Rozen memasuki Akademi Kuoh dengan santai saat dia menguap. Hari masih pagi, namun sudah banyak siswa yang datang. Seragam mereka rapi dan wajah mereka segar, menunjukkan kalau mereka telah terbiasa dengan kedisplinan ini.
Rozen merapikan kerahnya sedikit saat melewati gerbang dan menyapa para anggota OSIS yang sedang mengawasi, kemudian dijawab dengan anggukan oleh mereka.
Tak butuh waktu lama, Rozen sudah memasuki lorong akademi dan terus berjalan menuju kelasnya sendiri sambil menyapa beberapa kenalan barunya di sini. Tetapi, dia berhenti ketika mendengar suara teriakan dari belakang yang memanggil namanya.
"Rozen-senpai———!!"
Rozen menoleh, dan melihat siswa laki-laki berambut cokelat yang mengejarnya dengan sekuat tenaga itu, berhenti tepat di depannya.
Rozen mengangkat alisnya sedikit, karena dia mengenal siapa remaja laki-laki ini. "Issei?"
Issei mengangguk sambil terengah-engah ketika dipanggil namanya dan menarik nafas dalam, lalu mengangkat kedua tangan untuk mencengkram pundak Rozen dengan wajah tegas. "Rozen-senpai! Sebenarnya sihir apa yang kau berikan padaku kemarin!?"
"Sihir?" Rozen bagaimanapun membuat wajah bingung sejenak, sementara diam-diam mengamati Issei dan langsung mengerti. "Jadi kau sudah menelan permennya, ya?"
Permen yang dimaksud Rozen adalah permen yang dia berikan kepada Issei kemarin setelah dia mengambil Boosted Gear miliknya.
Permen itu dibuat oleh Rozen sendiri menggunakan sihir kecilnya dan memiliki kekuatan untuk meningkatkan kharisma seseorang sedikit, seperti yang di tunjukkan sekarang; wajah Issei yang dulunya biasa-biasa saja dan tidak memiliki daya tarik, sekarang terlihat lebih cerah dan strukturnya menjadi lebih tampan setelah dia memakan permen itu.
Rozen tidak keberatan untuk memberi Issei hadiah kecil ini sebagai ganti Boosted Gear-nya. Ini memang terlihat tidak adil untuk menukarkan permen peningkat kharisma kecil dengan salah satu dari 12 Longinus terkuat ... tapi, siapa peduli? Bagaimanapun, Issei juga tidak tahu.
"Ya! Itu benar-benar sangat ajaib hingga aku tidak bisa berkata-kata!" Issei mengeluarkan seruan takjub. "Aku bahkan langsung mendapatkan pacar setelah aku memakan permen darimu itu, Rozen-senpai!"
"Pacar?" Rozen mencari siapa yang dimaksud "pacar" itu di celah ingatannya dan tersenyum setelahnya. "Oh, biar kutebak. Apakah dia memiliki nama Yuuma? Dia gadis berambut hitam panjang, kan?"
"–!? H—Hebat! Bagaimana kau bisa tahu tentang itu, Rozen-senpai?" Issei merasa heran. "Apakah kau sudah pernah bertemu dengannya?"
Rozen menggelengkan kepala. "Tidak, aku belum pernah bertemu dengannya sama sekali. Aku kemarin sore hanya tidak sengaja melihatmu ditembak olehnya di jembatan. Ngomong-ngomong ... kelas pagi sudah hampir dimulai dan aku harus pergi dului. Kalau begitu sampai nanti, Issei Hyoudou, semoga kau beruntung dengan kehidupanmu."
Issei tanpa sadar menoleh ke jam yang ada di sekolah dan menemukan bahwa kelas pelajaran memang akan dimulai hanya beberapa menit lagi. Dia kemudian menoleh kembali untuk melihat Rozen yang ada di depannya, namun sudah tidak ada siapapun di sana dan dia ditinggal sendirian.
"...."
----
Rozen memasuki kantin. Istirahat sekarang telah dimulai dan dia harus menggunakan waktu ini untuk mendapat makan siangnya yang berharga di sini. Karena tak memiliki teman lelaki untuk diajak, dia sendirian mengantri secara sabar dan teratur.
Mungkin menjengkelkan bagi siswa lainnya untuk menunggu lama seperti ini saat perut sudah keroncongan, tetapi bagi Rozen yang telah mengalami berbagai masalah seperti menunggu anime favoritnya untuk mendapat season lanjutan saat sistem ruang dan waktu rusak, ini bukanlah apa-apa.
Beberapa menit kemudian akhirnya giliran Rozen dan dia mengambil nampan yang diberikan. Meskipun ada beberapa lauk yang nampaknya kurang, Rozen tidak keberatan dan berjalan untuk mencari bangku.
Pada saat itu, saat masih berjalan, di salah satu bangku, Rozen memperhatikan ada dua gadis cantik yang sedang memakan makanan mereka sendiri dengan sopan, memiliki etika seperti bangsawan kelas atas. Yang satu memiliki rambut panjang berwarna merah crimson, sedangkan yang satunya lagi memiliki rambut berwarna hitam dengan kuncir kuda.
Saat gadis berambut merah itu ingin memasukkan makanan kedalam mulutnya, dia tiba-tiba berhenti dan tersendat seolah dia merasakan sesuatu yang aneh. Dia melihat sekeliling, sebelum matanya berhenti dan terkunci ke sosok Rozen.
"Ada apa, Rias?" Gadis berambut hitam dengan kuncir kuda yang duduk di sebrang meja, menyadari gerakan tiba-tiba dari temannya dan bertanya.
Gadis berambut merah bernama Rias, menggelengkan kepala dan mengalihkan pandangannya ke temannya secara perlahan, kemudian berkata, sambil agak linglung, "Tidak, tidak ada apa-apa, Akeno. Hanya saja ... apakah kamu mencium bau naga?"
"Naga?" Gadis yang seorang teman Rias bernama Akeno ini, memiringkan kepalanya dan bingung. Dia mengendus udara secara tidak sadar dan menggelengkan kepalanya, lalu menatap Rias lagi. "Tidak, yang kutemukan di sini hanya bau makanan harum, Rias."
Rias agak tidak bisa menahan kedutan ketika melihat tingkah laku temannya ini ... Dia kemudian menoleh ke tempat dia melihat Rozen tadi, namun remaja berambut hitam itu telah hilang dan di sana hanya dipenuhi oleh kerumunan siswa.
"Apakah ini hanya imajinasiku ...? Tidak, mungkin aku harus menyelidikinya nanti."
Dengan itu, Rias dan Akeno kemudian melanjutkan makan siang yang mereka miliki.
Sementara itu, Rozen yang telah duduk di bangkunya sendiri, menyeringai diam-diam dan memakan ayam goreng diam-diam juga ....
---
Sore hari, di salah satu ruangan di gedung sekolah lama, klub Okultisme.
Gadis mungil berambut putih dengan potongan bob, Koneko, menutup pintu ruangan dengan hati-hati tanpa mengeluarkan suara. Kemudian, dia berbalik ke belakang dan melihat Rias, ketua dari klub ini, bersama Akeno yang seorang wakil ketuanya; berdiri di belakang Rias dengan senyum sopan yang memberi ilusi bahwa itu akan selalu terpampang di wajahnya apapun situasinya.
"Hasilnya negatif, Ketua." Koneko mendekat. Dia melapor kepada Rias dan langsung masuk ke intinya. "Issei-senpai, sudah bisa dipastikan bahwa dia tidak memiliki Sacred Gear di dalam dirinya lagi."
Rias, menaruh dokumen di meja dan memijat pelipisnya sambil menghela nafas, kemudian bergumam, "Sudah kuduga hasilnya akan seperti ini ..." Dia lalu mengangkat kepalanya dan mentap Koneko. "Lalu apakah kamu menemukan hal lain?"
"Ya, ada." Koneko merespon dengan cepat saat dia mengangguk, seolah dia telah menduga akan ditanyai hal seperti ini. "Saya memperhatikan entah bagaimana ... Issei-senpai, terasa lebih menarik perhatian. Secara singkatnya—dia lebih berkharisma."
"Berkharisma?" Rias merasa bingung sejenak, namun beberapa detik kemudian, dia langsung memiliki sebuah dugaan berani dan tidak bisa menahan untuk mengerutkan dahinya. "Apakah itu pengaruh sihir?"
"Saya juga tidak yakin tentang hal itu, Ketua." Koneko menggelengkan kepalanya. Dia melanjutkan, "Tapi setelah saya bertanya kepada Issei-senpai sendiri ... dia menjawab bahwa dia merasa jauh lebih tampan tepat saat setelah mendapatkan sebuah permen dari Rozen-senpai."
"Rozen?" Rias tiba-tiba langsung menyipitkan matanya ketika mendengar nama ini dan merasa, bahwa ini semakin tidak sesederhana kelihatannya.