"Kamu menghamili dia, Al?"
"Jangankan hamil!" Al mendengkus ketika menjawab pertanyaan ibunya. "Bertemu dengan dia saja aku belum pernah."
"Terus, kenapa dia meminta tanggung jawab dari kamu?"
"Mana aku tahu." Al menjawab dengan ini. Pusing dia menghadapi situasi yang terjadi saat ini. Selain tamu-tamu yang datang membicarakan hal yang menurutnya membosankan, kekacauan ini membuat kepalanya sangat sakit.
Gelar pesta terkacau mungkin layak disematkan pada acara hari ini. Untung ada Abi, tangan kanannya yang paling setia yang berjanji akan mengusut perempuan tadi. Siapa dia sampai berani-beraninya mengganggu pesta seorang Adelard.
"Aku akan istirahat di rumah, kalian teruskan saja pesta ini." Paramita tidak kuat menghadapi situasi yang memalukan ini meminta agar dia diantarkan pulang. Lukman tidak bisa bicara apa-apa. Sebagai ayah dia hanya menutut agar Al bisa membereskan ini.
'Siapa perempuan itu?' Al membatin. 'Awas, aku akan buat perhitungan dengannya!'
Tanpa ragu, Abi berkata akan mengurus masalah ini hingga selesai.
"Anda jangan khawatir, Tuan. Perempuan tadi sudah kami tangkap."
"Kamu sudah mengurungnya?"
"Anda jangan khawatir. Saya sudah mengamankan dia di suatu tempat."
"Bagus!" Al bergumam.
*
Al memegang kening ketika dia mengajak bicara perempuan tidak tahu malu yang menerobos pestanya untuk memuntahkan sampah belaka.
"Oke, kami bilang tadi kamu salah orang. Jadi, siapa orang yang kamu maksud sebenarnya!'"
"Kamu penasaran?"
Al bingung dengan sikap perempuan di depannya ini. Kalau tidak kuat iman atau seumpama dia keturunan mafia, sudah pasti Al akan meledakkan kepalanya.
Dari tadi dia kelihatan sengaja menjawab dengan asal-asalan apa pun yang ditanyakan Al.
"Nona, Anda jangan main-main dengan Tuan kami." Abi mengingatkan. Mata gadis yang diajak bicara tersebut mengerling ke sekitar. Dia menunjukkan ketakutan dalam dirinya, tapi masih bersikap sok berani.
"Tolong jawab pertanyaan ini dengan serius!" tegas Abi.
Adelard mundar-mandir mirip setrikaan. Otaknya berpikir keras soal apa yang harus dia lakukan saat ini. Abi bilang sebelumnya dia cukup melaporkan pada pihak berwajib, maka semua akan beres.
Tapi, kalau menyerahkan masalah ini pada polisi, dia pasti hanya dapat hukuman yang tidak seberapa. Kemungkinan dia juga akan meminta maaf lalu itu akan membuat Al luluh dan bisa jadi Paramita juga akan menyuruh Al untuk mengampuninya.
Hukuman yang seperti itu malah terlalu ringan. Al mau dia mendapatkan ganjaran yang lebih sadis dari yang dibayangkan.
"Kalian ini minimal kalau mau tanya-tanya orang, harusnya tanya dulu siapa namaku!" Dia berani mengomentari sikap Al dan juga Abi.
"Nona!" Abi mewakili Al untuk menegaskan perempuan itu agar tidak main-main. "Jangan manfaatkan kebaikan hati Tuan kami. Anda tidak bisa menanggung akibatnya kalau dia marah."
Perempuan yang duduk di kursi 'panas. menghadapi pertanyaan Al dan juga Abi akhirnya berani mengatakan hal yang sedikit berguna.
"Baik, kalau begitu, sebut siapa namamu!" Al memerintah.
"Aku Azura! Penjual bunga di Nadea Florist."
Tidak banyak respons, Al menyuruh agar dia menjelaskan lagi soal siapa dirinya.
"A-ku terpaksa melakukan ini. Anggap saja ini bercanda." Perempuan yang mengaku bernama Azura itu menyeringai tanpa rasa bersalah.
"Bercanda kamu bilang?" Al hampir menerkam perempuan yang ada di depannya ini. Bisa-bisanya dia bilang kalau ini hanya bercanda. Tidakkah dia tahu kalau Al nyeri dihukum pancung oleh keluarganya karena dituding menghamili perempuan sembarangan.
"KAMU!" Al ingin mencekik lehernya. Azura siap siaga dia bangun berlari menghindar dari terkaman Al. Parahnya malah bersembunyi di belakang Abi.
Sebagai seorang anak buah, Abi tidak bisa bertindak banyak. Dia hanya berdiri di tempat sementara tubuhnya bergoyang-goyang karena Azura memegang bagian belakang kemejanya.
"Heh, kamu ini bersembunyi di belakang siapa!" Al menuding-nudingnya. "Abi itu anak buahku, jangan berani-beraninya kamu malah sembunyi di belakang dia!"
Entah tidak tahu malu atau bagaimana, Azura tetap berlindung di belakang Abi. Ya, dia percaya kalau asistennya Al masih lebih baik dibandingkan Al sendiri.
"Aku sudah minta maaf tadi."
"Maaf!" Al benar-benar marah. umpah, dia ingin mencekik gadis satu ini. "Bilang padaku siapa orang yang mendalangi kamu untuk berani menyebarkan fitnah padaku!"
"Aku terpaksa!" Azura bicara dengan tetap mengamankan dirinya di belakang punggung Abi.
""Heh, kamu!" Al mengejarnya. Dan mereka tampak bagai orang bodoh yang main kejar-kejaran di antara tiang.
Sementara, mereka berdebat Abi hanya jadi patung di antara mereka. Hingga beberapa detik kemudian dia bicara pada mereka berdua.
"Bisa kalian tenang dulu sebentar?" tanyanya. "Aku pikir kalian sudah dewasa untuk membicarakan ini dengan tenang."
"Tuh, dengar apa kata asisten kamu!"
"Hei!" Al menunjuknya. "Jangan sok pintar di sini. Aku yang mengatur."
Abi berbalik. Tatapan matanya tajam. Azura berubah bagai anak kucing yang tidak berdaya setelah dipelototi oleh laki-laki yang tingginya mungkin lima jengkal di atasnya. Itu membuat Azura merasa ciut.
"Nona, Anda harus bisa menghargai Tuan Al. Jangan bersikap seperti ini."
"Umh." Azura menangguk. "Tapi, dia yang mau menerkamku!"
Abi berbalik untuk mendapat Al. "Tuan, Anda juga sebaiknya harus menjaga wibawa Anda."
Al menyadari kalau dia bersikap kekanak-kanakan. Semua ini karena sikap perempuan yang mengganggunya sangat menyebalkan.
Abi kemudian membimbing Al untuk menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Sebagai seorang pewaris dari perusahaan ternama mana boleh bersikap seperti orang bodoh begini.
Kepal Al terasa sakit. Dia butuh air untuk membuatnya merasa sedikit lebih tenang.
Abi mengambil minum kemudian dia menyuruh Al untuk duduk. Biar masalah ini dia yang akan menyelesaikannya.
Azura memperhatikan. Dan tanpa tahu malu dia berbisik pada Abi, "Pst! Dia punya penyakit jantung atau bagaimana?"
Abi meliriknya sedikit. "Nona, tolong jaga bicara Anda."
"Aku cuma tanya. Habisnya, dia kelihatan mirip kakek-kakek yang punya penyakit jantung."
Abi merasa pusing. Ternyata, gadis yang mereka tangan saat ini cukup bawel.
"Kalau Anda tidak bisa berikan dengan baik dan sopan saat ini. Jangan salahkan kalau kami nanti akan mengambil cara lain supaya Anda tahu bagaimana cara menghargai orang."
Azura langsung membuat kunci bohongan kemudian menutup mulutnya.
Benar-benar gadis ini tidak punya sopan santun.
Waktu Azura berpikir bagaimana acaranya bisa kabur dari sini, Al menyuruhnya untuk duduk di depannya.
"Jangan sampai aku buat keluarga kamu menyesal tujuh turunan, ya!" tegas Al membuat Azura menciut nyalinya.
Setelah dituruti, Al bertanya ada Azura, "Jelaskan yang benar, apa yang kamu lakuan tadi."
"Aku bilang aku tidak sengaja, aku salah orang."
"Salah orang, Anda sudah menyebut nama Tuan Al dengan jelas."
Matilah Azura, dia tidak bisa berbohong di sini.
Al tidak punya pilihan lain. "Kamu kelihatannya tidak tahu dikasihani. Kalau begitu, aku akan buat kamu buka mulut!"
Azura tidak paham maksudnya. Dia hanya bisa memperhatikan ketika Al menyuruh Abi untuk menyiapkan hukuman.
"Kasih dia ke singa peliharaanku! Aku mau dia dimakan sampai ke tulang-tulang!" titah Al pada Abi.
Azura sudah pucat wajahnya sementara Abi menyeringai. "Baik, Tuan akan saya siapkan."
"Tidak, jangan!"
"Terlambat!" Al tidak peduli. "Kamu yang sudah membuatku jengkel!"