Edgar terkekeh lalu membelai lembut rambut Hanna dengan lembut.
"Maaf, Martin, langsung saja siapkan makanan yang biasa saya pesan. Terima kasih diskonnya," kata Edgar.
"Edgar, aku belum hitung," rengek Hanna.
"Diam, Sayang. Aku lapar," balas Edgar dengan raut wajah memelas.
Hanna tiba-tiba menjadi iba saat melihat tatapan memelas Edgar.
"Baiklah. Martin langsung pesan aja, terima kasih," kata Hanna lembut.
"Baik, Nona dan Tuan. Terima kasih. Makananya akan kami segera persiapkan," balas Martin.
Martin menunduk lalu pergi dari hadapan mereka.
"Sayang, restoran ini mahal sekali. Gajiku aja pasti kurang kalau mau bayar," kata Hanna.
"Ya sudah makanya aku bayarin, Sayang. Apa pun akan aku berikan yang penting kamu bahagia," balas Edgar lembut membuat Hanna terharu dan memeluk Edgar.
Tanpa mereka sadari di belakang mereka ada tamu yang mendengar ucapan mereka.
"Kenapa aku seperti pernah mendengar suara itu, ya?" gumam perempuan itu.
Perempuan itu melihat ke belakang. Matanya membulat saat melihat kedua insan yang tengah berpelukan.
"Hanna, Edgar," gumam perempuan itu.
"Agatha, ada apa?" tanya tanya Patricia.
"Patricia, aku pergi sebentar," jawab Agatha.
Hanna mendengar suara seseorang yang familiar menengok ke belakang hingga mata mereka saling beradu.
"Sayang, ada apa?" tanya Edgar melihat apa yang dilihat kekasihnya.
"Mama," kata Edgar dengan suara kecil.
Hanna menengok ke arah Edgar. "Mama?" tanya Hanna heran.
"Maaf, Sayang, aku salah lihat," jawab Edgar.
Hanna menggenggam tangan kekasihnya dengan erat sambil mendekati telinga Edgar.
"Perempuan tua itu pernah menemui aku," bisik Hanna pada Edgar.
Agatha melihat kedua insan itu seperti panik melangkahkan kakinya makin dekat hingga ke hadapan Hanna dan Edgar.
"Kamu masih saja mau sama pria ini. Seharusnya kamu jauhi dia agar tidak ada masalah besar di lain waktu," kata Agatha dengan raut wajah santai.
"Saya tidak pernah percaya perkataan Nyonya. Pria ini adalah pria terbaik di hidup saya, jadi saya harap Nyonya tidak ikut campur," kata Hanna dengan tegas.
Agatha menepuk bahu Hanna sambil sesekali menatap ke arah putranya yang hanya diam saja.
"Kamu akan menyesal dan tidak akan bisa kembali lagi kalau sudah tersesat karena pilihanmu sendiri," kata Agatha.
Edgar menggenggam tangan Hanna. Dia meminta pada perempuan itu untuk duduk kembali.
"Kamu memang pernah menyakiti anak orang itu?" tanya Hanna.
Agatha yang kesal menarik tangan Hanna hingga tautan tangan Hanna dan Edgar terlepas.
"Saya peringatkan sekali lagi untuk menjauhi pria ini. Dia tidak pantas untuk wanita sepolos kamu!" teriak Agatha.
Edgar menghelakan napas lega. Ternyata Agatha tidak mengakui dia sebagai putranya.
"Tuan Edgar, kita bicarakan nanti," kata Agatha.
"Cukup! Katakan saja sekarang apa yang Nyonya ingin bicarakan. Saya ingin tahu," balas Hanna.
Tidak lama Patricia menghampiri Agatha. Perempuan itu bingung dengan apa yang terjadi saat ini di hadapannya.
"Kita lanjutkan saja acara makan kita," kata Agatha.
Agatha tersenyum miring ke arah Hanna. Dia lalu mengajak Patricia kembali ke tempat duduk mereka.
"Kamu kalau masih ada masalah dengan anak nyonya itu mending selesaikan. Aku tidak mau ada masalah menimpa hubungan kita," kata Hanna ketus.
Edgar mengambil tangan Hanna lalu mengecupnya dengan lembut.
"Sayang, aku tidak memiliki hubungan apa pun dengan putri nyonya itu. Hanya kamu saja yang saat ini berada di hatiku, tidak ada perempuan lain," kata Edgar.
"Iya aku akan berusaha percaya sama kamu," balas Hanna.
Mereka kembali duduk saat makanan mereka sudah tiba. Hanya dentingan garpu dan sendok yang saling sahut-menyahut menemani acara makan mereka.
"Sayang, sini buka mulut kamu," kata Edgar sambil menyodorkan sendok berisi makanan.
Hanna menepis tangan Edgar, tapi pria itu tidak kunjung menyerah. Akhirnya Dia membiarkan Edgar menyuapinya.
"Aku muak dengan pemandangan ini. Kita selesaikan acara makan kita sampai sini saja," kata Agatha.
Agatha bersama Patricia melangkahkan kaki menuju mobil setelah membayar pesanan mereka. Agatha selama di perjalanan hanya diam saja dan menunjukkan raut wajah kesal.
"Agatha, memang pria tadi itu siapa?" tanya Patricia.
Semua teman-teman Agatha tidak ada yang mengenali siapa saja keluarga perempuan itu. Bahkan mereka tidak diizinkan main ke rumahnya, jadi mereka hanya pernah bertemu Max aja.
"Tidak usah memikirkan apa yang barusan terjadi," jawab Agatha.
"Kamu mau langsung pulang setelah mengantar aku?" tanya Patricia.
"Langsung pulang saja," jawab Agatha.
Tidak lama mobil yang dikendarai sopir berhenti di depan rumah Patricia. Mereka berdua turun dari mobil setelah sopir membukakan pintu.
"Agatha, kamu mampir rumah aku dulu yuk. Kita bisa melanjutkan obrolan yang sempat terputus tadi," kata Patricia.
"Aku mau istirahat dulu," balas Agatha.
Agatha masuk ke dalam mobil setelah berpamitan pada Patricia. Dia selama di perjalanan menuju rumah hanya diam saja, dia sudah lelah dengan tingkah Edgar yang terlihat terus mendekati Hanna.
***
Edgar yang sudah selesai makan bersama Hanna meminta tagihan pesanan mereka pada pelayan.
"Kamu masih mau pesan makanan lagi?" tanya Edgar.
"Tidak usah. Aku sudah kenyang banget," jawab Hanna.
Hanna menatap Edgar dengan tatapan menyelidik. Dia tiba-tiba merasa ragu dengan hubungannya.
"Edgar, aku ingin bicara," kata Hanna.
Edgar meminta perempuan itu membicarakan apa yang ingin dibicarakan.
"Apakah kamu sebelumnya pernah patah hati?" tanya Hanna.
"Hanna, patah hati dan jatuh cinta itu beda tipis. Hal itu akan selalu saling terkait dan terkadang memang harus dialami manusia supaya bisa bangkit lagi. Ya bisa aja tidak bangkit lagi, tapi hidup harus tetap lanjut," jawab Edgar.
Hanna masuk ke dalam pelukan Edgar. Dia sangat takut kehilangan pria yang sekarang menjadi kekasihnya.
"Aku takut mengalami patah hati dan kehilangan kamu," kata Hanna.
Edgar menatap mata Hanna yang sangat tulus dan berkaca-kaca menjadi merasa bersalah.
"Maaf aku bisa saja segera melukai perasaan kamu," gumam Edgar.
Mereka berpelukan hingga pelayan datang menyodorkan tagihan pesanan mereka.
"Ambil saja kembaliannya," kata Edgar sambil memberikan beberapa lembar uang pada pelayan.
Edgar menghapus air mata Hanna yang mengalir.
"Aku minta kamu untuk tidak pernah mengkhianati kepercayaan aku lagi," kata Hanna.
"Aku berjanji," balas Edgar.
Edgar berusaha tersenyum pada Hanna. Dia ingin menutupi rasa bersalahnya pada perempuan itu.
"Kita pulang saja," kata Edgar.
Edgar mengambil tangan Hanna. Dia memutuskan untuk mengajak kekasihnya langsung pulang ke apartemen.
"Kamu istirahat saja. Perjalanan masih jauh," kata Edgar.
"Aku mau ngobrol sama kamu. Besok kamu kerja?" tanya Hanna.
"Iya. Besok aku tidak bisa mengantar kamu soalnya aku ada rapat penting," jawab Edgar.
"Semangat kerjanya besok. Semoga rapat kamu lancar," kata Hanna dengan senyum manisnya.
"Iya, Sayang. Sekarang kamu istirahat dulu. Masih jauh," balas Edgar.