgram mah beda ya gak? Jalan-jalan doang loh warna-warni gini kayak kisah cinta kita Pah". Komentar Ririn sembari mencolek dagu Unaya.
"Mantap ya Bu Bos udah bukan cewek cupu lagi, cantik ya Bos". Tambah Victor kemudian dengan iseng menyenggol lengan Jeka yang sedari tadi diam seperti menahan keciprit. Jeka meneguk ludahnya susah payah, Unaya memang cantik tapi penampilannya itu suka bikin khilaf.
"Hemmm... b aja. Gue lebih suka cewek natural tuh". Ujar Jeka yang sebenarnya salting kemudian masuk begitu saja kedalam rumah.
Unaya langsung manyun, gadis itu menelisik penampilannya. Mungkin menurut Jeka dandannya berlebihan ya? Kalau ditelisik jauh kebelakang, Jeka memang bukan tipe pemuda yang melihat gadis dari penampilannya. Buktinya saat Unaya masih polos dan tidak tahu make up, tahunya hanya bedak dan liptint, Jeka cinta banget sama dia. Bahkan sering memuji cantik, pada dasarnya Jeka memang lebih menyukai gadis yang apa adanya. Bukan berarti Unaya bukan tipe-nya, hanya saja lebih suka jika gadis itu tidak memakai make up berlebihan.
"Halah preeeeettttt... bilangnya suka cewek natural tapi kalau ada cewek seksi full make up lewat, diliatin mulu sampai matanya kek mau lepas". Cibir Ririn. Cowok tuh emang banyakan begitu ya? Bilangnya; aku lebih suka kamu apa adanya. Tapi giliran ada cewek yang lebih cantik karena dandan lewat, matanya jelalatan.
"Abaikan aja si bos mah cuma lagi salting gegara gak sengaja pegang playdough. Dalam hati mah muji-muji lo cantik banget". Hibur Victor yang menyadari raut sedih dari wajah Unaya.
"Hah? Pegang playdough sampai salting?". Tanya Unaya agak bingung. Sementara Ririn yang paham maksud suaminya hendak mencak-mencak sebelum dibekap mulutnya.
"Hmmmmpppttttt....".
"Bu Bos masuk aja duluan, biar Ririn gue yang urus". Meski kasihan melihat Ririn yang susah nafas, Unaya mengangguk saja dan bergegas masuk kedalam rumah. Lah datang mau numpang buang beban, eh malah ditinggal gelut.
Unaya duduk di sofa ruang tamu sambil celingak-celinguk mencari Jeka. Telinganya menangkap suara games beberapa kali dari ruang tengah. Mau masuk lebih dalam tapi gak enak sama yang punya rumah. Alhasil Unaya hanya duduk diam sembari menunggu Victor dan Ririn selesai gelut.
"Ninuninu... aku adalah Ultraman! Siap menyerang ciat!!!!! Eh?....". Baby Tiger yang sedang berimajinasi menjadi Ultraman pun terkejut melihat sosok Unaya diruang tamunya. Bocah itu mengaga karena tidak asing dengan sosok tante cantik didepannya ini.
"Halo. Kamu baby Tiger ya?". Tanya Unaya dengan suara imutnya. Hendak mendekati baby Tiger tapi bocah itu justru lari ngibrit karena malu.
"Om Koko ada let it go... let it go...". Teriak Baby Tiger sambil menyanyikan ost film Frozen. Unaya cekikikan melihatnya, lebih cekikikan lagi saat baby Tiger tadi memanggil Jeka dengan sebutan Om Koko.
Jeka yang sedang main PS tapi tidak bisa fokus gara-gara Unaya pun kaget saat baby Tiger naik keatas punggungnya secara tiba-tiba.
"As...". Jeka hendak mengumpat tapi tidak jadi.
"Astaghfirullahaladzim". Ralat Jeka cepat-cepat.
"Om Koko ada tante cantik yang iklan jelly. Dirumah aku". Cerita baby Tiger dengan antusias.
"Tante cantik yang rambutnya pirang?".
"Ho'oh!".
"Yang kayak kelinci?".
"Bukan! Kayak Frozen". Jeka terkekeh kemudian mengacak rambut baby Tiger dengan gemas.
"Mau ke tante-nya?". Tawar Jeka iseng karena melihat wajah baby Tiger merona. Bocil aja kesemsem sama Unaya, apalagi dia? :')
"Malu...". Baby Tiger mendusel didada Jeka. Langsung saja pemuda itu menggendong baby Tiger dan membawanya keruang tamu.
"Tante... ada yang mau kenalan nih". Kata Jeka. Unaya langsung mendongak dan kembali berdebar saat melihat sosok Jeka. Apalagi saat ini Jeka sedang menggendong baby Tiger layaknya hot papa.
"Sini-sini. Kamu Ultraman yang tadi ya?". Unaya memangku baby Tiger yang masih malu-malu gara-gara bertemu tante cantik. Jeka dan Unaya tertawa melihat tingkah lucu baby Tiger bak keluarga bahagia. Ririn dan Victor pun rela bertahan diluar rumah sampai digigit nyamuk demi memberi waktu untuk mereka.
"Suka gak tahan deh kalo udah lihat anak kecil". Ujar Unaya yang benar-benar gemas dengan baby Tiger.
"Nikah gih, biar bisa punya satu kek gini". Canda Jeka sembari mengusap-usap kepala Baby Tiger.
"Hemmm... gak mau nikah tapi mau punya. Gimana dong". Canda Unaya balik.
"Mau gue bantu proses buat-nya? Siap kapan aja nih". Unaya langsung memukul pundak Jeka dengan sebal. Sementara itu Jeka terkekeh karena candaannya selalu berhasil membuat Unaya tersipu malu.
"Lagi sama anak kecil nih, ngomongnya itu lho". Tegur Unaya.
"Haha canda. Btw kok bisa sampai sini? Om Papa mana?".
"Ada masalah tadi, terus minta dianter ke sini. Sebenernya Mas Guan tuh juga mau beli rumah disekitar sini". Cerita Unaya yang lebih ke sengaja mengalihkan topik pembicaraan agar Jeka tidak menanyakan lebih lanjut perihal masalahnya. Jeka manggut-manggut, agak sebal juga saat Unaya menyebut nama Mas Guan. Pakai embel-embel Mas jadi Jeka makin cemburu. Jeka juga mau-lah dipanggil Mas Jeka sama Unaya :(
"Bolehlah kapan-kapan dikenalin sama Mas tunangan". Ujar Jeka iseng. Lagaknya minta dikenalin tapi hatinya udah terbakar. Unaya pun terlihat agak canggung jika sudah membahas Mas Guan disaat sedang berduaan dengan Jeka. Duh salah ngambil topik pembicaraan nih.
"Ngapain, gak usah lah. Kan udah pernah ketemu juga". Kata Unaya beralasan. Jeka menatap Unaya lamat-lamat dari samping. Unaya terlihat gugup saat membahas Guan, padahal Jeka hanya basa-basi.
"Ya gak apa-apa, cuma mau lihat aja cowok pilihan Papa-mu. Hebat banget dia bisa dapetin restu secepat itu". Jeka tersenyum miris kemudian mengambil alih baby Tiger yang terlihat mengantuk dari pangkuan Unaya. Pemuda itu mengusap-usap kepala baby Tiger hingga tertidur sebelum melanjutkan perkataannya.
"Lo sayang dia Na?". Unaya telak bungkam. Gadis itu merasa dadanya nyeri saat Jeka melontarkan pertanyaan yang seharusnya sudah diketahui jawabannya. Unaya jelas tidak memiliki perasaan apapun pada Guan, hanya kadang merasa nyaman disaat-saat tertentu. Tidak lebih!
"Harusnya lo tahu jawabannya, kalo gue ada rasa sama dia gak mungkin kemarin gue ngasih akses ke lo". Jawab Unaya namun tidak berani menatap kearah Jeka. Jeka tersenyum miring kemudian meraih wajah Unaya dan diarahkan untuk menatapnya.
"Berarti tadi malem kalau gue bablasin gak apa-apa ya Na?".
Blushhhhh....
"Iya bablasin aja Jek, bablasin sampai bibit lo masuk ke pot nya Unaya".-Victor dan Ririn cosplay jadi setan :')
--Ex-Bangsat Boys--
Malamnya setelah lumayan terhibur dengan banyolan Alien Family, Unaya kembali menggalau di balkon. Video marah-marah dan sikap tidak profesional-nya sudah tersebar di media. Agensi menjadikan video itu alat untuk memutar balikan fakta. Kini orang-orang tahunya kalau Unaya diputus kontrak karena kepribadiannya yang buruk. Padahal kan gak begitu, gara-gara kebawa emosi masalahnya jadi semakin besar.
"Ishhh... berisik banget!". Unaya me-reject panggilan-panggilan dari nomor tidak dikenal yang ia yakini adalah nomor wartawan. Beberapa kali di reject tapi panggilan selanjutnya terus masuk hingga membuat Unaya pusing sendiri.
"Hih! Please berhenti! Gue capek!". Ujar Unaya dengan suara bergetar. Hampir saja gadis itu melempar ponselnya kebawah, namun tangan Jeka segera menahannya. Lantas saja keduanya saling menatap, Jeka langsung panik begitu melihat mata Unaya yang nampak berkaca.
"Kenapa? Kok nangis? Cerita mau?". Tanya Jeka lembut sembari menggenggam tangan Unaya. Jujur Jeka belum tahu masalah yang tengah menimpa Unaya, pemuda itu terlalu sibuk mengurusi tetek bengek perkuliahan. Ngecek ponsel aja jarang, apalagi nonton gosip.
"Gak kok, gue tuh gak apa-apa. Cuma lagi down aja". Unaya mengalihkan tatapannya kearah lain karena tidak mau terlihat lemah. Gadis itu tahu beban Jeka sudah banyak, kepalanya pasti pusing mengemban amanat sebagai ketua BEM. Untuk itulah ia tidak mau menambah beban bagi Jeka. Biarlah ia selesaikan masalahnya sendiri, meski sejujurnya ia membutuhkan tumpuan.
"Iya gue juga gak maksa kok buat lo cerita. Cuma kalo boleh mau nemenin lo disini sampai lo ngerasa baikan". Jeka melepaskan genggaman ditangan Unaya dan beralih mengambil bungkus rokok dan korek dari saku jaket. Saat ini keduanya sedang berdiri dipembatas balkon, menatap langit malam yang terbentang luas.
Unaya menoleh kearah Jeka sambil tersenyum kecil. Gadis itu mengusap air matanya, tidak ada alasan untuk menangis kalau sumber bahagianya ada disamping. Jeka menjepit sebatang rokok diujung bibir dan siap menyulut, namun gerakan tangannya berhenti saat matanya kembali bersiborok dengan mata sang gadis.
"Eh iya lupa, lo gak suka bau asap rokok ya?". Jeka buru-buru memasukan rokoknya kembali kedalam kotak. Masih ingat kalau Unaya anti sama bau asap rokok.
"Gak apa-apa kok santai aja, dimaklumi". Sahut Unaya sembari mengulas senyum kecil kemudian kembali menatap lurus kedepan. Jeka ikut tersenyum dan bergegas menyulut rokoknya. Unaya vibes dewasa kok beda ya? Udah gak rewel dan gak nyusahin. Kalau dulu bawaannya pingin nge-jitak aja wkwk.
"Tahu gak kalo malem ini ada super blood moon?". Tanya Jeka tiba-tiba sambil menunjuk kearah bulan yang agak kemerah-merahan. Sesekali pemuda itu mengembuskan asap rokok keatas, sebelah tangannya masuk kedalam saku celana.
"Hah masa sih? Kok gue gak tahu?". Tanya Unaya sembari memicingkan matanya kearah bulan yang ditunjuk Jeka. Dimata Jeka bulannya malam ini terlihat estetik, tapi kalau dimata Unaya bulannya b aja kayak hari-hari biasa.
"Ck! Makannya jangan galau mulu. Mikirin siapa sih sampai pake celana aja kebalik gitu". Jeka menggedikan dagunya kearah celana Unaya yang sakunya ada dibelakang. Unaya sontak menatap kearah bawah kemudian menepuk dahinya lantaran merasa bodoh.
"Sumpah otak gue pindah ke pantat deh ini saking penatnya". Rengek Unaya. Jeka terkekeh, pemuda itu melampar rokok yang baru ia hisap beberapa kali sebelum memberanikan diri untuk memeluk Unaya dari belakang. Bukan modus ini suuueeerrrr deh, cuma Jeka paham kalau Unaya sedang butuh support saat ini meski ia tidak tahu apa masalahnya. Awalnya Unaya agak risih dipeluk Jeka begini, tapi mencium harum tubuh pemuda itu membuatnya lebih tenang. Unaya selalu merasa aman saat ada disisi Jeka, seakan tidak takut menghadapi hari esok karena semuanya akan dilalui berdua. Seindah itu dan sesederhana itu lah arti Jeka dihidupnya.
"Mau cerita, atau mau dipeluk gini aja sampai ngerasa baikan? Atau mau dua-duanya?". Canda Jeka yang membuat Unaya terkekeh. Gadis itu menyadarkan kepalanya didada Jeka sembari menatap bulan yang katanya super blood moon tadi.
"Jeka lo tahu gak sih, momentum itu datangnya gak terduga dan bisa aja gak pernah terjadi lagi. Gue dikeluarin dari agensi dan mungkin gak akan bisa dapetin momentum itu lagi". Cerita Unaya dengan suara sendu. Kepopuleran yang dia bangun dari nol hilang dalam sekejap mata. Unaya tidak pernah menduga kalau itu bakal terjadi, momentum sebagai selebgram terkenal mungkin saja tidak bisa ia rasakan lagi. Ia sadari jika momentum hanya datang sekali dalam hidup dan ia tidak bisa mempertahankannya.
"Lo tahu gak sih Unaya, super blood moon juga adanya sembilan belas tahun sekali". Sahut Jeka tidak nyambung. Jelas saja Unaya sebel, lagi-lagi ngomongin super blood moon. Padahal Unaya gak begitu tertarik.
"Ihhhh... gue gak lagi ngomongin bulan! Gak nyambung ah". Omel Unaya kemudian melengos kearah arah lain dengan sebal.
"Dengerin dulu, jangan ngomel mulu!". Jeka menyandarkan dagunya dibahu sempit Unaya. Unaya berdecak namun menunggu Jeka melanjutkan perkataannya.
"Momentum itu bukannya gak akan datang lagi, kita cuma butuh waktu buat nunggu. Kayak super blood moon yang muncul sembilan belas tahun sekali, mungkin momentum yang lo maksud itu juga bakal datang tapi bedanya waktunya gak bisa dipastikan. Ya kalo lo udah putus asa begini, dipastikan sih lo gak akan dapetin momentum itu lagi". Ujar Jeka sembari menatap wajah Unaya dari samping. Ya Allah Unaya dilihat dari sisi manapun kok tetap cantik? Aduh Jeka jadi salah fokus. Jeka mengelengkan kepalanya beberapa kali agar kesadarannya kembali.
"Masalahnya nama gue udah jelek Jeka. Video gue marah-marah ke manager udah viral, perusahaan-perusahaan juga ogah kali nge-endorse gue. Udahlah karir gue hancur seketika, jadi orang biasa lagi deh gue". Rengek Unaya sambil memijit pelipisnya. Jeka melepaskan pelukannya kemudian menjitak dahi Unaya dengan gemas.
"Gak boleh ngomong gitu. Lo terlalu fokus meratapi kesedihan sampai-sampai lupa kalo gue ini punya usaha Boba. Gue sanggup kali nge-endorse lo. Berapa sih bayaran lo sekali posting?". Tanya Jeka sombong. Unaya yang tengah mengelus-ngelus jidatnya yang perih pun memutar bola matanya malas.
"Bercanda lo? Masa iya gue di endorse Boba?!".
"Lah emang kenapa? Toh halal juga, gak usah gengsi kali. Lagian gue lihat lo nerima endorse sendok bebek kok". Ledek Jeka.
"Ya iya sih, cuma gue tuh males aja kalo semisal muncul berita yang dibesar-besarin. Nanti pasti dikiranya gue udah miskin banget gara-gara nerima endorse Boba. Selama ini gue nerima endorse barang-barang branded Jek". Keluh Unaya. Jeka jadi berfikir ini Unaya memang sudah terlena dengan kepopuleran hingga muncul-lah rasa gengsi itu.
"Lo dulu mulai karir dari bawah kan? Dari yang cuma nerima endorse barang-barang murah kan?". Tanya Jeka yang langsung diangguki Unaya.
"Nah kalau mau dapet momentum seperti apa yang lo bilang tadi, hilangin gengsi. Mulai semua dari awal, gue bisa kok minta Om Papa buat masukin lo ke agensinya". Hibur Jeka sambil menepuk-nepuk pundak Unaya.
"Duh gak usah!". Sahut Unaya langsung.
"Loh kenapa? Masih sensi aja sih lo sama Om Papa".
"Bukan masalah sensi atau enggaknya sama Om Jun. Tadi gue juga udah ditawarin cuma gak yakin aja dia bisa bikin karir gue cemerlang". Kata Unaya jujur. Jeka merangkul Unaya kemudian tangannya naik untuk menepuk-nepuk kepala gadis itu.
"Kalau belum dicoba mana bisa tahu berhasil atau enggak. Gak ada salahnya loh Na nyoba, toh disaat kayak gini lo juga susah kan nyari agensi baru. Ini udah ada didepan mata lho". Bujuk Jeka hati-hati. Namun kentara sekali Unaya benar-benar ragu. Gadis itu tidak bisa asal memutuskan begitu saja, ini menyangkut masa depan. Ia sudah keliru memilih pasangan hidup, jangan sampai salah memilih Bos juga. Bisa-bisa masa depannya semakin suram.
"Hmmmm... lo bener sih, tapi gimana ya". Unaya benar-benar galau saat ini. Tangannya bergerak dengan gelisah, Jeka berinisitif menggenggam jemari Unaya agar gadis itu lebih rileks.
"Gini aja deh. Kalo misal Om Papa gagal, gue punya opsi lain". Tawar Jeka yang membuat Unaya sedikit tergiur. Barangkali Jeka punya solusi lain, begitulah batinnya.
"Apa?". Jeka menjilat bibirnya karena sedikit ragu. Namun kemudian mengumpulkan keberanian meski hanya sedikit. Pemuda itu menatap Unaya lekat sambil terus menggenggam jemari sang gadis.
"Gue bakal nikahin lo, lo takut miskin kan? Ya meski gue cuma punya usaha Boba, tapi udah sukses kok. Lo mau beli barang-barang branded kek barang KW kek, bebas. Mau rebahan dirumah aja juga boleh, biar gue yang kerja keras. Lo tinggal nikmatin hasilnya aja, kan suami kerja juga buat istri. Cuma PR nya gue belum berani nemuin Papa lo hehe". Ujar Jeka panjang lebar kemudian diakhiri dengan kekehan yang terdengar canggung. Sementara itu Unaya bengong dan masih mencerna perkataan Jeka barusan. Aduh Jeka salah tangkep! Unaya bukan takut miskin, cuma sedih aja karena kerja kerasnya selama ini terkesan sia-sia. Membangun popularitas tidak semudah membalikan telapak tangan, butuh momentum. Dan itulah yang ia sayangkan.
"Haha lucu banget sih lo. Iya-iya gue bakal coba percaya sama Om Jun. Lo tadi ngelamar gue? Gak elit banget sih". Ledek Unaya. Jeka lega Unaya tidak sedih lagi, tapi malu juga karena mendadak sok-sokan mau ngelamar anak orang. Tapi yang tadi itu beneran loh, cuma terserah Unaya aja nangkepnya serius atau bercanda.
"Syukur deh lo udah gak sedih lagi. Ya gue kan cuma kasih opsi aja. Toh gak maksa juga, cuma kalo misal lo takut gak bisa memenuhi kebutuhan lo gara-gara udah gak jadi artis lagi, gak usah khawatir. Kan ada gue". Unaya menatap Jeka dengan penuh damba. Ya Allah kok bisa ya dia ngelepas cowok sebaik ini, se-soft ini demi cowok pilihan Papa-nya yang super kaku dan gak menyenangkan itu?
"Iya-iya Jeka, makasih ya. Udah jangan liatin gue terus, tuh bulannya cantik banget". Unaya salting. Ditatap Jeka siapa sih yang gak salting? Kalau Unaya gak pegangan di balkon pasti bakal lemes kek jelly.
"Gak ah, bulan yang ini lebih cantik. Lebih ada peluang bisa digapai, kalau yang itu kejauhan. Gak sanggup". Goda Jeka yang membuat wajah Unaya semakin bersemu karena malu.
"Masuk Pak Eko!". Ujar Lucas dengan suara amat lirih dari atas pohon. Hmmm... lagi-lagi ia jadi saksi bisu keuwuan pasangan itu. Jadi saksi mulu, dia-nya kapan?! Wkwk.