webnovel

Difraksi Fragmen

Edwin Albern, bocah berusia tujuh tahun dipaksa oleh keluarganya berkeliling dunia hanya untuk melihat sisi gelap dari kehidupan manusia. Dunia yang dia tinggali ternyata lebih busuk dari pada yang dia kira, tempat di mana martabat manusia dan nilai kehidupan tidak dapat ditentukan. Kebahagiaan yang dia lihat selama ini seolah-olah hanya kebohongan yang dipamerkan. Pembunuhan, pembantaian, perbudakan dan kekejaman lainnya telah bocah itu saksikan dengan kedua matanya sendiri. Tidak ada tempat aman! Hak asasi manusia tidak lebih dari catatan yang kapan saja bisa diabaikan. Setiap kota yang dia kunjungi selalu ada manusia yang melakukan kejahatan semudah bernapas. Sejak berusia lima tahun dia sudah mengetahui bahwa keluarganya adalah mafia, mereka tidak lebih dari sekelompok penjahat. Karena Edwin yang kecil dan polos dipenuhi idealisme keadilan membuatnya menjaga jarak dengan keluarganya. Bahkan kematian orang tuanya beberapa bulan setelah dia mengetahui pekerjaan mereka tidak sedikit pun menyentuh hatinya. Tapi pandangan hidupnya berubah setelah upacara pemakaman. Kakaknya, anggota keluarganya yang tersisa menceritakan segala hal tentang keluarganya. Mereka mungkin dikenal sebagai mafia, tapi kenyataannya yang mereka lakukan adalah berbeda. Mereka melakukan pekerjaan demi melindungi tempat mereka. Sepotong kebohongan terungkap, tentang dua orang yang bermain peran bahkan rela menipu putranya sendiri. Setelah perjalanannya selesai, bocah kecil itu membuat keputusan, bahwa sekarang adalah gilirannya bermain peran.

MattLain · ファンタジー
レビュー数が足りません
276 Chs

Bekal Makan Siang

Pertengahan musim panas tahun 748 dalam penanggalan kalender Krieg Heilig.

Di sebuah akademi terbaik yang terletak di negara kecil, yang nama negaranya lebih dikenal sebagai Wilayah Torch.

Seorang siswa memutuskan untuk tidur sejak awal masuk kelas, dan dia baru terbangun setelah mendengar suara bel istirahat makan siang.

Dia mengusap matanya dengan kedua tangannya. Wajahnya tampak tidak nyaman.

Dia baru saja bermimpi tentang pengalamannya lima tahun lalu saat dia dipaksa melakukan perjalanan oleh keluarganya.

Edwin− namanya yang terdaftar di akademi. Dan sudah satu bulan sejak dia mulai masuk ke akademi. Letak akademinya berada di dataran tinggi, termasuk dalam wilayah yang dikenal sebagai Distrik Walters.

Edwin merasa sedikit sial hari ini. Karena seharusnya kenangan hari itu adalah hal terakhir yang ingin dia ingat.

Suara teman sekelasnya yang berbicara dalam suasana istirahat mulai masuk dalam pendengarannya. Matanya baru saja mulai membiasakan diri karena pandangannya masih buram.

Glen Flesch, siswa yang duduk tepat di depannya memperhatikan kalau Edwin bangun dari tidurnya, buru-buru mendekatkan diri ke arahnya.

Glen memiliki perawakan biasa dengan wajah kekanak-kanakan yang ramah, dan pembawaan sikapnya sangat sopan.

"Tuan, sudah waktunya istirahat. Apa hari ini juga Anda membawa makan siang sendiri? Atau haruskah saya pergi membeli beberapa makanan di kantin?"

Glen berbisik ke arahnya, mencoba agar orang lain tidak mendengar pembicaraan mereka.

"Ah, Glen. Sudah kubilang jika di akademi berpura-puralah kalau kau adalah temanku. Jadi, bisakah kau hentikan cara bicara kaku itu."

"Mohon maaf, saya tidak bisa melakukan itu."

Glen menggelengkan kepalanya menolak tawaran Edwin, wajahnya tampak serius.

"Cih, baiklah, tidak masalah. Aku hanya tidak ingin ada berita aneh yang tersebar karena kau selalu berbisik saat kita berbicara."

"...?" Glen memiringkan kepalanya dengan ekspresi heran.

(Tampaknya anak ini belum tahu betapa menyeramkannya imajinasi gadis remaja. Mereka bisa menyimpulkan hal aneh tentang hubunganku dengan Glen jika kami terus seperti ini.)

Edwin membayangkan betapa tidak terduganya pikiran para gadis. Saat mereka melihat sesuatu yang membuat mereka tertarik, imajinasi mereka dalam menafsirkan ke arah sesuatu yang mereka sukai sangat menakutkan.

"Omong-omong, tentang pertanyaan saya tadi, bagaimana Anda akan makan siang, Tuan?" Glen mengesampingkan masalah tadi dan membuka kembali pertanyaannya.

Edwin meregangkan tubuhnya, sedikit menguap.

"Emm ... aku dapat kue dari nenek pemilik toko di Distrik Perbelanjaan saat berangkat ke akademi."

"Kue memang enak, tapi sepertinya itu tidak akan cukup. Apalagi untuk Anda yang sedang dalam masa pertumbuhan."

"Sebenarnya kau ini siapa, ibukukah?" Edwin mengerutkan keningnya sambil mendengus.

"Jika Anda tidak keberatan, silakan makan bekal makan siang saya. Tidak perlu khawatir tentang saya. Masih ada waktu, jadi saya masih bisa membeli beberapa roti di kantin."

Edwin menghela napas dengan tidak berdaya. Cukup sulit baginya menolak kebaikan Glen yang ditunjukkannya secara tulus.

Kepribadian Glen mirip dengan kakeknya yang terkesan kaku dan serius. Tidak hanya Glen, dia merasa orang yang dekat dengan Morgan Flesch tampaknya memiliki sikap yang sama dengannya.

Glen mengeluarkan bekal makan siang dari tasnya, kemudian membawanya ke depan Edwin.

Setelah ragu-ragu dia berniat menolak, pada saat itu−

"Hei, kalian para laki-laki!! Berhenti mengelilingi Aila setiap kali istirahat makan siang! Tidak bisakah kalian melihat kalau dia terganggu. Kalian menyebalkan, dia jadi tidak bisa menikmati makan siangnya."

Suara teriakan terdengar dari kerumunan di depan kelas. Seorang perempuan berdiri di tengah kerumunan dan berteriak ke arah semua laki-laki di sana, membuat Edwin dan semua teman sekelasnya memperhatikan.

"Ada apa di sana?" Edwin biasanya tidak tertarik pada hal semacam ini, tapi kali ini dia sedikit memiliki minat, jadi dia bertanya pada Glen.

"Ah, sepertinya tuan tidak tahu tentang masalah ini. Setiap istirahat, para laki-laki itu selalu mendatangi Nona Aila untuk mengajaknya makan siang. Tampaknya hari ini teman dekatnya sudah muak dan akhirnya marah pada mereka."

"Aila?"

"Benar. Nona Aila Witchell. Dia adalah Putri Ketiga dari House of Witchell, salah satu dari empat Great Noble House di Wilayah Torch. Saya tidak menduga kalau Anda tidak tahu tentang putri mereka. Seperti yang diharapkan dari sikap apatis Anda, bahkan sampai tidak mengenal teman sekelas Anda sendiri."

Glen mengatakan dengan terus terang dan dia sepertinya malah terlihat bangga dengan ketidaktahuan tuannya. Sementara Edwin hanya tersenyum pahit.

(Dari Keluarga Witchell, kah? Pantas saja aku merasa tidak asing dengan namanya. Kalau tidak salah, selain dia, di kelas ini juga ada putra dari salah satu Great Noble.)

Edwin mengalihkan pandangannya ke arah laki-laki tampan dengan rambut pirang yang terlihat seperti model terkenal, dia saat ini sedang berbicara dengan beberapa gadis yang juga teman sekelasnya.

Kursinya berada di tengah kelas dan terasa seperti tempat itu memang ditakdirkan untuknya yang terlahir sebagai pusat perhatian.

Sebagai informasi, Edwin duduk di kursi paling belakang dan barisannya dekat dengan pintu masuk kelas. Sementara Aila duduk di bagian paling depan kelas dan di sisi paling jauh dari Edwin.

Ada dua anggota keluarga Great Noble, itu berarti dua orang dengan status sosial tertinggi di Wilayah Torch ada di kelasnya. Edwin merasakan masa depan kehidupan akademinya akan jadi merepotkan.

Sekali lagi, Edwin dan Glen melihat ke arah kerumunan.

Sepertinya laki-laki yang berbaris di sekitar kerumunan membubarkan diri mereka dengan wajah kesal, sehingga menyisakan tiga perempuan yang duduk saling berhadapan untuk makan siang.

Salah satu perempuan memiliki rambut putih yang langka, dia duduk menghadap ke depan kelas sehingga posisinya membelakangi Edwin. Meski Edwin hanya bisa melihat sosoknya dari belakang, dia tanpa ragu bisa menebak kalau orang itu adalah Aila.

"Jadi dia orangnya."

"Ternyata Anda kenal dengan Nona Aila, tuan?"

"Tidak."

"Eh ...?" Glen mengedipkan matanya beberapa kali karena heran.

Edwin menghela napas, seolah-olah terlihat malas menjelaskan sesuatu yang seharusnya tidak perlu dijelaskan.

"... Aku bisa tahu dengan melihat warna rambutnya."

"Jadi begitu, memang benar keturunan Keluarga Witchell semuanya memiliki warna rambut putih. Tapi saya sempat mengira kalau tuan mungkin pernah bertemu dengannya di suatu tempat. Kesampingkan hal itu, dia juga cukup terkenal di akademi. Jadi saya pikir mungkin tuan mengenal wajahnya."

"Tidak, aku tidak ingat pernah bertemu dengannya. Apakah dia memang terkenal?"

Glen terlihat berpikir sebelum menjawab, tidak tahu harus mulai menjelaskan dari mana.

"... Saya kagum dengan Anda karena tidak tertarik dengannya. Bagi saya, wajahnya adalah salah satu yang tercantik di akademi dan bisa bersaing dengan kecantikan Ketua Komite Akademi. Dia masuk dalam daftar teratas gadis cantik di tahun pertama. Dan sejak masuk ke akademi ini, sudah banyak laki-laki di tahun pertama sampai kakak kelas yang mengungkapkan perasaan padanya, tapi tidak ada yang berhasil. Selain itu, lihat tubuhnya yang ramping itu dan sikapnya yang juga anggun. Ditambah warna rambut putihnya yang langka, Nona Aila sudah seperti imajinasi tertinggi yang bisa dibayangkan laki-laki."

Glen menjelaskan dengan bersemangat dan suaranya terdengar cukup keras.

"Be-begitu. Aku mengerti. Untuk saat ini tenanglah dulu."

Edwin merasakan teman sekelasnya menatap mereka berdua.

Suara Glen cukup keras sampai terdengar oleh Aila dan temannya yang berada cukup jauh dari mereka. Hasilnya, salah satu temannya yang tadi sempat kesal menghujani mereka dengan tatapan tajam.

Tapi sepertinya Glen tidak memedulikan hal itu. Dia tampak melihat jam tangannya.

"Ah, sudah waktunya! Kalau begitu, saya akan pergi membeli beberapa roti. Silakan nikmati waktu makan siang Anda."

Edwin lupa untuk menolak bekal makan siang yang diberikan oleh Glen. Sementara orang itu sudah melesat dengan cepat meninggalkan kelas.

Edwin memandangi kotak makan siang di depannya, kemudian mendengus dengan kesal. Jika sudah seperti ini, mau tidak mau dia harus tetap memakannya. Tapi dia tidak yakin bisa menghabiskan kue dan bekal makan siang Glen secara bersamaan.

***