webnovel

Ditektur Menyebalkan!

artkaa_2706 · 現実
レビュー数が足りません
42 Chs

Story Tiga Puluh Satu

"Callista...aku bakal jelasin" Deren menahan tangan Callista.

"Apa yang perlu di jelasin?" Callista menatap tajam Deren.

"Kesalahan aku..."

"Yang mana?"

"Yang kamu hubungi aku tapi aku gak angkat..."

  Callista tertawa ringan "ga perlu" lalu Callista pergi meninggalkan Deren.

*

"Saya suruh ngapain sih, pak?" Karina hanya mengikuti Alvano.

"Jangan panggil gua Pak"

"Ya, terus?"

"Terserah"

"Vano?"

"Boleh"

"Oke...terus saya suruh ngapain?"

"Ngikutin gua aja"

"Lo duduk bentar di sini...gua mau pergi beli sesuatu" Alvano berhenti.

   Karina mengangguk.

Karina menatap ke sebuah permainan capit boneka.

"Gua jadi pengen..." kedua sudut bibir Karina mengarah ke bawah.

"Nih...minum dulu" Alvano tiba-tiba muncul membawa sebuah minuman di tangannya.

"Makasih" Karina menerimanya, lalu meminumnya dengan tatapan yang masih mengarah ke permainan capit boneka itu.

"Pengen main?" Alvano menatap Karina.

"Ha? Enggak" Karina sok jaim.

"Bilang aja kalo mau"

"Enggak"

"Yuk..." Alvano menarik tangan Karina.

    Karina kaget dan hanya mengikuti Alvano.

"Liat ya...gua bakal dapetin boneka panda itu" Alvano berusaha mengenai sasaran.

"Mana bisa..." Karina meremehkan.

"Ha? Ngeremehin? Oke...liat nih" Alvano berusaha keras.

  Dan...dapat...ya...Alvano mendapatkan boneka panda itu.

"Liat nih...dapet kan..." Alvano menyomobongkan diri.

"Sombong amat"

"Dasar! Ga mau kalah" Alvano mengetuk kepala Karina.

"Yuk" Alvano merangkul kan tangannya ke leher Karina.

   Karina terdiam...tak menyangka dia di rangkul oleh idolanya.

***

   Drrt...drrt...

Hape Callista berbunyi.

"Siapa nih...gak ada namanya..."

"Halo?" Callista mengangkatnya.

"Hai"

"Ha? Siapa?"

"Yang lo panggil setan sama babi kemaren"

"Ohh...si monyet"

"Yaallah...ada yang baru lagi...woe lahh...gua manusia anjir"

  Callista terkekeh.

"Gua kira masih setan..."

"Ngasal tros..."

"Wkwk..."

"Lo sekarang di mana?"

"Kerja..."

"Gua jemput ya...gua ajak jalan"

"Kemana?"

"Nanti juga tau...gua otw nihh"

"Otw cari kunci mobil kan..."

"Lawak lo"

   Nathan dan Callista tertawa.

  "Entahlah...dia siapa...kenapa ada di hidup gua...tapi gua bahagia setelah ngobrol sama dia..."

*

"Deren masih sibuk ya?" Nathan fokus menyetir.

"Iya..." Callista tersenyum tipis.

"Gak papa...ada gua...gua siap nemenin lo kemanapun" Nathan tersenyum lebar, satu tangan Nathan jatuh ke atas kepala Callista.

    Callista terdiam menyadari tangan Nathan yang mendarat di atas kepalanya.

      Callista menatap ke Nathan.

  Tatapan Callista dan Nathan bertemu.

"Ngapain ngeliat gua gitu...suka lo" Nathan tertawa.

"Dihh...gr" Callista memalingkan tatapannya ke kaca mobil.

°°°

"Nahh...sini...bagus gak?" Nathan tersenyum lebar.

   Callista menatap ke sekitar.

"Kok pohonnya ada kertas nya?" Callista mengerutkan kening menatap sebuah pohon yang di gantungi kertas.

"Itu kaya...pohon harapan gitu...tapi cuma buat iseng doang sih..." Nathan berjalan maju ke pohon itu.

"Ohh...naruh harapan kok ke pohon..." Callista meremehkan.

"Biarin...daripada ke manusia...cuma di kecewa in..." Nathan menarik salah satu sudut bibir nya.

   Callista tercengang mendengarnya...Callista tahu pasti siapa yang di maksud Nathan...ya...Callista...yang terlalu menaruh banyak harapan ke Deren, hingga akhirnya di kecewakan juga.

"Gausah baper...gua bukain satu kertas ya...gua bacain..." Nathan menarik salah satu kertas di pohon itu.

"Dengerin ya...jatuh hati itu gak bisa memilih...tuhan yang memilihkan...kita hanya korban,sakit itu konsekuensi...bahagia itu bonus..." Nathan membaca kertas itu.

  Callista menatap Nathan.

"Berarti...kalo kita jatuh cinta ke orang yang salah...bukan salah kita dong"

"Emm...gatau...mungkin iya...atau...bisa juga salah kita...sakit nya itu kan karena kita berharap...nahh...salah kita kenapa kita berharap...udah tau salah masih di lakuin..."

"Gimana sih..." Callista mengerutkan kening.

"Bener kan?"

"Tau ah"

*

"Dok...pasien gak papa kan?" Deren bertanya pada dokter yang baru saja memeriksa Friska.

"Kanker nya semakin memburuk...kita harus lakukan operasi sekali lagi..." Dokter itu menjelaskan.

"Lakukan apa saja...asal dia selamat..."

"Baik...kita akan melakukan sekuat tenaga" Dokter itu pergi meninggalkan Deren.

"De-ren..." Firska memanggil Deren dengan terbata-bata.

   Deren berjalan menuju Friska.

"Lo temenin gua terus ya...gua mau lo di samping gua terus..." Fiska menggenggam tangan Deren.

"Der...gua pengen liat lo saat waktu² terakhir gua hidup...itu aja kok..."

"Kenapa lo gak pernah ngomong kalo lo punya penyakit kanker?!" Deren menatap Friska.

"Karena gua gak mau ngerepotin lo..."

"Tapi kalo kaya gini justru lo bikin semua orang khawatir!"

"Siapa yang khawatir sama gua, Der?! Siapa? Al? Nathan? Siapa? Ga ada...cuma lo..." air mata Friska menetes.

"Karena mereka gak tahu..."

"Cuma lo kan yang tau? Karena cuma lo yang ngertiin gua..."

"Enggak, Fris...banyak...cuma lo aja liat nya ke gua doang...lo buka mata lo lebar-lebar...banyak kok..."

"Der...gua berharap lo jadi milik gua setelah lo jadi milik Sherly...tapi malah lo jadi milik Callista...kenapa lo gak milih gua yang jelas ada di depan mata lo saat itu? Kenapa?"

"Fris...lo gak bisa gitu...ini hati gua...lo gak bisa maksa buat suka sama lo...gua berhak memilih siapa yang gua cintai..."

"Tapi gua cinta lo..."

"Tapi gua enggak...gua cuma anggap lo sahabat gua...gua tau kok rasanya jadi lo...punya perasaan yang gak sama...tapi maaf...gua terlanjur jatuh cinta sama Callista..."

"Nggak, Der...lo gak tau" Friska memejamkan matanya, melepaskan gengaman tangannya dengan Deren.

"Permisi...pasien besok akan segera di operasi...jadi kami harap pasien hari ini istirahat yang cukup" seorang perawat masuk ke ruangan Friska.

   Deren mengangguk.

"Gua pulang dulu" Deren menatap Friska, lalu pergi.

°°°

"Gua bisa main gitar..." Nathan menyombongkan diri dengan gitar yang ada di pelukannya.

"Mana coba...main cepet...gua mau denger" Callista menatap remeh.

"Jangan ngerendahin dulu dong..."

"Yaudah cepet!"

"Lagu apa?"

"Terserah"

"Ehem..." Nathan berdehem mencoba suaranya.

"I look up from the ground

To see your sad and teary eyes

You look away from me

And I see there's something you're tryna hide

And I reach for your hand but it's cold

You pull away again

And I wonder what's on your mind

And then you say to me you made a dumb mistake

You start to tremble and your voice begins to break

You say the cigarettes on the counter weren't your friend's

They were my mate's

And I feel the color draining from my face

And my friend said

"I know you love her, but it's over, mate

It doesn't matter, put the phone away

It's never easy to walk away, let her go

It'll be alright"

So I still look back at all the messages you'd sent

And I know it wasn't right, but it was fucking with my head

And everything deleted like the past, yeah, it was gone

And when I touched your face, I could tell you're moving on

But it's not the fact that you kissed him yesterday

It's the feeling of betrayal, that I just can't seem to shake

And everything I know tells me that I should walk away

But I just wanna stay

And my friend said

"I know you love her, but it's over, mate

It doesn't matter, put the phone away

It's never easy to walk away, let her go

It'll be okay

It's gonna hurt for a bit of time

So bottoms up, let's forget tonight

You'll find another and you'll be just fine

Let her go"

But nothing heals the past like time

And they can't steal

The love you're born to find

But nothing heals the past like time

And they can't steal

The love you're born to find

"I know you love her, but it's over, mate

It doesn't matter, put the phone away

It's never easy to walk away, let her go

It'll be okay

It's gonna hurt for a bit of time

So bottoms up, let's forget tonight

You'll find another and you'll be just fine

Let her go"

It'll be alright

It'll be alright

It'll be alright

It'll be alright

It'll be alright"  Nathan bernyanyi dengan gitar yang seirama dengan suaranya.

(kalian bisa cari di yotube lagunya judulnya "be alright")

    Entah kenapa Callista merasakan sesuatu yang berbeda...tapi lupakan...untuknya itu mungkin hanya perasaannya saja.

"Gimana? Bagus?" Nathan tersenyum lebar"

"Ya...sembilan puluh lima lah ya...gak jelek-jelek amat suaranya...main gitar nya juga bagus..." Callista terkekeh.

"Nanggung amat sembilan puluh lima..."

"Ya kan gua yang dengerin...suka-suka lah..."

  Nathan dan Callista hanya tertawa riang di bawah pohon rindang itu...

°°°

"Makasih ya...udah di anter pulang..."

"Santai aja kali...ya masa gua ajak main tapi gak gua anter pulang..." Nathan tersenyum lebar.

"Ya bisa aja kan..."

"Gua gak kaya gitu lah..."

"Hehe...yaudah deh...gua masuk ya..." Callista tersenyum lebar.

   Nathan mengangguk.

    Callista berjalan menuju lift.

Tiba-tiba ada Deren di lift itu.

     Callista dan Deren hanya saling menatap, kali ini tatapan Callista terlihat jengah.

"Dari mana?" Deren bertanya.

"Gak penting"

"Jelas penting...kamu gak ngabarin aku..."

"Apa penting nya kamu tau kabar aku? Bukannya yang penting buat kamu tuh Friska?"

"Callista kita gak bisa mengungkit suatu hal yang belum tau kebenarannya...bahkan aku belum jelas in ke kamu...kamu harus dengerin penjelasannya dulu..."

"Buat apa? Nanti aku dengerin, terus aku maaf in...terus kamu ulang lagi...ulang aja terus...aku capek, Deren...aku capek kamu bohongi terus...kenapa sih gak jujur aja? Salah emangnya kalo jujur? Susah ya? Berat?" Callista menatap Deren kecewa.

"Gak gitu, Ta...kamu gak mau dengerin penjelasan aku dulu..."

"Udah lah...aku capek...mau istirahat aja" Callista masuk lift.

"Selalu itu yang jadi alasan kamu...kenapa sih? Kamu pengen tau kebenarannya tapi kamu selalu menghindar saat aku mau jelasin..."

  Callista berbalik, lalu menatap Deren.

"Pikir aja sendiri" Lift tertutup.

     Deren hanya ter diam.