webnovel

ELYANA

Ini tentang Elyana, atau biasa dipanggil Eli yang menyukai kakak tirinya sendiri yaitu William Martinez, dengan kenyataan bahwa pria itu sangat membencinya karena pernikahan orang tua mereka. Eli sadar, mau sampai kapanpun mungkin William akan membencinya dengan terbukti sikap kasar yang sering pria itu berikan kepadanya entah melalui tindakan verbal maupun non verbal. Tapi Eli bisa apa, hal itu bahkan tidak bisa menghapus perasaannya kepada kakak tirinya itu. Karena bagi Eli, William adalah potret sempurna dari tipikal pria idamannya selama ini. Mungkin kata Jane memang benar, sahabatnya itu suka sekali menyebut ia bodoh karena sudah jatuh cinta dengan pria yang bahkan tidak pernah memikirkan perasaannya. Lagi-lagi Eli bisa apa? Namun sepertinya, prinsipnya yang ia pegang teguh itu membuahkan hasil. Atau mungkin, memang sejak dulu William memang menyukainya, namun tidak pernah dia tunjukkan karena sebuah alasan. Ya, dan alasan itulah yang akhirnya mengungkap rahasia kelam yang selama ini Papa Eli tutupi mengenai kematian Mamanya dan juga rahasia-rahasia besar lainnya. Darisana Eli sadar, bahwa selain mendiang Mamanya, William yang selama ini secara terang-terangan membencinya justru menjadi orang kedua yang peduli padanya. Dan justru bukan Papanya yang selama ini ia banggakan, ataupun Mama tirinya yang Eli pikir benar-benar baik kepadanya.

Shawingeunbi · 若者
レビュー数が足りません
113 Chs

Chapter 12

Christ terlihat keluar dari dalam ruangan dokter yang baru saja mengurusi Sissy yang masih terbaring kritis di ruangannya. William yang sejak tadi menunggu di luar ruangan terlihat menyambut Christ dengan panik.

"Bagaimana? Dia tidak kenapa-kenapa kan?"

"Tenanglah, sir. Nona Sissy baik-baik saja kok. Sebentar lagi dia akan siuman." ucap Christ menenangkan sehingga membuat William mendesah lega.

"Apa kau sudah menyelidiki siapa penabrak Sissy?"

"Sudah sir. Saya sudah menemukannya dan sekarang pelaku sedang dalam kejaran polisi."

"Kerja bagus, Christ. Pastikan orang itu mendapatkan hukuman yang setimpal." tegas William.

Christ mengangguk, ekspresinya kemudian berubah serius seakan ingin mengatakan sesuatu tapi ia tidak berani melakukannya sehingga hal itu disadari oleh William.

"Ada apa? Apa ada masalah lain?" tanya William menyadari sikap berbeda asistennya itu.

"Begini sir, sepertinya saya tadi melihat Eli ada di rumah sakit ini."

William tampak marah setelah mendengar laporan dari Christ. Disaat seperti ini bisa-bisanya dia membahas gadis itu padahal disini ada Sissy.

"Bisakah kau tak membahas tentang gadis itu saat ini?!"

"Maafkan saya sir, saya hanya memberitahu anda saja."

Tangan William tampak mengibas-ngibas ke udara mengisyaratkan Christ untuk tidak membahas tentang gadis itu lagi di depannya, "Lupakan! Pokoknya jangan bahas dia lagi mulai sekarang."

Ternyata benar, sir William masih mencintai nona Sissy. Jadi waktu itu aku salah mengira jika dia mulai menyukai Eli. Ah, syukurlah. Batin Christ senang.

Entah mengapa kini raut wajah Christ tampak berbinar, dia memilih pamit setelah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi ucapannya kembali. Setidaknya dengan begini, aku bisa mendekatinya dengan tenang. Ujar Christ dalam hati.

Sepeninggal Christ, William menghela nafas panjang.

"Sepertinya aku harus melupakan niatanku untuk meniduri Eli, karena aku sudah menemukan Sissy, kini aku harus mencari cara agar dia kembali ke sisiku dan melupakan pertunangan sialan itu."

*************

"El, kau kemana saja?" tanya Lea masuk ke dalam kamar Eli.

Mengetahui keberadaan Mama tirinya itu, Eli terlihat memandangnya tidak suka. Karena setiap melihat wajah wanita itu, Eli selalu mengingat mendiang Mama-nya.

"Bisakah kau tinggalkan aku sendirian? Aku mau beristirahat."

Sean yang kebetulan baru saja masuk ke dalam kamar putrinya itu terlihat terkejut mendengar intonasi suara Eli yang ditujukan kepada Lea.

"Elyana, dimana sopan santunmu?!" teriaknya marah.

Eli berdecih menanggapi kemarahan Sean, "Lalu apa yang Papa lakukan barusan? Dimana sopan santun Papa?!"

Plakkk!

Diluar dugaan, tiba-tiba Sean menampar pipi Eli dengan keras. Rasa sakit yang sejenak Eli rasakan tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan rasa sakit di hatinya saat ini. Papa-nya sekarang memang bukan Papa-nya yang dulu lagi. Kebanggaannya pada pria itu seketika meluntur didetik itu juga.

Eli menyentuh pipinya yang baru saja di tampar Sean, kemudian memandang pria itu dengan penuh kebencian lalu beralih memandang ke arah Lea dengan tatapan yang sama.

"Aku menyesal karena sudah memiliki Papa seperti Papa!" ucapnya penuh penekanan lalu berlalu pergi dari sana.

"Eli? Tunggu sayang, kau mau kemana?" cegah Lea, lalu memandang Sean kecewa, "Bagaimana mungkin kau bisa melakukan hal itu pada putrimu sendiri?" ucapnya tak percaya lalu berlari mengejar Eli yang sudah keluar duluan.

Sean yang juga tampak tidak percaya dengan apa yang dilakukannya barusan bergetar hebat. Ia mengacak rambutnya frustasi, "Apa yang sudah aku lakukan?!"

"Eli, tunggu! Kau mau kemana?" Lea berhasil mencegah Eli dengan menahan tangannya, namun tak berapa lama Eli langsung menampiknya.

"Bukan urusanmu!"

Ketika Eli akan pergi dari sana, ucapan Lea pun menghentikan Eli. Gadis itu menggenggam tangannya sampai jari kukunya memutih.

"Eli? Apakah aku sudah berbuat kesalahan padamu?" tanya Lea.

Eli menoleh, "Iya, kesalahanmu memang banyak Lea, sampai aku tidak bisa menjabarkannya tetapi, apa yang kau lakukan pada mendiang Mama-ku benar-benar keterlaluan. Kalian berdua, pantas masuk neraka!"

Deg!

Lea tampak terdiam ditempatnya, hal itu membuat Eli tersenyum sinis. Lihatlah, apa dia pikir bisa menutupi kejahatan yang ia perbuat selamanya?

"Sampai kapanpun, perbuatan kalian berdua tidak akan pernah bisa kumaafkan. Aku bersumpah atas nama mendiang Mama-ku, kalian akan mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang pernah kalian lakukan!" tegas Eli lalu berlalu pergi.

Sepeninggal Eli, Lea luruh jatuh ke atas lantai karena tak mampu menyeimbangkan berat tubuhnya. Kakinya terasa lemas. Tatapannya tidak fokus, Sean yang menurung baru saja menuruni tangga tampak terhenyak melihat keadaan Lea.

"Sayang, ada apa?"

Kepala Lea menggeleng-geleng, "Eli tidak mungkin mengetahuinya kan?"

Dahi Sean hanya mengernyit karena tidak mengerti akan arah pembicaraan istrinya itu, "Apa maksudmu?"

"Eli sudah tahu hubungan terlarang kita dulu."

Mata Sean sontak membulat tak percaya, "Sayang, jangan bercanda!"

"Aku serius! Dia mengatakannya sendiri barusan. Apa yang harus aku lakukan? Dia pasti sangat membenciku sekarang."

"Sayang, tenanglah. Kita hanya perlu berterus terang padanya."

"Berterus terang padanya? Maksudmu membuatnya semakin membenci kita? Sayang, kau tahu kalau aku sangat menyayangi Eli kan? Dia sudah kuanggap darah dagingku sendiri! Bagaimana mungkin kau bisa berkata untuk berterus terang padanya?!"

"Lea, sudah kubilang untuk tenang kan? Aku mengenal Eli karena dia putriku sendiri. Dia akan mengerti jika kita jujur padanya."

Lea menggeleng, "Lalu bagaimana kita menjelaskan tentang keadaan Sica yang sebenarnya? Kau pikir Eli akan memaafkan kita?"

"Lea, selama kita tutup mulut tentang Sica, semua akan baik-baik saja. Jadi kumohon tenanglah, kita hanya mengaku tentang hubungan kita saja, tidak untuk yang lain." jelas Sean.

*********

"Aku masih tidak menyangka kita dipertemukan kembali dengan cara seperti ini." ucap Sissy yang terlihat berbinar memandang William yang duduk di sampingnya setelah wanita itu diperbolehkan untuk pulang dan kini sedang berada di dalam mobil pria itu menuju ke rumahnya.

William yang terlihat duduk dengan kaku tampak berusaha mengabaikan Sissy pada awalnya, namun ia tidak bisa melakukannya.

"Jika kita dipertemukan kembali, bukankah itu tandanya kita jodoh?" jawab William berterus terang.

Christ yang terlihat menyetir melirik William dan Sissy dari kaca spion merasa penasaran dengan reaksi Sissy.

"Kuharap begitu." jawab Sissy sambil tertawa.

William berdecih, "Kau masih sama seperti dulu."

"Kau juga." tanggap Sissy cepat diikuti tawa lagi.

"Bisakah kau sedikit serius? Jangan berpikir ucapanku barusan adalah bahan candaan."

"Wil, kau benar-benar membosankan." protes Sissy.

Christ terkekeh, William pun memelototinya karna kesal.

"Ya, Sissy. Jangan mempermalukan aku!"

"Mengapa kau berpikir begitu? Aku tidak pernah ada niatan untuk mempermalukanmu. Benarkan Christ?" ujar Sissy meminta bantuan kepada Christ yang sibuk menyetir.

Christ hanya mengangguk kaku, "Be-benar nona."

"Kau dengar itu Wil?"

William menyilangkan tangannya di depan dada sambil berdecak, "Kau selalu melibatkan Christ untuk menyudutkan aku."

"Kau bukan bangunan ruang, mengapa aku harus menyudutkanmu?"

"Astaga, hentikan sekarang juga. Leluconmu sudah mulai tidak lucu, Sissy. Benarkan Christ?" kali ini ganti William yang meminta bantuan kepada Christ.

Christ terdiam kaku, dulu ia pernah berada diposisi ini, sekarang ia merasa de javu tapi ia juga merasa kikuk untuk melakukannya lagi. Rasanya sudah sangat lama. Tapi, ia tidak bisa menolak dan lagi-lagi mengangguk menanggapinya.

William berseru keras, "Kau lihat itu, Sissy?"

Sissy memutar bola matanya jengah, "Ck. Kekanakan sekali, memangnya siapa kau yang berani menilai leluconku huh?"

"Apa perlu kuberi tahu?"

William menyudutkan Sissy disudut kursi penumpang, "Wil?" panik Sissy karena tindakan tiba-tiba dari pria itu.

"Aku merindukanmu, Sissy Watson. Sangat-sangat merindukanmu." ujar William memasang ekspresi sendu.

Sissy tampak terdiam, ia menatap manik mata William secara dekat, lalu berusaha mengalihkannya dan kemudian matanya membulat ketika menangkap sesuatu melewati retinanya. Reflek ia mendorong dada William dengan kuat sampai tubuh pria itu terhempas ke belakang cukup keras.

"HENTIKAN MOBILNYA SEKARANG!"

CYIIIIIIITTTTTTT~

Christ menginjak pedal rem mendadak mengikuti intrupsi Suzy. Untung saja tidak ada kendaraan lain dibelakang mereka.

"Sissy, kenapa--"

"ADA YANG MAU BUNUH DIRI! TOLONG LAKUKAN SESUATU!" ucap Sissy panik memotong kalimat William.

Memang kebetulan mobil mereka tadi sedang melewati sebuah jembatan, dan tadi Sissy tidak sengaja menangkap penampakan seorang perempuan yang terlihat akan terjun dari atas jembatan.

William berdecak, "Itu urusan dia, mengapa kita harus ikut campur?"

BLAM!

Terdengar pintu tertutup, William melihat ke arah dimana Christ tampak seperti orang kesetanan berlari ke arah dimana Sissy menunjukkan seseorang yang akan bunuh diri tadi.

Deg!

Dari ekor matanya, William mengenali dengan jelas siapa perempuan yang sedang meronta-ronta ketika Christ berusaha menolongnya untuk tidak bunuh diri.

"Astaga, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus turun untuk membantunya?" ucap Sissy panik.

Jungkook menahan tangan Sissy, "Christ bisa melakukannya sendiri. Kita tunggu dan lihat dari sini saja."

Dan benar saja, Christ benar-benar bisa mengatasinya sendiri dan membuat perempuan itu tidak jadi bunuh diri meskipun dia masih saja terlihat mengelak.

"Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana?!"

"Ikut aku!"

"Tidak mau, lepaskan aku! Aku tidak mau hidup lagi! Lebih baik aku mati!"

"Eli, jangan gila! Untuk apa kau melakukan ini?"

"Jangan ikut campur dengan urusanku!"

Ketika Eli berbalik akan melakukannya lagi, diluar dugaan tiba-tiba Christ menarik tangannya sehingga membuat Eli kembali berbalik dan jatuh ke dalam pelukan Christ.

"Kau sangat berharga melebihi apapun, Eli. Terima kasih sudah terlahir di dunia ini, Mama-mu pasti sangat bangga dan beruntung." bisik Christ tepat di telinga Eli dan membuat gadis itu menangis di dalam pelukannya.