webnovel

Ternyata Dia Adalah...

Seminggu kemudian pun berlalu dengan berbagai macam hal dan kegiatan yang mengharuskan aku mengikuti salah satu organisasi pencinta alam di kampus karena aku tidak menyukai hal lain selain pilihan tersebut.

awalnya aku tidak ingin mengikuti apapun tapi kampus mengharuskan para mahasiswanya untuk mengikuti setidaknya salah satu organisasi

Pada akhirnya ospek pun dinyatakan selesai.

Aku sudah resmi menjadi salah satu mahasiswi di kampus untuk memasuki awal semester.

Aku pun berangkat seperti biasa ke kampus dengan motor kesayanganku tapi tidak dengan Danur. Saat itu aku tidak menguncir rambutku karena aku memakai kunciran hanya di pergelangan tangan. Aku berangkat sangat pagi sekali sampai-sampai saat sampai kampus kulihat masih sedikit yang datang atau mungkin memang aku nya saja yang kepagian, saat aku berjalan ke arah kelas aku melihat Keiko dari kejauhan sedang mengobrol santai dengan seorang pria yang wajah nya tidak bisa kulihat karena menggunakan hoodie dan aku hanya melihat bagian belakang dari pria itu, aku pun langsung mencoba untuk menghampiri Keiko saat itu. Namun belum aku sampai pada Keiko pria yang baru saja berbicara dengan Keiko langsung pergi menghilang dari hadapan ku. Saat aku sampai tepat berada Keiko, Keiko langsung lari ke arahku dan memelukku entah kenapa.

"Reinaaaa," kata Keiko sambil memeluk ku.

"Pagi, Keiko- Chan," kata ku membalas pelukan nya dan mencubit pipi nya. "Ada apa? Kamu terlihat senang hari ini?" tanya ku penasaran.

"Gapapa kok," jawab Keiko singkat.

"Serius? Tadi kamu ngobrol sama siapa?"

"Iya, udah ayok kita ke kelas!" ajak Keiko menarik tangan ku dan mengacuhkan pertanyaan ku.

Aku dan Keiko pun berjalan ke kelas masing- masing, aku masih memikirkan apa yang tadi Keiko bicarakan dan dengan siapa dia sedang berbicara, namun aku tidak menanyakan lagi sampai saat dia masuk ke kelas nya, lagi pula saat aku melihat ke sekeliling, aku belum melihat Danur ada di kampus, entah kenapa setidaknya sehari sekali aku selalu ingin melihat nya. Saat sedang memperhatikan sekeliling ku di dekat kelas, aku malah jadi ingat saat aku dan Danur masih SD, saat itu aku berantem sama anak tetangga samping rumah sampai aku menggigit kuping anak tersebut sampai berdarah dan orang tua nya datang marah-marah ke rumah ku mengatakan bahwa aku anak yang sangat nakal dan kalian ingin tahu siapa anak tersebut? Dia adalah boy, aku jadi rindu dengan nya, kira- kira bagaimana ya kabar boy saat ini? namun walau aku salah saat itu tetap saja mas Bro membela ku bukan membela boy, tapi kalian harus tahu karena sejak kejadian itu lah yang membuat aku, mas Bro dan Boy menjadi teman dekat saat itu, mungkin jika aku tidak pindah dari rumah sekarang kami bertiga sudah menjadi sahabat sejati, namun saat aku sedang asik dengan pikiranku sendiri saat bersama mas Bro dan boy, tiba- tiba Danur mengagetkan ku.

"Dorrr, hayo lagi ngelamun mikirin apa?" kata nya sambil memukul pundak ku pelan mengagetkan ku dari arah belakang.

"Astaga, kaget ih! Jantungan tanggung jawab ya!" kata ku dengan nada sedikit kesal walau sebenarnya tidak kesal.

"Biasa aja dong, jangan marah-marah!" kata nya sambil mengacak-acak rambutku.

"Duluan ah takut ada anjing galak," tambah Danur berlari pergi meninggalkanku dan baru saja aku ingin mengejar nya tiba-tiba Ratih memanggil ku.

"Rei," panggil Ratih dari depan kelas sambil melambaikan tangan nya.

"Eh iya Tih," jawabku sambil menoleh ke arahnya dan langsung menghampirinya. 

"Kenapa Tih?" tambah ku saat sampai di depan nya.

"Gapapa sih cuma mau manggil aja," kata Ratih sambil tersenyum.

"Dih dasar iseng banget, ya udah ayok masuk kelas!" kata ku sambil mengajak Ratih untuk masuk kelas.

Aku dan Ratih pun semakin dekat karena kami duduk semeja, aku dan Ratih pun berjalan ke dalam kelas lalu duduk di tempat kami masing- masing, tidak lama kemudian pria yang tadi memakai hoodie yang sedang mengobrol dengan Keiko pun datang, siapa lagi jika bukan pria yang duduk tepat di belakang Ratih. Aku masih terus memperhatikannya sampai dia duduk di tempat duduk nya, saat dia duduk dia melihat ke arah ku masih seperti sebelum nya dengan tatapan sinis nya tapi saat dia melihat ke arahku, aku langsung membuang muka ku, tapi walau dia melihat ku dengan tatapan sinis nya itu aku jadi sudah membiarkan nya karena merasa terbiasa dengan tatapan nya tersebut selama dia tidak macam- macam dengan ku, lagi pula jika macam- macam aku bisa adukan kepada ayah ku, lihat saja!

***

Jam pelajaran pertama pun dimulai.

Aku melihat ke sekeliling kelasku dan berhenti saat ada dosen memasuki kelas yang langsung memperkenalkan dirinya dan menyuruh semua mahasiswa yang ada di kelas untuk memperkenalkan diri nya juga dimulai dari depan. 

Aku pun memperhatikan satu persatu wajah dan nama teman- teman sekelas ku yang sudah saling mengenal satu sama lain saat ospek dan hanya satu orang yang membuat ku ingin tahu nama nya, siapa lagi kalau bukan yang duduk di belakang Ratih dan sampai juga pada si pria ber hoodie untuk memperkenal kan diri nya.

"Kamu kenapa di kelas masih pakai jaket? Emang dingin ya? Ayok perkenalan diri kamu!" tanya dosenku padanya.

"Maaf pak," jawabnya dengan nada santai.

Saat itu aku pun langsung menoleh ke arah nya karena benar-benar baru pertama kali ini aku mendengar suaranya itu, saat aku menoleh ke arah nya dia sedang berdiri melepas hoodie nya tersebut, aku pun akhirnya bisa melihat wajah nya dengan jelas dari dekat tanpa halangan apapun karena dia benar- benar berdiri tepat di depan ku saat aku menoleh, saat itu pula aku berpikir, "kenapa dia harus menyia-nyia kan wajah tampan nya untuk di lihat orang dengan menutup wajah nya dengan hoodie?" dia pun menoleh melihat ke arah ku sebentar lalu melanjutkan perkenalannya.

"Nama saya Fahmi Azka Putra tapi cukup panggil dengan Fahmi," kata nya singkat sambil melihat ke arahku lagi dan langsung duduk.

"Buset, singkat banget! Tapi seenggaknya gue udah tau namanya deh kalo namanya itu Fahmi," kata ku sendiri dalam hati.

"Oke selanjutnya," kata dosen ku dan kami pun melanjutkan perkenalan sampai pada orang terakhir.

Dalam hatiku merasa, nama Fahmi seperti tidak asing. Tiba-tiba saja aku merasa sangat tidak tenang. Entah mengapa. Memikirkannya dengan keras sekalipun, malah membuat otakku pusing.

Sampai akhirnya giliranku untuk memperkenalkan diri. Aku berusaha melupakan perasaan tidak enak ini.