webnovel

2. Tanpa Busana

"Mau turun dimana?" tanya sang sopir yang ia sendiri tidak tahu namanya. 

"Saya turun di jalan Kahuripan Gang 6," jawabnya sambil gemetar.

"Oke nanti saya akan turunkan di situ. Ini ada handuk untuk sedikit mengeringkan bajumu yang basah,". Sopir muda dan tampan itu lalu memberikan handuk kecil padanya.

"Terima kasih ," jawabnya singkat. 

"Oh ya namaku Frans, nama kamu siapa?"

"Aku Citra," jawabnya singkat.

"Ngomong - ngomong kalau boleh tahu kenapa sampai basah kuyup begitu. Memangnya tidak ada yang mengantar?" 

"Tidak ada, tadi tidak menemukan taksi saja," ucapnya sedikit curiga. 

"Ini kalau mau aku tadi membeli roti dan susu. Kamu cek saja kemasannya masih berlebel. Jadi aman,"

Frans memberikan roti dan susu padanya. Laki-laki ini sungguh baik kepadanya. Namun ia masih ragu untuk memakanya. Tetapi perutnya sangat keroncongan. Ia akhirnya memberanikan diri untuk makan roti itu. 

Entah kenapa ia percaya begitu saja kepada Frans. Tak lama kemudian ia merasa aneh. Pandanganya tiba-tiba kabur. Frans yang ia lihat dari kaca spionpun tersenyum tipis. Laki-laki tampan itu seolah berubah jadi monster.

"Saya mau turun," ucap Citra segera dan pandanganpun menjadi petang. Tanganya gemeteran. Ia akhirnya tidak sadarkan diri. 

Franspun segera menelpon seseorang. Ia mengatakan bahwa target sudah tertidur. 

Entah apa yang ada dalam percakapannya. Frans memastikan akan mematuhi perintah orang yang sedang ia telepon. 

Telepon dimatikan.Mobil melaju kencang. Citra masih tidak sadarkan diri.Ponsel Citra berdering. Ada nama Danis bertengger di layar depan. Beberapa kali memanggil. Franspun tidak mengangkat  telepon Danis sama sekali. 

Ia menghentikan mobil. Ia lalu mendekap Citra dan memotret dirinya bersama Citra. Posisi wajah Citra tidak di hadapkan pada ponselnya. Namun seolah berpelukan erat dengan tubuh Frans. 

Frans sengaja melakukan itu untuk di kirimkan pada Danis. Beberapa foto sudah di ambil dan ia kirimkan pada nomor Danis. 

Frans kembali tersenyum licik sekaligus bahagia.

Di sisi lain Danis menerima foto tersebut. Ia buka dan sangat syok dengan apa yang di lakukan Citra. Ia berfikir keras tentang foto itu. Apakah hasil rekayasa atau tidak. 

Pasalnya tidak biasanya Citra mengabaikan teleponnya. Dan buat apa ia mengirimkan foto itu. Tidak mungkin Citra langsung berpaling darinya. 

Danis keluar kamar. Terlihat mamanya sedang menunggu dirinya di bawah. Sepertinya mamanya sudah faham kalau ia akan keluar.

"Kamu mau kemana Danis? Mulai sekarang kamu harus ijin mama,". Ia tidak mengatakan iya atau tidak. Ia hanya diam membisu. 

"Kenapa mukamu sangat murung begitu. Apa terjadi sesuatu? Apa masih mikirin perempuan murahan itu?" tanya mamanya geram.

"Dia tidak murahan Ma," belanya.

"Memang di depanmu dia tidak murahan. Tetapi asal kamu tahu Danis wanita itu licik. Mungkin bisa saja di belakangmu dia selingkuh. Bisa jadi kan?"

"Tidak Ma, Citra tidak begitu,"

"Ya terserah,"

"Danis mau keluar sebentar,"

"Kemana?"

"Cari udara segar,"

"Oh jangan lama-lama nanti malam kamu kedatangan tamu. Lunara akan kesini. Pastikan pertemuan kalian selalu berkesan,".

 Lagi-lagi ia tidak menjawab. Danis memacu mobilnya dengan cepat. Ia harus menemukan Citra. Ia kemudian berhasil melacak GPS Citra.

GPS ponsel Citra mengarah pada Hotel Cantika. Ia melaju dengan kecepatan tinggi. Hatinya sudah di penuhi dengan kecemasan. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada Citra. 

Sepuluh menit kemudian ia telah sampai. GPS ponsel Citra mengarah pada lantai dua. Saat ia keluar dari lift. Tiba-tiba saja GPS ponsel Citra tidak bisa di lacak. Ia kemudian lari ke salah satu resepsionis dan menanyakan daftar tamu namun hasilnya nihil. Karena bagi mereka itu privasi.

Danis tidak patah arang ia tetap mencari Citra. Ia berlari kembali dalam lift untuk menuju lantai dua. 

Ada dua petugas kebersihan sedang berbincang. Danis ingin menanyakan kepada mereka soal Citra dan ciri-cirinya. Namun kedua justru asik berbincang. 

"Kayaknya ceweknya mabuk berat," ucap salah seorang petugas kebersihan yang bernama Rio. Terlihat nama di dadanya. 

"Tetapi menurutku dia tidak mabuk. Bisa saja dia di beri obat tidur," ujar petugas cewek. 

"Kenapa kamu menyangka begitu?" tanya Rio.

"Tadikan kita sempat nolongin, pas cowoknya keberatan ngangkat. Aku tidak mencium sama sekali aroma minuman keras dalam tubuh maupun sekitar mulutnya," 

"Pintar juga kamu, ya sudahlah bukan urusan kita. Toh hotel juga tidak menelisik segitunya," jawab Rio"

Danis yang mendengar itu langsung terkoneksi soal Citra. 

"Permisi Mbak Mas itu kamar berapa ya?" Saya telah kehilangan seseorang wanita. Ini saya akan bayar buat kalian. Atau saya tidak mengadu pada pimpinan kalian," tawar Danis. 

"Kalau tidak salah tadi kita di kamar 38 Mas," jawab yang cewek. 

"Terima kasih ini buat kalian," Danis memberikan satu juta pada keduanya. 

Ia pun segera berlari kencang menuju kamar 38.

Hampir saja Danis menabrak seseorang di depannya. Ia kemudian mendobrak pintu. 

Terlihat jelas seorang pria tengah melucuti pakaian Citra satu persatu. Dan pria itu sudah tidak memakai sehelai apapun. Danis tidak tahu jika pria itu adalah Frans suruhan mamanya. 

"Hentikan!" bentak Danis. Emosinya sudah di ubun-ubun.

Frans yang melihat itu gelabakan. Citra sudah tidak mengenakan apapun di ranjang. Citra tidak sadarkan diri. Dan baru pertama kalinya juga Danis melihat tubuh Citra. 

Ia merasa sangat geram. Amarahnya sudah di ubun-ubun. Ia kemudian memukul Frans hingga babak belur. Frans tidak sekuat Danis. Frans akhirnya bertekuk lutut di hadapanya.

 "Katakan siapa kamu?"

"Ampun jangan pukul saya lagi," jawab Frans.

"Kamu siapa?" tanya Danis sambil menendang kakinya. 

"Aku Frans, tolong bebaskan saya,"

"Saya akan bebaskan kamu asal kamu jelaskan. Ada hubungan apa dengan Citra pacar saya,"

"Saya cinta pertamanya,"

"Tidak mungkin Citra sejauh ini. Atau kamu yang sengaja? Jika tidak kamu perjelas. Maka ponsel ini akan terhubung pada pihak yang berwajib. 

"Oke-oke, saya akan jelaskan. Pada waktu itu hujan. Citra menelpon saya untuk di jemput. Ia kemudian menangis dan minta di peluk. Namun saya tidak tahan melihatnya merana. Akhirnya saya peluk dia. Citra justru mencium saya. Dan di situlah kami bercumbu. Citra meminta obat tidur agar ia bisa tenang. Saya enggan memberikan namun Citra tetap memaksa. Saya kasih dan ia meminumnya. Karena itulah saya membawanya kesini. Saya teringat kisah kasih yang dulu. Saya ingin merasakanya kembali," paparnya panjang lebar tanpa jeda. 

Danis sedikit merasa ragu dengan penjelasan Frans. Sejahat itu Citra padanya atau ini hanya rekayasa dan kebohongan kembali.

Danis memegangi dagunya. Ia berpikir keras. Pelajaran apa lagi yang harus ia berikan pada Frans. Kalau dia menelpon polisi sekarang. Maka ia tidak bisa menanyakan lebih detail lagi.