Lagi-lagi pikiran Maya dibuat runyam oleh firasat negatif. Mendengar pernyataan paranormal mengenai keadaan di dunia alam gaib membuatnya semakin menggila. Dia ingin berontak, tapi tidak tahu bagaimana caranya karena kalaupun dirinya berontak tidak akan menyelesaikan masalah. Secara dirinya dengan Kliwon juga sudah jelas sedang beda alam.
Air mata Maya semakin membanjiri kedua pipinya. Dia tidak kuat menahan rasa sesak di dada. Membayangkan kondisi putra semata wayangnya membuatnya semakin gila. Pikirannya tidak tenang yang berimbas pada kesehatan. Padahal Maya sendiri tipikal orang yang tidak boleh terlalu memaksakan berpikir mengenai setiap masalah yang menimpa dirinya.
"Tapi apakah anak saya masih bisa selamat, Pak?" Tanya Maya.
"Saya nggak bisa memastikan, tapi nggak ada salahnya kita berusaha terlebih dahulu karena takdir hidup dan mati akan kembali lagi kepada Sang Pencipta," jawab paranormal.
"Tan, kita harus yakin bahwa Kliwon akan baik-baik saja," kata Ani meyakinkan Maya.
Dia memang sengaja merespon cepat sebelum pernyataan paranormal semakin membuat Maya tekanan batin. Dia tahu betul bagaimana kondisi Maya ketika sudah mulai banyak tekanan dalam berpikir. Sebab, Maya juga memasukkan segala masalah ke dalam hati, sehingga efek yang ditimbulkan pun semakin membuat diri sendiri merasa gusar dan tubuh tidak bisa rileks. Setidaknya bisa memberikan kekuatan dan ketabahan bagi diri Maya.
Maya mengangguk pelan lalu menjawab, "Iya."
"Ibu harus bisa tenang ya jangan terlalu banyak pikiran, nggak baik juga buat kesehatan," kata Paranormal.
"Tapi saya khawatir sama Kliwon, dia anak saya satu-satunya."
"Hari sudah mulai petang, lebih baik kamu persiapkan segala sesuatu yang akan digunakan untuk ritual nanti malam," ujar paranormal mengingatkan Maya. Dia menatap langit dari balik jendela ruang tamu. Posisi jendela menghadap ke arah barat, sehingga paranormal bisa melihat jelas warna langit sudah terlihat agak orange karena matahari mulai tenggelam ke arah barat.
"Baik, Pak, akan saya siapkan sekarang juga."
"Nanti malam kisaran jam tujuh, saya akan balik lagi ke sini. Saya pamit pulang dulu."
"Iya, Pak, terima kasih dan hati-hati di jalan ya," ucap Maya lalu tersenyum ramah.
Setelah paranormal pulang, Maya langsung menyiapkan segala macam keperluan untuk ritual nanti malam. Dia dibantu oleh Ani. Sudah dua hari juga Ani menginap di rumah Maya untuk menemaninya dan orang tua Ani sendiri tidak mempermasalahkannya karena pada dasarnya orang tua mereka sudah saling mengenal.
"Tan, kita harus cepat-cepat nih."
"Iya, Ani."
Mereka berdua langsung bangkit dari tempat duduk menyibukkan diri dengan keperluannya masing-masing. Dimulai dari mandi sore hingga menyiapkan segala macam yang dibutuhkan untuk ritual. Tidak ada waktu luang bagi mereka karena semua yang mereka lakukan demi membantu Kliwon agar bisa terlepas dari ikatan makhluk gaib.
Akhirnya Maya dan Ani selesai menyiapkan semuanya dan malam pun telah tiba. Mereka berdua menunggu datangnya paranormal untuk melakukan ritual bersama. Sambil menunggu, Maya duduk di samping putra semata wayangnya. Tangan kanannya mengelus pelan rambut Kliwon, seperti kebiasaannya ketika waktu kecil dulu.
"Sayang, cepat sadar ya, Mama kangen sama kamu," kata Maya lalu tersenyum hangat. Tanpa Kliwon, hidup Maya terasa seperti hampa. Dia merasa bahwa sekarang ini, jiwanya hilang setengah karena Kliwon adalah bagian dari hidupnya.
"Aku juga kangen sama kamu, Kliwon. Nanti kalau kamu sudah sadar kita main bareng-bareng lagi ya," ujar Ani yang duduk di samping Maya.
Kini gantian Maya yang memeluk Ani, dia tersenyum kepada Ani dengan raut wajah ceria. Melihat perubahan raut wajah Maya membuat Ani tenang karena Maya tidak terlihat mengkhawatirkan di waktu sebelumnya. Mereka berdua pun menatap Kliwon bersama.
"Kliwon terlihat tenang banget ya, Tan, tidurnya pulas banget, hehehe," kata Ani lalu terkekeh.
"Iya," sahut Maya.
Ting… Tong…
Suara bel rumah berbunyi. Maya menatap Ani dengan penuh arti. Senyumnya kembali terbit di bibirnya.
"Tante ke depan dulu ya, pasti itu paranormal sudah datang," kata Maya.
"Siap, Tan."
Maya melangkahkan kaki menuju ke pintu utama. Hatinya berdebar dengan penuh kebahagiaan. Dia tidak sabar untuk menyambut kesadaran Kliwon.
Ceklek!
Suara pintu dibuka. Maya keluar untuk mencari keberadaan tamu yang datang. Namun, tidak ada satu orang pun yang berada di depan rumah. Dia memutuskan keluar dari rumah untuk mengecek ke halaman rumah. Hasilnya masih sama, yaitu tidak ada satu orang pun di sana. Hanya ada hembusan angin yang menerpa rambut Maya.
"Kok nggak ada siapa-siapa ya?" Gumam Maya.
Dia mengelus tangannya merasakan tekstur kulitnya agak kasar. Tubuhnya terasa merinding hingga membuat pori-porinya terbuka dengan bulu romanya yang sudah berdiri. Maya masih belum menyerah begitu saja, dia memberanikan diri untuk kembali mengecek keadaan sekitar rumah untuk memastikan semuanya akan baik-baik saja.
"Kok masih sama nggak ada siapa-siapa ya? Heran banget kenapa terasa horor seperti ini?" Tanya Maya terhadap dirinya sendiri dan dia juga sadar bahwa pertanyaannya tidak akan ada yang menjawabnya.
Hembusan angin kali ini cukup kencang dari yang sebelumnya. Maya merasakan ada sesuatu aneh yang menyelimuti dirinya. Dia menatap ke arah langit. Tidak ada bintang maupun bulan yang terlihat. Semua terlihat gelap gulita dengan sedikit warna merah. Biasanya kalau kondisi seperti tersebut maknanya langit mendung. Hawa dingin juga semakin menusuk pori-porinya. Akhirnya Maya memutuskan untuk langsung masuk ke dalam rumah.
Setelah menutup pintu, dia sedikit berlari hingga sampai di dalam kamar Kliwon. Dadanya terlihat naik turun cepat seiring napasnya karena lari dari arah depan dan pada dasarnya dia juga jarang lari. Kepanikannya masih sangat tercetak jelas di wajahnya.
"Huft!" Keluh Maya sambil bersandar di pintu.
"Tante kenapa?" Tanya Ani ikut panik. Pasalnya dia terlihat sangat berubah. Padahal tadinya terlihat biasa saja seperti tidak terjadi sesuatu.
Belum mendapatkan jawaban, Ani kembali bertanya, "Terus bapak paranormal tadi dimana? Ini kan sudah jam tujuh malam."
Maya menggelengkan kepala cepat. "Tante nggak tahu."
"Terus apa yang terjadi sama, Tante?"
"Horor banget, Ni, ternyata di depan tidak ada siapa-siapa," jawab Maya lalu melangkahkan kaki mendekati Ani untuk duduk di sebelahnya.
Ani mengernyitkan kedua alisnya hingga membuat dahinya membentuk gelombang-gelombang kecil. "Masa sih, Tan? Bukannya tadi terdengar jelas bel rumah berbunyi ya?"
"Iya."
Ting… Tong…
"Nah, itu bel nya kembali berbunyi, Tan," kata Ani semakin bingung.
"Iya, bunyi lagi tuh." Nampak Maya malah terlihat semakin panik. Dia menatap jarum panjang jam di kamar menunjuk ke arah dua belas. Setelah itu, kembali menatap Ani.
"Biar aku saja yang buka, Tan," kata Ani langsung bangkit dari duduk.
"Apakah kamu nggak takut, Ni? Tante rasa ini cukup berbahaya."
"Nggak apa-apa, Tan, aku akan hati-hati."
Ani pun melangkahkan kaki menuju ke pintu utama. Di setiap langkah kaki yang menapak di lantai, jantungnya semakin berdetak lebih cepat. Keringat dingin menyelimuti dirinya, apalagi ketika dirinya sudah tepat berada di belakang pintu. Sebelum membuka pintu, Ani mengintip lewat jendela terlebih dahulu, tapi tidak ada siapapun di depan. Akhirnya Ani memutuskan memberanikan diri untuk membuka pintu agar semuanya dapat terjawab dengan jelas.
"Astaga!" Pekik Ani hampir saja terjatuh.