webnovel
#ACTION
#ROMANCE
#SUPERPOWERS
#SLICEOFLIFE
#ANTIHERO
#CAMPUS
#LIGHTNOVEL

Difraksi Fragmen

Edwin Albern, bocah berusia tujuh tahun dipaksa oleh keluarganya berkeliling dunia hanya untuk melihat sisi gelap dari kehidupan manusia. Dunia yang dia tinggali ternyata lebih busuk dari pada yang dia kira, tempat di mana martabat manusia dan nilai kehidupan tidak dapat ditentukan. Kebahagiaan yang dia lihat selama ini seolah-olah hanya kebohongan yang dipamerkan. Pembunuhan, pembantaian, perbudakan dan kekejaman lainnya telah bocah itu saksikan dengan kedua matanya sendiri. Tidak ada tempat aman! Hak asasi manusia tidak lebih dari catatan yang kapan saja bisa diabaikan. Setiap kota yang dia kunjungi selalu ada manusia yang melakukan kejahatan semudah bernapas. Sejak berusia lima tahun dia sudah mengetahui bahwa keluarganya adalah mafia, mereka tidak lebih dari sekelompok penjahat. Karena Edwin yang kecil dan polos dipenuhi idealisme keadilan membuatnya menjaga jarak dengan keluarganya. Bahkan kematian orang tuanya beberapa bulan setelah dia mengetahui pekerjaan mereka tidak sedikit pun menyentuh hatinya. Tapi pandangan hidupnya berubah setelah upacara pemakaman. Kakaknya, anggota keluarganya yang tersisa menceritakan segala hal tentang keluarganya. Mereka mungkin dikenal sebagai mafia, tapi kenyataannya yang mereka lakukan adalah berbeda. Mereka melakukan pekerjaan demi melindungi tempat mereka. Sepotong kebohongan terungkap, tentang dua orang yang bermain peran bahkan rela menipu putranya sendiri. Setelah perjalanannya selesai, bocah kecil itu membuat keputusan, bahwa sekarang adalah gilirannya bermain peran.

MattLain · 幻想
レビュー数が足りません
276 Chs
#ACTION
#ROMANCE
#SUPERPOWERS
#SLICEOFLIFE
#ANTIHERO
#CAMPUS
#LIGHTNOVEL

Melampiaskan Kekesalan

Setelah Edwin berbisik lirih yang membuat Rin mendadak bingung, Edwin memutuskan berpisah dengan Rin.

"Maaf Rin, aku tidak bisa menemanimu sampai ke tempat aman. Aku punya urusan mendesak, jadi kau bisa pergi sendiri. Sampai jumpa, Rin."

Rin melihat keseriusan di mata Edwin, membuat dia tidak bisa menolak kepergiannya.

"..."

Edwin berlalu meninggalkan Rin yang masih belum dapat mengatur pikirannya.

Bahkan di saat ini Rin tidak mampu memanggil namanya. Keraguan dan ketakutan menahan bibirnya untuk terbuka.

Rin memajukan tangannya dalam gerakan meraih. Dia ingin mengambil kembali punggung lelaki itu agar tidak pergi meninggalkannya. Namun genggamannya hanya mendapati udara kosong, beserta kehampaan yang mulai menyerang hatinya.

Rin menatap lurus dengan raut wajah yang dipenuhi kesedihan. Dia tidak melepas pandangannya, hingga bayangan Edwin mengecil di kejauhan.

Dalam momen itu dia terus mengutuk betapa tidak berdayanya dia, tentang seberapa kecil keberaniannya.