webnovel

5. Mulut Manis Noah

Sebuah mobil sport keluaran terbaru berhenti tepat di depan sebuah restoran ternama yang menyajikan makanan dari banyak negara. Nyatanya, Adi sengaja reservasi tempat ini karena mengetahui tuannya sulit mencecap makanan Indonesia. Terkadang, rasanya tidak sesuai. Mobil berwarna merah tersebut dikendarai oleh putra dari seorang pengusaha fashion yang cukup ternama. Si pemilik sebuah brand fashion terkenal.

Turun dari mobilnya, pemuda tampan yang usianya belum genap dua puluh tahun tersebut langsung disambut oleh sang kekasih. Senyumnya merekah lebar, seolah dia tidak pernah melakukan sebuah kesalahan apalagi yang namanya berkhianat.

Tangannya langsung merengkuh hangat pinggang sang kekasih. Menariknya posesif. "Habis ngapain di sini?" tanya Noah Leopoldo.

Ciel, sang kekasih berusaha untuk menormalkan detak jantungnya yang cukup cepat karena diharuskan untuk berbohong dan bersikap normal. Kebodohan dan kelemotannya membuat Ciel cukup kesulitan dalam hal berbohong. Apalagi mulutnya yang sangat sulit untuk menyimpan rahasia. Begitu cerewet dan banyak bicara sampai terkadang tak sungkan untuk membicarakan seputar rahasianya.

"Habis makan malam sama Papah." Jawab Ciel dengan senyum yang dibuat sedemikian rupa demi menutupi wajah gugupnya.

Noah yang pada dasarnya jarang memperhatikan sang kekasih tentunya percaya-percaya saja. Dia membukakan pintu mobil untuk Ciel, mempersilahkan Ciel untuk duduk dan segera menutup pintu. Setelah memastikan sang kekasih aman, Noah segera berputar menuju bangku kemudi. Dia duduk, menyalakan mesin mobilnya.

"Sabuk pengamannya jangan lupa, sayang." Ucap Noah.

Ucapan dan perlakuan Noah pada Ciel memang semanis ini. Noah Leopoldo sangat pintar dalam hal merayu wanita. Tidak sulit untuknya membuat seorang wanita bertekuk lutut. Terlebih, mulut manisnya ditunjang dengan harta dan rupa. Tentu saja tidak ada wanita yang bisa menolak pemuda seperti Noah.

Dan satu dari sekian banyak wanita yang gagal menolak pesona seorang Noah Leopoldo adalah Calluna Rassciel, perempuan yang kini duduk di sampingnya, berstatus sebagai kekasihnya. Entah kekasih yang keberapa.

"Kamu tadi udah makan?" Malam ini, Noah berniat mengajak Ciel untuk makan malam bersama. Berkencan di sebuah café yang kebetulan baru saja dibuka. Tentunya café dengan nuansa romantisnya.

"Hm, tadi Ciel udah makan sama Papah." Ciel berbohong. Lagipula, tidak mungkin dia menjawab jujur bahwa dirinya baru saja makan dengan ayah dari kekasihnya. Rencana Ciel yang sudah hancur akan semakin berantakan nantinya.

"Tumben banget Papah kamu pulang cepet. Bukannya baru dua hari yang lalu ke Los Angeles ya, sayang?" tanya Noah.

Seketika itu juga, Ciel terdiam mematung. Benar juga, sang ayah sedang ada di Los Angeles. Dan sialnya, Noah mengetahui hal tersebut.

"Eh? Iya… Papah pulang cepet karena Mamah gak enak badan." Jawab Ciel, ragu. Sebelum dia mendengar balasan dari Noah, ponselnya berdering. Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.

Buru-buru, Ciel mengeceknya. Dan benar saja dugaan gadis itu. Pesan tersebut dari Alesander, ayah sang kekasih.

Calon Selingkuhan : Jangan lupa laporkan setiap pergerakan Noah pada saya.

Ya, Ciel memutuskan menyetujui permintaan Ales untuk menjadi mata-mata. Lagipula, ini satu-satunya cara untuk Ciel bisa terus dekat dengan Ales.

"Dari siapa, sayang?" Noah yang menyadari sang kekasih sibuk dengan ponselnya tentu merasa curiga. Dia adalah tipe pria yang pencemburu.

Noah mencintai Ciel. Sangat mencintainya. Hanya saja, dia terkadang sangat bosan dan memutuskan untuk menjalin hubungan juga dengan beberapa orang perempuan. Selama ini, Noah berpikir bahwa permainannya ini aman-aman saja. Padahal, dia tidak tahu saja jika sebenarnya Ciel telah mengetahui tindakan busuk Noah.

"Eh? Dari Papah, Babe. Tadi Papah tanya Ciel mau pulang jam berapa soalnya Papah sama Mamah mau keluar dulu." Jawab Ciel, lagi-lagi berbohong.

Dan lagi-lagi juga, Noah mempercayainya. Bagaimana mungkin Noah tidak percaya jika yang ada di pikirannya, sang kekasih adalah gadis lugu yang begitu bodoh. Mudah ditipu, mudah dibohongi. Noah tidak tahu saja sebenarnya Ciel cukup berbahaya. Otaknya yang bodoh dan lemot nyatanya bisa berfungsi normal sewaktu hatinya tersakiti

"Jawab aja pulang agak malam. Sekitar jam sebelas malam. Kamu besok gak ada tugas atau praktek 'kan?" Noah dan Ciel memang berbeda jurusan. Di saat Ciel adalah mahasiswi jurusan kedokteran, Noah mengambil jurusan hukum. Mereka memang bertemu kali pertama bukan sewaktu di kampus. Melainkan di sekolah menengah atas. Keduanya diam-diam saling suka satu sama lain selama satu tahun lamanya, sebelum akhirnya Ciel memberanikan diri mengungkapkan perasaannya sewaktu hari kelulusan mereka. Noah tentu tidak mungkin menyia-nyiakan Ciel. Dia langsung menerima cinta Ciel pada detik itu juga.

Sampai akhirnya mereka masuk di kampus yang sama dengan jurusan yang berbeda, kemudian menjalin hubungan sudah lebih dari satu tahun ini.

"Gak ada. Kamu sen—" ucapan Ciel seketika terhenti kala mendengar suara dering telepon milik sang kekasih. Dengan cekatan, Ciel meraihnya, melihat nama Amara Dinah yang tertera di layar ponsel sang kekasih.

"Dari Amara Dinah. Ngapain dia nelfon kamu, Noah?" Ciel sengaja memancing Noah. Dia sedikit penasaran dengan respon yang akan Noah berikan. Apakah Noah akan ketakutan atau… justru tampak tenang.

Dan sialnya, Noah memilih option kedua. Dia tetap tenang meski tangannya mendadak lemas. "Oh itu… biasa, kamu kayak gak kenal Amara Dinah aja sih."

"Emang Ciel gak kenal. Yang Ciel tahu dia bukan anak hukum. Jadi, kayaknya gak ada alasan untuk dia nelfon kamu di jam segini." Kata Ciel, sedikit sarkas. Dia memperlihatkan raut wajah curiga dan cemburu. Meski sejujurnya, rasa cemburunya telah surut dan berganti oleh hasrat untuk balas dendam.

Noah semakin gelagapan. Sejak kapan gadisnya bisa berkata sepedas ini? Ciel yang Noah kenal adalah sosok gadis manis dan lugu. Saking manisnya sampai tidak bisa berkata sarkas. Tetapi, hari ini Ciel terlihat berbeda.

"Noah? Kenapa gak jawab? Noah selingkuh ya?!" tuduh Ciel dengan suaranya yang dia buat semanis mungkin.

Noah menoleh singkat, menghentikan mobilnya di sewaktu lampu lalu lintas menunjukkan warna merahnya.

"Enggak Lah. Gak mungkin aku nyelingkuhin cewek semanis kamu, Ciel… astaga, nuduhnya gitu banget." Kesal Noah. Dia merebut ponselnya, mematikannya.

"Oke, aku jujur ya sama kamu? Amara Dinah nelpon buat nawarin diri. Dia itu pelacur kampus, Ciel. Jadi kerjaannya ya nawarin dirinya kesana-kemari. Dan aku salah satu cowok yang jadi korban dia." Ucap Noah, menjelaskan.

Mata Ciel terlihat memicing ragu. "Tapi Noah gak terima 'kan? Noah anak baik-baik yang gak mungkin main cewek 'kan?"

"I-iyalah sayang… aku mana tertarik sama kayak gitu. Lagian, apa yang wow dari Amara Dinah coba?! Bokongnya tepos, dadanya juga terlalu besar. Suntikan pasti. Paling gak akan bisa bikin aku desah-desah manja." Noah terkekeh, menyadari ucapannya yang sedikit terlalu vulgar.

Berbeda dengan Noah yang tampaknya tidak merasa bersalah dan terlihat sedang bersenang-senang, Ciel justru membatin kesal. 'Halah bacot.'