webnovel

EDEN - Kisah Dunia Fana (Original)

EDEN — DEUS EX MACHINA Rama hanyalah seorang anak sekolah dasar biasa yang kini telah mengetahui rahasia-rahasia dunia, dan semua itu terjadi berkat sahabatnya, Liel, seorang anak yang mampu membuat keajaiban. Berkat itu, Rama juga mengenal banyak orang aneh. Ada anak yang mampu terbang tinggi di angkasa, juga seorang yang bersaudara dengan seekor naga, dan bahkan gadis kecil yang berkeliaran membawa pedang. Namun, setelah dua tahun menjalani kehidupan damai yang penuh dengan keajaiban, sesuatu yang tak terduga akhirnya terjadi, dan karenanya Rama berkali-kali hampir kehilangan nyawanya. Menara itu muncul di tengah dunia manusia. Lalu, bocah yang amat biasa itu pun akhirnya jatuh ke dalam medan perang... "Keajaiban itu sama seperti sebuah belati cantik yang terbuat dari permata murni. Tapi, kan, pada akhirnya itu tetaplah sebuah belati, bukan? Itu tajam... Dan mampu mengiris nadimu." —Liel ________________________________ BOOK 2: KISAH-KISAH MEREKA Ini adalah kumpulan kisah dari mereka yang pernah melalui suatu perjalanan yang penuh akan sihir dan keajaiban. Ada yang berakhir bahagia dan penuh tawa, dan ada pula cerita yang harus berakhir menyedihkan dan penuh akan tragedi. Semuanya itu tertuang di dalam tulisan ini. Mungkin ini adalah kisah tentang seorang anak yang bisa terbang di langit. Atau tentang dirinya yang hidup bersama dengan para monster. Atau kisah tentang seorang anak titisan para Dewa. Dan mungkin juga kisah seorang yang mampu menciptakan kehidupan dan kematian. Atau mungkin juga kisah tentang seorang anak yang tak akan mati oleh waktu. Inilah kisah dari mereka yang terpilih, juga mereka yang tak terlihat. “Entah orang itu jahat atau baik, setidaknya ada satu titik dalam hidupnya, di mana orang itu memiliki pengalaman hebat dan paling ajaib yang pernah terjadi padanya. Sebuah kisah magis yang menakjubkan.” —Anima Allefren, seorang yang hidup dari “EDEN : Tangisan, Impian & Hiduplah” #FANTASEAS_UNIVERSE #EDEN_SIDE_STORY

KEVIN_ESP · ファンタジー
レビュー数が足りません
63 Chs

Hujan Tombak Semerah Darah

Artan melayang di angkasa malam dalam diam. Matanya yang tajam dan mengkilap tertuju kepada ribuan sosok hitam—dosa—yang berkerumun jauh dibawah sana. Lalu, dengan satu ayunan tangannya, tiba-tiba saja ada begitu banyak cahaya merah yang bermunculan di belakangnya, dan dalam sekejap mata, cahaya-cahaya merah itu mulai memuntahkan tombak-tombak api merah menyala yang tak ada habisnya bagaikan hujan dan melumat makhluk-makhluk jahat itu hingga tak tersisa.

"Semua ini... salah kalian."

Daratan tandus itu berubah menjadi hitam dan penuh dengan lubang di mana-mana, seolah-olah baru saja terjadi perang besar di tempat itu. Atau mungkin pembantaian?

Namun, tatapan Artan yang merah bak darah tetap saja masih memancarkan kebencian yang teramat sangat. Remaja berkulit putih cerah itu benar-benar marah sampai pada titik di mana ia tak bisa menahannya lagi.

Artan turun dari langit. Dia mendarat dengan mulus di tanah.

Tiupan angin sendu menyambut dan serasa menyisir rambut lebatnya yang seputih salju dengan lembut. Setelan hitam legam yang dikenakannya membuat dirinya tampak seperti seorang bangsawan. Jubah hitamnya yang terlihat masih baru juga terombang-ambing oleh angin.

Meski semuanya nampak begitu sempurna kala itu, tapi sayangnya, hati Artan masih dipenuhi amarah yang membara. Api menyala yang mengendap dalam hatinya tetap tak kunjung padam.

Artan menarik secarik kertas dari dalam jubahnya. Di kertas kecoklatan itu memuat berita tentang "Keganjilan Dunia" yang terjadi pagi tadi, tepatnya di pagi buta, pukul tiga subuh.

Di sobekan kertas itu ada gambar sketsa sosok makhluk hitam bertubuh raksasa yang telah berhasil menumbangkan puluhan para prajurit dunia lain hingga tak berdaya, dan di situ tertera pula daftar nama para prajurit-prajurit itu.

Namun, mata Artan tertuju pada nama yang ditulis dengan tinta perak menyala yang berada di urutan pertama; Fira Antreninya, si Pedang Pelangi Ungu, dan biasa dikenal sebagai salah satu warga dunia lain berperingkat perak terkuat, sekaligus sahabat karib Artan.

Gadis tomboy berambut ungu itu kini terbaring di rumah sakit dan masih tak sadarkan diri karena ulah Keganjilan Dunia itu, atau tepatnya, si sosok raksasa hitam itu—makhluk yang terlahir dari dosa manusia yang teramat sangat banyak.

Keganjilan Dunia, ditafsirkan sebagai sesuatu yang seharusnya tidak pernah ada di dunia ini. Sesuatu yang melanggar hukum takdir, waktu, dan kehidupan itu sendiri, dan sifatnya pun hanya bisa merusak.

Sementara itu, yang mampu menghapuskan Keganjilan Dunia itu, hanyalah para Rakyat Dunia Lain saja. Namun, bukan berarti itu adalah perkara yang mudah. Bukan karena mereka tidak mampu, melainkan karena mereka juga sudah terlalu lelah dengan semua ini.

Jika itu hanya menjaga manusia dari dosa-dosa yang seperti biasanya, tentu mereka semua bisa, lagi pula itu sudah menjadi tanggung jawab tiap Rakyat Dunia Lain, tapi kalau harus berhadapan dengan Keganjilan Dunia, maka itu tak ada bedanya dengan peperangan yang sudah mereka lewati di dunia sana.

Dan peperangan, adalah hal terakhir yang diinginkan semua Rakyat Dunia Lain yang hidup di dunia ini. Atau jelasnya, tak ada satupun dari mereka yang menginginkan peperangan.

Artan meremas kertas itu lalu membuangnya. Matanya yang sangat merah sekarang tertuju pada bulan yang tergantung di angkasa.

"Ya... aku akan mencarinya. Pokoknya, aku akan menunggu makhluk itu datang kembali... dan memusnahkannya." Artan bergumam pelan dengan suara dingin. "Aku nggak akan terlambat lagi..." Dia masih tak terima sahabat satu-satunya dibuat babak belur seperti ini. Apalagi, Artan juga selalu mengobrol dengan Fira lewat telepon setiap malam. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia harus sendiri lagi, tanpa satupun yang bisa menemaninya bicara.

"Hah... Lubuntur Defuid." Setelah mengucapkan doa itu, petir hijau seketika turun dari angkasa diiringi suara menggelegar. Petir hijau itu menelan Artan, dan membawanya ke sisi lain bumi. Sedetik kemudian, dia telah tiba di suatu gang yang lebih gelap, kotor, dan penuh dengan sampah yang berserakan.

Akan tetapi, rupanya ada beberapa preman yang juga sedang nongkrong di tempat itu. Ketika mereka menyadari keberadaan Artan yang entah datang dari mana, mereka langsung menunjukkan sikap mereka yang, entahlah, intinya mereka sangat menjengkelkan.

"Wah! Pakaian macam apa itu?" Tanya salah seorang pria botak yang benar-benar tampak sangat terkejut. "Rambutnya putih coy! Dan matanya juga merah! Gila! Keren!"

"Kok bisa ada anak bule nyasar sejauh ini?" Tanya pria satunya, keheranan.

"Nggak usah pikirin yang lain-lain. Yang pasti kita bakal rugi kalau dia dilepaskan. Gimana? Lihat tampangnya, dia benar-benar sesuatu banget loh."

"Loh? Beneran? Mau culik dia?" Tanya pria yang masih keheranan.

"Hey, kau mau uang nggak sih?"

"Tapi... ini bukannya sudah kelewatan ya?"

"Halah! Ikut saja sini!"

Setelah mereka membincangkan berbagai hal yang terdengar tak berguna, mereka pun mulai bergerak mendekati Artan sambil memasang wajah yang sebenarnya terlihat sangat menyeramkan. Namun, sayangnya ini adalah Artan, jadi ceritanya pasti berbeda.

Ketiga pria menyebalkan itu kini mengepung Artan.

Tapi, tiba-tiba saja ada tiga gumpalan cahaya merah yang muncul di depan wajah masing-masing preman itu, dan sepersekian detik kemudian, tiga tombak api semerah darah meluncur melewati sisi kanan wajah mereka, dan menancap di tembok belakang mereka.

Artan sudah menduga akan seperti apa reaksi mereka.

"Eh?" Suara kecil itu keluar dari bibir preman-preman itu. Wajah ketiga pria yang tadinya garang kini berangsur-angsur berubah menjadi pucat. Keringat mengucur di pelipis mereka. Lalu dengan tubuh yang masih gemetaran, mereka bertiga mulai melangkah meninggalkan gang itu tanpa sepatah katapun.

Artan menghela nafas dalam. "Sungguh... manusia itu sangat menyebalkan."

Setelah memastikan semuanya aman dan tombak-tombak api yang tadinya menancap juga telah melebur dan lenyap, akhirnya Artan pun berjalan dan meninggalkan gang. Tapi, begitu ia melangkah di trotoar yang masih ramai dengan pejalan kaki, Artan langsung merasakan kalau semua orang menatapnya dengan heran.

"Hah... "

"Pakaian kakak keren ya?" Kata seorang bocah yang muncul tiba-tiba.

Artan sedikit terkejut karena tak menyadari keberadaannya. Itu sangat aneh. Namun, setelah dilihat sekilas, tampang anak ini sangat berantakan. Dia memiliki wajah yang cerah seperti orang-orang periang pada umumnya, rambutnya acak-acakkan, dan senyumnya juga manis, dan jelas, dia adalah landangan, dan mungkin juga dia tadi berada di gang itu.

"Hmm... " Sebenarnya Artan tidak mau menanggapi perkataannya barusan, tapi anak itu kembali menanyakan sesuatu yang terlalu aneh untuk dihiraukan.

"Kenapa kakak membenci orang?"

Mata Artan membuka lebar begitu mendengarnya. Kenapa bocah seperti ini menanyakan sesuatu seperti itu?

"Bukan orang, tapi manusia." Jawab Artan acuh tak acuh.

"Oh iya, manusia. Berarti kakak memang membenci manusia ya?"

"Aku memang membenci manusia, tapi tentu saja nggak semuanya." Artan menjelaskan dengan suara datar. "Kalau manusia itu menunjukkan bahwa dirinya pantas untuk dibenci, ya aku membenci mereka, tapi kalau tidak, ya tidak."

"Berarti... kakak ini orang baik ya?"

"Loh?" Artan terkejut lagi. "Kenapa kau berpikir begitu?"

"Buktinya, kakak tadi membiarkan preman-preman jahat itu pergi, padahal kakak bisa saja membunuh mereka dengan mudah." Jelas bocah itu sambil tersenyum lebar. "Aku aja sudah kena tonjok beberapa kali sama mereka."

Artan tersenyum kecut mendengarnya. Bocah ini memang sempat mengatakan sesuatu yang terdengar agak mengerikan tanpa pikir panjang, tapi itu wajar jika dilihat dari kehidupan yang telah ia lalui selama ini. Kehidupan jalanan.

"Hidup ini tuh nggak usah terlalu berlebihan. Lakukan apa yang perlu, dan kau pasti bisa bertahan sampai akhir. Gampang kan?" Ujar Artan.

"Eh... aku nggak terlalu paham kak."

"Ah... begitu ya."

"Oh iya, kakak ini pangeran ya?"

"Tunggu, apa?" Artan terbelalak.

"Soalnya pakaian kakak keren banget loh. Dan sedikit... aneh?"

"Oh... kukira apa... " Entah sudah berapa kali Artan terkejut malam ini. Dia sangat jarang terkejut, bahkan mungkin sudah beberapa tahun. Namun, Artan memasang senyuman penuh arti di bibirnya. "Yah... karena aku memang pangeran." Kata Artan. Senyumnya lama kelamaan makin lebar.

"Wah! Jadi kakak pangeran? Terus, dimana istana kakak?"

"Yah... aku diusir dari istana, karena dulu aku nggak punya cukup kekuatan untuk melindungi tanah airku." Artan menjelaskan. Dia menengadahkan kepalanya menatap langit malam. Lampu-lampu dari gedung-gedung tinggi dan bangunan-bangunan di sekitar membuat suasana malam ini tampak lebih damai. Suara kendaraan dan orang-orang yang ramai memenuhi pendengaran.

Asyik rasanya bisa berjalan-jalan seperti ini dan mengobrol seperti orang-orang normal. Bagi makhluk seperti Artan, ini adalah hadiah yang terlalu mahal untuk dibayar. Tak ada satupun yang bisa ia berikan untuk melunasi ini.

"Jadi, kakak kemana waktu diusir?"

"Yah, aku pergi berperang dan menjadi lebih kuat. Dan sekarang, aku sudah sangat kuat. Terlalu kuat malah." Ujar Artan sok.

"Oh... jadi... yang api-api merah tadi itu kekuatan kakak ya?"

"Ya, itu adalah Nyanyian Jiwa milikku."

"Nyanyian Jiwa...?"

"Iya, itu adalah wujud dari Hujan Tombak Darah, Ul-Magea. Setiap kali aku merenggut nyawa makhluk hidup lain dengan Ul-Magea, maka kekuatannya akan semakin kuat. Keren kan?"

"Iya kak! Keren!" Kata bocah itu dengan penuh semangat. "Bahkan preman-preman itu langsung gemetar waktu kakak menembakkan api-api itu!"

"Hmm..." Artan menatap bocah itu lamat-lamat. Senyuman tipis kembali terbentuk di bibirnya. "Oh iya, ngomong-ngomong namamu siapa?"

"Oh! Sampai lupa. Namaku Tio, kak. Tio Ramadhan."

"Oh, Tio ya? Kalau begitu, namaku Artan, seorang prajurit sekaligus warga dari dunia lain. Seorang Arch, dengan status Emas."

Setelah keduanya saling memperkenalkan diri, Artan singgah di salah satu toko kecil yang menjual makanan cepat saji, lalu membeli dua burger super spesial. Satu untuknya, dan satu untuk Tio. Artan benar-benar merasa sangat senang ketika melihat wajah Tio yang tampak bahagia ketika diberikan burger.

"Jadi, apa yang kau inginkan?" Tanya Artan..

"Maksudnya gimana kak?" Kata Tio yang sedang makan dengan lahap.

"Hmm... begini, misalnya aku bisa memberikan satu hal padamu, entah itu rumah, pesawat, mobil, uang, atau apapun itu, kau mau apa?"

"Eh... apa ya?" Tio berhenti makan. Untuk pertama kalinya, senyumnya hilang dari bibirnya. Dia memasang wajah yang serius, dan itu terlihat lucu. "Aku sih ingin agar aku... dan semua teman-temanku di jalanan... bisa tinggal di rumah, dan makan sampai kenyang setiap hari."

"Oke, deal." Kata Artan sambil menjentikkan jarinya, dan tiba-tiba saja, dunia di sekitarnya seketika menjadi gelap gulita. Kesenyapan dalam sekejap merambat. Segalanya telah sirna, menyisakan Artan dan Tio berdua di dalam kehampaan.

"Eh!?"

"Dengan ini, aku, Artan, seorang yang telah mencapai salah satu bintang dan menjadi Anak Bintang, mulai hari ini akan membantumu, Tio Ramadhan, apapun yang terjadi." Artan mengangkat tangan kanannya ke depan wajah, dan setetes darah keluar dari jari telunjuknya, lalu dengan sendirinya jatuh di burger Tio.

Awalnya Tio tampak kebingungan dengan semua yang baru terjadi di depan matanya, tapi tanpa disuruh, anak itu langsung menggigit burgernya tepat di tempat di mana darah Artan menetes.

Tanpa menanyakan apapun, Tio mulai mengunyah, kemudian, tiba-tiba saja mata Tio bersinar memancarkan cahaya merah, tapi selang beberapa detik, cahaya itu lenyap begitu saja, dan mata Tio kembali seperti semula, begitu juga dengan dunia di sekitar mereka yang telah kembali seperti sedia kala.

"Ikatan Darah dijalin. Kontrak dimulai." Kata Artan setelah menghela nafas dalam. "Jadi, mulai sekarang, kita adalah teman oke? Kalau suatu saat nanti kau butuh sesuatu, kau sebut saja namaku, dan aku akan datang."

"Ah... baik kak!" Jawab Tio semangat.

"Tapi kalau sekarang sih kau harus temani aku selama aku di sini, sebelum aku kembali ke Rusia. Dan untuk saat ini, kita akan pergi ke rumah sakit."

"Eh? Rumah sakit? Ngapain kak?"

"Mau jenguk temanku. Promentis Linvesti Sua." Ujar Artan sambil menjentikkan jarinya, dan pada saat itu pula, tubuh Tio tiba-tiba diselimuti oleh api merah, dan saat api itu padam, pakaian lusuh yang dikenakannya tadi lenyap tanpa sisa digantikan oleh pakaian baru yang terlihat mahal. Bahkan, tubuh Tio yang tadinya kotor, kusut, dan penuh luka, sekarang sudah menjadi lebih sehat. Kulitnya cerah, dan noda-noda yang menempel telah sirna. Tio benar-benar berubah.

Akan tetapi, orang-orang di sekitar anehnya tampak tidak memedulikan semua yang baru saja terjadi. Seakan-akan mereka memang tidak bisa melihat nyala api yang baru saja membungkus tubuh Tio. Keajaiban baru saja terjadi tepat di samping mereka, dan sayangnya, mereka tak mampu melihatnya.

"Wah... " Tio memasang wajah heran waktu itu. Dia menilik pakaian barunya dengan ekspresi kagum luar biasa tanpa bisa berkata-kata.

"Oke, sekarang kau benar-benar terlihat jauh lebih layak. Tapi ya, tentu saja bukan pakaian bagusmu yang membuatmu menjadi layak." Jelas Artan sambil tersenyum lebar.

Tio kembali mengarahkan pandangan kosongnya dan bertukar pandang dengan mata Artan yang lebih merah dibanding darah. "Mata kakak warnanya kok begitu? Dan rambut kakak juga? Kakak ini orang apa sih?"

"Hmm... nanti akan kuceritakan semuanya. Tenang saja." Ungkap Artan sambil mulai melangkah pergi, sementara Tio mengikuti dari belakang. "Tentang sihir, keajaiban, kenyataan dunia ini dan... kenyataan dunia lain."