Sejak berpuluh tahun yang lalu, tidak banyak orang yang pernah melihat langsung wajah majikan besar Baiyu Shan. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah seorang wanita yang cantik luar biasa, ada juga yang menyebutnya sebagai seorang yang cacad wajah. Tidak ada yang punya cukup kemampuan untuk membuktikan mana yang benar karena Dashanzhu ini selalu menghabiskan waktunya di dalam bangunan batu tempat kediamannya. Sejak suaminya meninggal, ia hampir tidak pernah keluar selangkah pun.
Nama majikan besar ini juga sudah lama mulai dilupakan orang. Kisah mengenai Wu Mian Guniang sebagai iblis wanita dan sekaligus kekasih seorang pendekar besar sudah lama tidak pernah dibicarakan lagi. Sejak peristiwa di Pulau Cakrawala, orang meyakini tokoh wanita ini sudah meninggal. Selanjutnya hanya tersisa kisah mengenai reputasinya di masa lalu dan misteri mengenai sosok aslinya.
Delapan pewaris menemuinya hari itu, dibawa masuk ke dalam oleh seorang pelayan tua buta. Bangunan batu tempat kediaman sang majikan besar cukup luas. Delapan kursi sudah disediakan, bagian depan ruangan hanya diterangi dua buah lentera yang redup. Pintu ruangan dibiarkan terbuka, cahaya dari luar cukup membantu. Perhatian Jin Shui dan yang lainnya langsung tertuju pada tirai hitam tipis yang membatasi ruangan tempat mereka berada dengan ruangan lainnya. Tidak ada penerangan disana. Si pelayan masuk, melapor pada majikannya dengan suara nyaris tidak terdengar.
"Dashanzhu, mereka semua sudah berada disini."
Yu Nian duduk di balik tirai hitam sana, wajahnya tersembunyi di balik kegelapan. Di tempat dengan penerangan serba terbatas ini yang paling jelas melihat hanyalah Liao Xian yang sudah terlatih dengan kegelapan di Mangren Gong, namun ia pun tidak bisa menangkap seperti apa sosok di balik tirai hitam itu.
"Duduklah," terdengar suara seorang wanita. Bukan suara seorang anak gadis, juga bukan suara seorang nenek tua. Suara seorang wanita dewasa, nada suaranya tenang dan merdu di telinga. Jin Shui dan yang lain seketika mematuhi kata-katanya dan mengambil tempat duduk masing-masing.
"Aku adalah Yu Nian, anggap saja adalah majikan tempat ini," suara wanita itu terdengar lagi. Jin Shui dan yang lainnya diam mendengarkan. Dalam hati mereka tentu saja merasa aneh. Yu Nian yang mereka ketahui seharusnya berusia lebih tua dari Gu Chen Hui, akan tetapi sosok yang menemui mereka di ruangan ini tidak sedikit pun terdengar sebagai seorang yang sudah tua. Ibunda Gu Chen Hui terdengar bahkan lebih muda daripada Gu Chen Hui sendiri.
"Boleh aku tahu nama kalian masing-masing?" suara itu kembali bertanya.
Jin Shui berdiri, lebih dulu menjawab pertanyaannya. "Wanbei Hua Jin Shui," ia memperkenalkan diri dengan singkat. "Pewaris Mo Ying."
"Wanbei Huang Yu," Huang Yu melanjutkan, juga berdiri. "Pewaris Chai Lang."
"Li Qian, pewaris Du Cao."
"Liao Xian, pewaris Bai Gu."
"Zhu Bai Que, pewaris Hu Ling."
"Qin Liang Jie, pewaris Meng Gui."
"Lin Ji Xuan, pewaris Xie Zhang."
"Liu Xin, pewaris Shui Yao."
"Para pelindung Yumen mengerjakan tugas mereka dengan baik, menemukan para pemuda berbakat untuk menjadi penerus aliran," Yu Nian berkata dengan tenang. "Baiklah, kuharap kalian bersedia duduk sebentar, mendengarkan sebuah cerita."
Mereka semua kembali duduk, kecuali Lin Ji Xuan.
"Qianbei apakah benar adalah Yu Nian yang kami cari?" ia bertanya tanpa basa-basi. Sudah sifatnya putra Keluarga Lin ini, tidak bisa memendam perasaan di dalam hati. "Bukankah Yu Nian adalah ibunda jiaozhu furen kami? Seharusnya, bukankah sudah berusia delapan puluh tahunan?"
"Maksudmu, aku tidak terdengar seperti seorang nenek tua begitukah?" Yu Nian bertanya dengan tetap tenang.
"Juga tidak nampak seperti seorang tetua," sahut Lin Ji Xuan.
"Mengenai hal ini, aku tidak bisa menjelaskan banyak," Yu Nian nampak berdiri, melangkah keluar dari bagian ruangan yang paling gelap dan menampakkan sosoknya pada jangkauan cahaya lentera yang terlalu redup. Bukan sosok seorang nenek tua yang terlihat, melainkan seorang wanita tinggi semampai. "Ini juga adalah penyesalanku yang paling dalam."
Lin Ji Xuan sangat terpengaruh dengan kata-katanya. "Dashanzhu, apakah aku tidak seharusnya bertanya?" ada perasaan tidak enak pada nada suaranya. Kemudian ia mundur dan duduk di tempat yang sudah disediakan.
"Bertanya atau tidak, kurasa dalam hati kalian semua juga meragukan apakah aku benar orang yang kalian cari," ia kembali ke bagian ruangannya yang gelap dan duduk disana, "tetapi setelah kalian mendengarkan apa yang akan kukatakan pada kalian, kurasa Yu Nian atau bukan sudah tidak penting lagi."
"Kami mendengarkan," kata Jin Shui singkat.
"Generasi ke sembilan dari Yumen bernama Wu Ming Hao (nama ini bisa berarti seorang tanpa nama baik)," Yu Nian memulai penuturannya, "dia menduduki posisi ketua Yumen menggantikan ayahnya. Tidak diketahui alasannya, ia tidak menduduki posisi ketua ini terlalu lama, mengundurkan diri saat putranya Wu Yao Wei yang waktu itu masih kecil masih belum siap menjadi penggantinya. Kekuasaan Yumen saat itu diserahkan pada murid keduanya, Meng Qiu, hanya sebagai pemimpin sementara.
Dalam peraturan Yumen, ketua baru mesti menguasai wuqing xue tingkat tertinggi dengan bantuan seorang shengnu. Tidak terkecuali Meng Qiu sebagai pemimpin sementara. Shengnu yang waktu itu dipersiapkan bagi Meng Qiu adalah seorang wanita cantik bernama Xiao Chan Lin, diam-diam ternyata adalah orang yang disukai oleh Liu Song Qiao, murid pertama Wu Ming Hao yang juga menduduki posisi tangan kanan.
Liu Song Qiao sangat tidak puas dengan pengaturan gurunya, ia pun berusaha merebut posisi ketua dari tangan Meng Qiu. Usahanya tidak berhasil, bahkan mengakibatkan kematian Xiao Chan Lin. Saat itu terjadi perpecahan besar dalam Yumen. Sebagian besar tokoh berpengaruh justru memihak pada Liu Song Qiao. Perang saudara terjadi bertahun-tahun, kekuasaan pusat Yumen terbagi dua di satu markas yang sama, tidak ada yang bersedia mengalah.
Tidak yakin bisa bertahan sampai di akhirnya, Meng Qiu memerintahkan mereka yang masih setia pada Yumen untuk membawa Wu Yao Wei muda pergi dari markas mereka. Wu Yao Wei waktu itu baru berusia empat belas tahun, namun ambisinya rupanya cukup besar. Berada di luar Yumen, ia mengumpulkan orang, membangun kekuatannya, berniat merebut kembali kekuasaan pusat Yumen dan menyingkirkan semua yang dianggapnya berkhianat. Salah satu yang bergabung dengannya adalah putriku, Gu Chen Hui, yang selanjutnya adalah jiaozhu furen kalian.
Perang saudara dalam aliran Yumen semakin memanas saat Wu Yao Wei kembali kesana. Dengan kekuatan baru yang dibawanya, akhirnya Liu Song Qiao dan pengikutnya semua berhasil diusir keluar. Akan tetapi ini pun tidak membawa perdamaian dan ketenangan. Boleh dikatakan, tidak ada kemenangan. Liu Song Qiao setiap saat bisa kembali lagi dengan kekuatan lebih banyak. Wu Yao Wei akhirnya memutuskan memindahkan markas pusat Yumen ke tempat yang lebih aman. Saat itu Gu Chen Hui adalah istrinya dan aku tahu tidak bisa memisahkan mereka, akhirnya membiarkannya membangun markas Yumen di Baiyu Shan. Dengan satu syarat.
Di kemudian hari yang ada bukan lagi Yumen Jiao, melainkan sebuah aliran baru yang sejalan dengan Baiyu Shan kami. Tidak perlu sebagai pembela kebenaran atau mengikuti aturan dunia persilatan terlalu banyak, asalkan tidak membawa perang saudara ke tempat ini sudah cukup. Mengenai akar ajaran Yumen, kulihat sudah banyak yang berubah di tangan Wu Yao Wei. Sejak awal didirikan disini, sudah tidak banyak ajaran agama dan beberapa aturan serta kebiasaan yang dibawa, hanya ilmu warisan leluhur yang terus dipertahankan."
Ia tidak terlalu pedulikan aliran lurus atau sesat. Seorang Yu Nian tidak peduli apakah orang lain bertindak kejam atau tidak, bermusuhan dengan seluruh dunia persilatan sekalipun juga bukan urusannya. Asalkan ketenangannya di puncak Baiyu Shan ini tetap terjaga, meski dikatakan mendukung sebuah aliran iblis pun ia tidak keberatan. Puluhan tahun yang lalu putrinya Gu Chen Hui membawa Wu Yao Wei dan Yumen Jiao ke Baiyu Shan, ia pun tidak menghalangi.
"Bagaimana dengan Liu Song Qiao?" tanya Qin Liang Jie. "Apakah dia kembali lagi, atau bahkan sempat menyerang kemari? Kabar bahwa Yumen perlu tetap ada demi melindungi dunia dari Liu Song Qiao dan orang-orangnya, apakah masih berlaku?"
"Saat itu Meng Qiu juga sudah tewas dalam perang saudara, Liu Song Qiao juga sudah mendirikan aliran lain, sudah punya kekuasaannya sendiri," sahut Yu Nian. "Terhadap Wu Yao Wei dia masih memandang sebagai putra guru dan pemimpin Yumen yang seharusnya. Tetapi Liu Song Qiao ini sangat kejam dan ambisinya pun tidak kalah. Dia sempat melukai Gu Chen Hui dan saat itu aku sendiri yang turun tangan menemuinya."
"Dia atau penerusnya apakah ada kemungkinan akan menjadi musuh kami di masa yang akan datang?" tanya Liao Xian.
"Untuk sementara waktu kalian tidak perlu mengkhawatirkannya. Orang ini meski saat sekarang masih hidup, tetapi dia setidaknya sudah berusia tujuh puluhan. Ia dan alirannya untuk saat ini tidak akan menjadi musuh kalian."
"Saat ini?" tanya Zhu Bai Que. "Kalau begitu, di masa depan masih ada kemungkinan?"
"Aku sudah banyak mendengar mengenai kalian," Yu Nian berkata lagi. "Dunia persilatan sudah mengakui kalian, dan ini adalah hasil kerja keras kalian sendiri. Kalian adalah pewaris Yumen, juga adalah pewaris Baiyu Shan. Di saat Liu Song Qiao atau para penerusnya sudah mulai menjadi musuh kalian nanti, kurasa kalian sudah akan cukup mampu untuk menghadapinya sendiri."
Kata-kata yang sudah sejak lama dinantikan oleh para pewaris. Sebagian langsung menampakkan senyum lega. Hanya Jin Shui dan Huang Yu yang tidak berubah air mukanya. Liu Xin memaksakan sebuah senyum meski duka di hatinya belum lagi menghilang. Lin Ji Xuan yang nampak paling bersemangat.
"Kalau begitu, kami boleh membangun kembali markas Yumen?" ia langsung bertanya.
"Tidak bisa begitu cepat," Yu Nian menyahut tenang. "Kudengar kalian sudah ada banyak orang, tapi masih belum cukup untuk mendirikan Yumen yang seperti dulu. Dalam setahun ke depan, kuharap kalian bisa mendapatkan lebih banyak dukungan. Mengenai caranya, kalian sendiri yang menentukan."
"Kita sudah mengambil alih kediaman Kan Mo Dao Wang Ruan Ya di Anning Hegu," Huang Yu berkata, "sebagian harta milik mendiang jiaozhu masih ada disana, Wang Ruan Ya dulu mengambilnya saat orang-orang wulin menyerang markas Yumen kita. Harta itu cukup untuk memulai kembali semuanya."
Jin Shui kemudian berpaling pada Yu Nian. "Dashanzhu, Anda ada mengatakan bahwa pada saat ayahku memindahkan markas Yumen kemari, sudah tidak banyak ajaran agama yang dibawa, hanya ilmu warisan leluhur dan beberapa aturan serta kebiasaan saja yang dipertahankan."
"Benar," sahut Yu Nian. "Salah satunya karena ajaran agama mereka dibawa oleh Liu Song Qiao dan pengikutnya, sehingga ayahmu tidak inginkan masih adanya kesamaan. Terlebih, dia hanya peduli dengan ambisinya sendiri, membuat aturan sendiri dan mempertahankan kekuasaan dengan caranya sendiri. Menggunakan nama Yumen tujuannya adalah menunjukkan pada dunia, ia tidak pernah kalah oleh Liu Song Qiao dan Yumen tetap ada di bawah kekuasaannya."
Si pelayan tua buta muncul kembali dari balik tirai. Di tangannya terdapat sebuah bungkusan yang rapi. Bungkusan itu diserahkan pada Jin Shui.
"Jin Shui, kau adalah putra Wu Yao Wei, pewaris utama penerus Mo Ying, selanjutnya juga adalah penerus utama Baiyu Shan. Salinan lima kitab leng qing yu hua, yin feng nong yue, yidian shui, taiyang gong dan fayi chuan itu dulu pernah kuserahkan pada Gu Chen Hui, tetapi dia tidak menjaganya baik-baik dan mengembalikan padaku. Kini aku serahkan semuanya padamu," Yu Nian kembali berkata, kali ini ditujukan pada Jin Shui. "Aku memberimu dukungan sepenuhnya untuk memimpin kawan-kawanmu, mengembalikan kejayaan Yumen, juga mewarisi semua ilmu dan kekuasaan Baiyu Shan."
"Hua Jin Shui mengucapkan terima kasih pada Dashanzhu," Jin Shui menerima lima salinan kitab yang terbungkus rapi itu, kemudian berlutut dan memberi hormat tiga kali pada sang majikan besar.
"Kau sudah tahu tugasmu," kata Yu Nian lagi, "hari ini, apakah ada yang ingin kau sampaikan pada yang lain demi kelancaran tugas di masa depan?"
"Hua Jin Shui ada beberapa hal yang ingin disampaikan, mohon Dashanzhu merestui," sahut Jin Shui.
"Katakan."
Jin Shui kembali berpaling pada kawan-kawannya, "hal pertama yang ingin kusampaikan, aku ingin semua yang bergabung dengan Yumen mesti dengan dasar sukarela, di kemudian hari tidak ada paksaan, tidak boleh mengambil paksa anak-anak tanpa ijin dari keluarganya atau menggunakan racun untuk mengendalikan orang atau sejenisnya. Kurasa kalian cukup jelas, tindakan ayahku menculik anak-anak berbakat demi mengumpulkan pewaris di masa lalu akibatnya seperti apa. Aku tidak berharap ada perselisihan dengan pihak mana pun karena masalah seperti ini."
"Kita bisa menjadi pewaris Yumen, bukankah dengan cara seperti ini," Liu Xin mengingatkan, "hanya saja diantara kita delapan orang, hanya ayah Lin Ji Xuan yang sempat menyatakan tidak setuju."
"Ei, ayahku menentang atau setuju, keputusan akhir tetap ada padaku," sahut Lin Ji Xuan. "Aku bergabung dengan kalian, sejak awal tidak ada kaitan dengan ayahku, dia juga tidak ada hak menghalangi."
"Pertentangan seperti di Keluarga Lin kelak tidak boleh terjadi lagi," Jin Shui menyahut dengan tegas. "Diantara kalian jika ingin mengundurkan diri, saat ini masih sempat." Ia memandang sekilas ke arah Qin Liang Jie. Kawannya yang satu ini pernah berusaha menghindari tugas sebagai salah satu pewaris Yumen demi istrinya Shangguan Ru Yin, kehilangan putranya boleh dibilang juga karena urusan ini.
"Aku...." Qin Liang Jie sedikit tergagap, "sudah tiba disini, maka aku juga sudah memutuskan untuk berjuang bersama kalian."
Dalam hati Qin Liang Jie semula memang ada banyak ketakutan dan keraguan, mengingat dulu ia sendiri mesti menjaga istri anaknya. Namun kemudian Shangguan Ru Yin sudah bisa menjaga diri sendiri, putra mereka juga sudah tidak memerlukan perlindungan ayahnya lagi. Meski dalam hati kecil ia masih ada keinginan untuk hidup tenang berdua dengan istrinya, namun Shangguan Ru Yin sendiri sudah mengatakan akan mendukungnya secara penuh untuk melanjutkan tugas sebagai salah satu pewaris Yumen, keraguannya semakin menghilang. Terlebih setelah sekian lama bersama Jin Shui dan yang lain, ia mulai memahami mereka, rasa persaudaraan sudah tumbuh dan menebal.
"Yang kedua," Jin Shui berkata lagi, "selanjutnya tidak perlu ada shengnu yang dilatih untuk membantu ketua baru mencapai tingkatan tertinggi wuqing xue. Melatih seorang gadis kecil untuk mengorbankan nyawa demi orang lain sama sekali bukan tindakan yang bisa dibenarkan."
"Ketua Yumen mesti menguasai wuqing xue sampai tingkatan terakhir," Huang Yu tidak setuju. Sudah tahu bahwa Jin Shui bagaimana pun akan menghapuskan mengenai shengnu, namun ia tidak menyangka aturan itu ditetapkan begitu cepat. "Tanpa bantuan shengnu, tidak akan bisa."
"Aku yakin ada cara lain," Jin Shui berkata cukup yakin.
"Dua hal yang barusan dikatakan oleh Jin Shui ada kaitan satu sama lain, kurasa selanjutnya bisa menjadi aturan dasar Yumen kalian yang baru," Yu Nian bersuara, membuat Huang Yu batal mengeluarkan kata-katanya yang lain. "Aku juga tidak berharap aturan mengenai kekuasaan ketua untuk menentukan hidup mati orang lain diteruskan. Selain para pengkhianat, setiap orang punya hak menentukan nasib sendiri."
"Dashanzhu, kedua hal ini merupakan kekurangan Yumen di masa lalu, kami pasti akan berusaha merubahnya supaya tidak menimbulkan kebencian pihak lain di masa yang akan datang," Jin Shui berkata lagi. "Yang ketiga, anggota Yumen tidak berhak ikut campur urusan wulin, tetapi jika tujuannya untuk menolong orang, maka boleh langsung bertindak bahkan tanpa melapor lebih dulu."
Di masa lalu anggota Yumen tidak banyak ikut campur urusan orang luar, namun mereka juga tidak pernah melakukan kebaikan, menyaksikan kejahatan dan kematian di depan mata pun seringkali membiarkan begitu saja. Perintah dari ketua terdahulu, selain demi kepentingan Yumen, tidak ada gunanya membuang tenaga. Kondisi ini tentu saja mengakibatkan pengikut Yumen sulit diterima dalam dunia persilatan, dianggap sebagai orang-orang yang wu qing wu yi (tidak berperasaan).
Huang Yu tidak banyak berbicara lagi. Jin Shui menyebutkan ketiga aturannya di hadapan Dashanzhu, langsung mendapat persetujuan, para pewaris lain pun tidak ada yang menentang, ia sendiri tidak mempunyai alasan cukup untuk menolak. Jin Shui tidak inginkan Yumen Jiao seperti yang dulu dan ia punya hak untuk mengganti semua aturan, seorang pewaris Chai Lang tidak punya kekuasaan cukup untuk menghalangi.
Jin Shui menghabiskan banyak waktu untuk mengurus aliran yang baru saja dimulai kembali, membicarakan berbagai hal dengan para pewaris lain, menyaksikan pembangunan markas yang akan digunakan nantinya, mengobati kakinya, berlatih bersama Shu Qin dan lain sebagainya, selama tiga hari berikutnya tidak menyadari bahwa Xu Qiao dengan sengaja menyembunyikan diri di kamar dan tidak seperti biasa kerap mengikutinya.
Pagi itu ia menemui Xu Qiao di kamarnya. Pelayan memberitahu bahwa Xu Qiao masih tertidur, ia mengangguk satu kali, kemudian mendorong pintu kamar dan masuk ke dalam, menemukan Xu Qiao berbaring di tempat tidur, seorang diri, sudah terlelap dan tidak terjaga ketika Jin ia mendekat. Jin Shui menemukan di meja yang tidak jauh sebuah baju yang sedang dijahit, ia tidak ingat Xu Qiao bisa menjahit, entah untuk apa juga ia membuat baju itu.
"Qiao-er," ia memanggil pelan. "Sejak kapan dia tertidur?" ia menanya pada pelayan.
"Sudah sejak kemarin sore," si pelayan menyahut dengan agak takut.
"Dimana obatnya?" Jin Shui menanya lagi.
"Obat apa?"
Jin Shui berusaha menemukan sendiri botol porselen berisi obat pemberian Zhou Yan Zi dan menemukannya tidak jauh dari tempat tidur. Ia mengeluarkan pil yang ada dalam botol dan mendapati tinggal delapan butir. Ia hendak memberikan sebutir pada Xu Qiao dan membangunkannya, akan tetapi setelah memikir kedua kali, dikembalikannya obat itu ke dalam botol.
Ia membantu Xu Qiao duduk di tempat tidur, kemudian mulai menyalurkan tenaga dalam untuknya. Xu Qiao sudah memaksakan untuk hanya menelan sebutir obat pemberian Zhou Yan Zi setiap dua hari, membiarkan diri tidur agar bisa bertahan lebih lama. Keadaannya amat lemah, maka ia tidak berani menemui Jin Shui, selama beberapa hari juga hanya berdiam di kamar dan tidak ingin siapa pun mengetahui keadannya.
Xu Qiao terbangun beberapa saat kemudian, segera mengetahui Jin Shui sedang memberikan tenaga padanya. Ia tidak bisa menolak, maka membiarkan saja hingga dua jam berlalu. Tubuhnya masih terasa lemah, akan tetapi ia merasakan hangat.
"Kau ini sebenarnya kenapa?" Jin Shui menanya padanya kemudian, "Yan Zi apakah ada menyatakan sesuatu?"
"Tidak apa," Xu Qiao berkata.
"Di belakang Baiyu Shan ada sebuah tempat pemandian, aku akan meminta orang mempersiapkannya," kata Jin Shui, "Shu Qin mengatakan dia kerap menggunakan sejenis ramuan dan berendam air hangat di tempat itu untuk melatih ilmu, sangat baik untuk meningkatkan tenaga, dia akan mengantarkanmu kesana."
Ia meminta pelayan untuk menyampaikan pada Shu Qin dan pelayan itu kemudian pergi meninggalkan mereka. Jin Shui masih menemani Xu Qiao sarapan pagi sebelum membawanya menemui Shu Qin. Mereka berjalan bersama menuju bagian belakang Baiyu Shan, Jin Shui merasakan langkah Xu Qiao berat dan tidak sedikit pun menyerupai seorang yang tidak pernah belajar bela diri, ia merasa cemas, hanya tidak ingin menampakkan.
"Jin Shui Gege, aku tahu Shu Qin Guniang adalah seorang yang baik," Xu Qiao berkata, "kau bersama dengannya, aku juga merasa tenang. Dia kelak bisa membantumu melatih wuqing xue, mungkin juga bisa menemanimu menjadi ketua Yumen."
"Qiao-er, aku pernah mengatakan padamu bahwa selama hidup ini aku hanya akan memcintai kau seorang, tidak akan menikah atau bahkan terlibat dengan perempuan lain," Jin Shui tiba-tiba berkata, cukup halus namun juga tegas. "Jika kau ada sesuatu, kau bisa memberitahukan padaku, Jika kau menyembunyikan sesuatu, maka aku akan sangat marah padamu."
"Aku tahu," Xu Qiao menyahut pelan.
"Sejak kapan kau tidak bisa menggunakan tenaga dalammu?" tanya Jin Shui lagi.
"Sudah sejak lama," sahut Xu Qiao. "Kau juga tahu tenaga dalam yang diajarkan erniang bertentangan dengan tenaga wuqing xue yang pernah aku pelajari darimu."
"Qiao-er," Jin Shui menegurnya. "Hari itu di Wansui Gu, kau membantuku menyedot racun leiying hua dari orang-orang Haitang Jian Pai, di saat terakhir aku tidak bisa menahan tenaga dan racun sudah berbalik. Gadis kecil itu meninggal dunia, saat itu apakah racun juga menyebar ke badanmu?"
Xu Qiao tidak lekas menyahut, berusaha tetap melangkah dan tidak memandang ke arahnya.
"Qiao-er," Jin Shui kembali menegur.
"Benar," Xu Qiao terpaksa menyahut, "racun itu sempat menyebar sedikit padaku. Akan tetapi Yan Zi sudah memberikan obat, memintaku meminum sebutir sehari. Hanya saja… hanya saja obat itu reaksinya sangat lambat, tidak bisa langsung memunahkan racun. Mesti menunggu sampai obatnya habis baru aku akan pulih pelahan."
"Benarkah?" Jin Shui menanya, tidak yakin karena ia mengetahui Xu Qiao sudah berusaha menahan selama beberapa hari terakhir.
"Aku ada beberapa kali meminum dua butir sehari," Xu Qiao kembali berkata, "Yan Zi berkata obat itu sengat keras, tidak boleh diminum dua butir sehari. Akan tetapi tidak apa, tidak lama lagi aku akan sembuh, kau tidak perlu mengkhawatirkanku."
Jin Shui merasakan tangan Xu Qiao gemetar dan berkeringat dingin, ia tahu Xu Qiao tidak mengatakan yang sebenarnya. "Qiao-er, kau yang sudah meyakinkanku untuk kembali pada Huang Yu dan yang lain, meneruskan tugas sebagai pewaris utama Yumen," katanya kemudian, "jika terjadi sesuatu denganmu, aku tidak akan bisa menjalankan tugas ini. Jika kau tidak bisa bertahan dari racun ini, maka aku pun tidak akan hidup sendiri di dunia."
"Jin Shui Gege, aku tidak akan mati," Xu Qiao memeluknya untuk menyembunyikan air mata. "Aku berjanji padamu, aku akan tetap hidup."
Mereka menuju bagian belakang Baiyu Shan, ke tempat pemandian yang sudah disiapkan. Shu Qin sudah menunggu disana dan Jin Shui menyerahkan Xu Qiao padanya.
"Kau tidak perlu kembali lagi ke kamarmu nanti," Jin Shui berkata pada Xu Qiao, "aku ingin kau tinggal bersamaku, dengan begitu baru aku bisa tenang. Kau adalah calon istriku, orang lain mengatakan apa aku tidak peduli."
Xu Qiao mengangguk saja, kemudian mengikuti Shu Qin ke tempat pemandian. Shu Qin memberikan semangkuk sup kepadanya, nampak jernih dan masih mengepulkan asap. Di dalam ruangan itu bau obat tercium samar, Shu Qin mengawasi Xu Qiao menghabiskan sup yang diberikannya, matanya melebar sesaat, kemudian meminta seorang pelayan memanggil Zhou Yan Zi.
"Sup itu sangat manis, apakah kau menyukainya?" Shu Qin menanya pada Xu Qiao.
"Ehm," Xu Qiao mengangguk satu kali.
"Kau tidak bisa merasakannya, benarkah?" Shu Qin kembali menanya. "Huang Yu ada memberitahukan padaku bahwa kekasih jiaozhu sedang sakit, meminta aku mengalihkan perhatian jiaozhu darimu, akan tetapi aku tahu tidak akan bisa ikut menyembunyikan keadaanmu. Aku meminta jiaozhu membawamu kemari karena berharap bisa membantumu."
"Kau bisa?" tanya Xu Qiao.
"Sejak kecil aku mempelajari sebuah ilmu tenaga dalam bernama yun xia shen gong, tidak ada mempelajari ilmu lainnya," Shu Qin berkata, ia membantu Xu Qiao melepas pakaian. "Tenaga murni yang ada padaku kelak akan digunakan untuk membantu jiaozhu melatih wuqing xue tingkat ke delapan. Akan tetapi sebelum hari itu tiba, aku mungkin masih bisa menggunakan tenaga dalam untuk membantumu."
Zhou Yan Zi datang beberapa saat kemudian, memberitahu dengan lebih jelas keadaan Xu Qiao pada Shu Qin. Zhou Yan Zi juga memberitahukan bahwa ayahnya Zhou San Gong belum pernah membuat penawar racun leiying hua.
"Ayahku mengatakan, dia membuat racun itu untuk menyakiti orang, tidak ada alasan untuk repot-repot mengetahui apakah racun akan bisa ditawarkan atau tidak jika sudah berada dalam tubuh seseorang terlalu lama," Zhou Yan Zi berkata. "Bunga leiying hua dibuat dengan menggabungkan beberapa jenis tanaman beracun, ayahku juga tidak menyangka hasilnya akan begitu mengerikan."
"Bisakah memunahkan racunnya dengan tenaga dalam?" Shu Qin menanya.
"Para pewaris Yumen sudah pernah mencobanya, akan tetapi bahkan mereka pun tetap harus secepatnya menelan penawar," sahut Yan Zi, "racun sudah ada di tubuh Qiao-er Jiejie begitu lama, sudah menyebar sampai ke setiap sel, bahkan tenaga dalam setingkat milik gonggong juga tidak akan bisa melenyapkan racunnya."
"Obat yang kauberikan akan segera habis," Xu Qiao berkata. "Apa yang akan terjadi sesudahnya?"
"Sebenarnya saat ini obat sudah ada gunanya," sahut Zhou Yan Zi. "Qiao-er Jiejie barusan sudah bisa meminum sup pahit tanpa merasakan apa pun, kuyakin saat ini juga sudah mulai merasakan sakit dan setiap saat merasakan seluruh tubuh terasa tidak nyaman."
"Benar," sahut Xu Qiao. "Tetapi tidak apa, aku hanya perlu menyembunyikannya dari Jin Shui Gege, agar dia tidak mengkhawatirkan aku."
"Qiao-er Jiejie, tidak akan bisa disembunyikan lagi," Zhou Yan Zi berkata sambil menangis. "Jin Shui Gege pasti akan bisa melihatnya."
Shu Qin membiarkan Xu Qiao berendam setengah hari, kemudian ia memberikan bantuan tenaga murni untuk menahan racun di tubuh Xu Qiao dan agaknya cukup berhasil. Ketika ia mengantarkan Xu Qiao menemui Jin Shui malam itu, keadaan Xu Qiao sedikit lebih baik dan wajahnya lebih segar.
"Tenaga yang kuberikan padamu, setidaknya bisa menahan racun itu selama tiga hari ke depan," Shu Qin berkata pada Xu Qiao. "Sayang sekali aku adalah seorang shengnu Yumen Jiao, tidak bisa memberikan seluruh tenaga dalam padamu karena kau bukan jiaozhu, yang bisa kulakukan hanya ini."
"Tiga hari sudah lebih dari cukup," sahut Xu Qiao. "Sudah cukup untuk membuat Jin Shui Gege tidak lagi mengkhawatirkan aku."
Akan tetapi Xu Qiao juga menyadari sendiri keadaannya, ia tetap tidak bisa menggunakan tenaga dalamnya, ia tidak bisa merasakan apa pun dan seluruh tubuhnya merasakan sakit yang tidak bisa dijelaskan. Ia bisa menahan dan tidak memperlihatkan pada Jin Shui selama tiga hari, akan tetapi ia tidak tahu apakah ia masih bisa mempertahankan yang sama setelah lewat tiga hari, dan hari-hari berikutnya.
Huang Yu menunggu di depan kamar Jin Shui, menghampiri Xu Qiao sebelum Shu Qin mengantarkannya masuk. Zhou Yan Zi terus memberitahukan keadaan Xu Qiao padanya, juga memberitahukan bahwa Shu Qin bisa sedikit membantu.
"Xu Guniang," Huang Yu memberi isyarat dengan menggelengkan kepala, meminta Xu Qiao menjaga jarak dengan Jin Shui.
"Huang Erge, aku tahu yang harus kulakukan," Xu Qiao berkata. "Berikan waktu tiga hari, tiga hari kemudian aku mengakhiri semuanya."
Huang Yu terpaksa mengangguk, membiarkan Shu Qin mengantarkan Xu Qiao ke dalam. Jin Shui masih mengurus laporan dari para pengikutnya, meminta Xu Qiao menunggunya. Shu Qin meninggalkan mereka berdua.
"Qiao-er, kau sudah terlihat lebih baik," Jin Shui berkata padanya kemudian, saat Xu Qiao menuangkan secangkir teh untuknya.
"Shu Qin Guniang memintaku berendam cukup lama, dia juga memberikan tenaga dalamnya padaku," Xu Qiao menyahut sambil tersenyum cerah. "Aku rasa, racun leiying hua dalam tubuhku itu tidak banyak, masih bisa dipunahkan. Mungkin, untuk sementara aku akan meminjam lebih dahulu shengnu milik Yumen kalian."
"Bukankah kau mengatakan tidak perlu seorang shengnu sebagai pengawal?" Jin Shui menanya sambil tersenyum juga. "Ternyata pengawal seperti ini cukup berguna, mau tidak mau kau mesti menerimanya."
"Jin Shui Gege, tiga tahun yang lalu kau pernah menolong aku, dan sampai saat ini kau masih belum memberi kesempatan padaku untuk membalas budi," Xu Qiao berkata. "Kau malahan sudah membantu aku membalaskan dendam keluargaku, kini juga meminjamkan Shu Qin Guniang padaku. Jika aku tidak membayar semua kebaikanmu ini, mati pun aku tidak akan tenang."
"Mengapa kau mengatakan mati?" tanya Jin Shui halus.
"Aku hanya ingin mengatakan, saat ini aku memberimu kesempatan untuk mengajukan satu permintaan padaku," kata Xu Qiao, "katakanlah, kau ingin aku mengerjakan hal aneh apa untukmu? Misalnya, menangkap kunang-kunang, mengaduk tinta, atau boleh keterlaluan sedikit, memintaku berlutut dan memanggil jiaozhu padamu."
Jin Shui tertawa. Xu Qiao jelas sekali hanya asal bicara untuk menyenangkannya.
"Mengapa hanya satu?" tanya Jin Shui. "Aku pernah menyelamatkan nyawamu, membantu membalas dendam dan meminjamkan seorang shengnu. Setidaknya aku punya hak meminta tiga permintaan."
"Kau serakah sekali," kata Xu Qiao. "Tidak bisa, kemampuanku terbatas, memenuhi satu permintaan dari seorang ketua Yumen saja mungkin akan menyusahkanku."
"Qiao-er, kau tahu apa yang kuinginkan," Jin Shui berkata. "Aku hanya menginginkanmu."
Pada senja di hari ketiga, Xu Qiao mengajak Jin Shui ke sebuah tepian danau kecil, masih di wilayah Baiyu Shan. Kabut tipis terlihat memudar, Jin Shui menemukan sebuah perahu di tepian danau itu, dan Xu Qiao langsung menariknya kesana. Di atas geladak sudah dihiasi bunga-bunga segar, beberapa ekor angsa berenang di sekitar danau. Sebuah tempat yang indah, pemandangan sekitar yang mempesona dan cuaca yang menyejukkan. Seharusnya adalah sebuah tempat memadu kasih yang menyenangkan.
Selama tiga hari terakhir mereka sudah kerap menghabiskan waktu bersama. Berkat bantuan hawa murni dari Shu Qin, Xu Qiao bisa menunjukkan pada Jin Shui bahwa keadaannya sudah jauh lebih baik. Meski Jin Shui tidak percaya penuh, akan tetapi ia pun tidak ingin ada sesuatu yang mengganggu kebahagiaan mereka, maka ia juga tidak banyak bertanya.
Xu Qiao mengenakan baju sutra putih bersulam pemberian Shu Qin hari itu, ia sudah didandani sedemikian supaya Jin Shui pun tidak bisa melihat keadaannya yang sebenarnya. Di atas perahu ada sebuah kecapi. Xu Qiao tidak semahir Han Xue atau Yu Nian memainkan benda ini, tetapi ia adalah putri Xu Cheng Hai, setidaknya pernah belajar satu dua lagu, dan ia lantas memainkan kecapi itu untuk Jin Shui.
"Jin Shui Gege," Xu Qiao berkata padanya dengan lembut, "Shu Qin Guniang yang mempersiapkan semua ini untuk kita. Bagaimana kalau sementara kau jangan pikirkan apa pun, jangan bertanya apa pun, bersamaku menikmati pemandangan disini sambil mendengarkan musik. Kita sudah menempuh perjalanan jauh sampai ke tempat ini, bertamasya sebentar tidak akan ada salahnya."
Jin Shui hanya bisa menganggukkan kepala. Perahu itu pun mulai bergerak sendiri ke tengah danau, mengikuti arus air, sungguh serupa dengan perahu yang digunakan oleh mereka berdua saat menuju Wuling beberapa hari yang lalu.
Xu Qiao hanya memainkan kecapinya sebentar, ia kemudian berdiri dan menarik Jin Shui ke sisinya. Di perahu itu juga sudah disediakan beberapa jenis makanan kecil dan arak, benar-benar sebuah tamasya yang lengkap. Wajah Xu Qiao dipenuhi senyuman, akan tetapi Jin Shui semakin lama malah merasakan ini bukan Xu Qiao yang sebenarnya.
"Jin Shui Gege, kau ingat tidak, pertama kali kita bertemu kau mentraktirku minum buzui jiu, arak tidak memabukkan, kemudian kita bertemu kedua kali di kedai yang bernama Buzui Liao," kata Xu Qiao lagi. "Kali ini kita berpisah cukup lama, sekali bertemu lagi masih bisa diramaikan dengan secawan buzui jiu yang lainnya, bukankah sangat menyenangkan?"
"Qiao-er, kita sudah bersama," Jin Shui berkata halus, "hari ini aku akan membawamu menemui Wu Furen, kau tidak bisa menolak lagi."
Xu Qiao batal menuangkan arak. Shu Qin sudah memberitahukan banyak cara padanya untuk menikmati pertemuan ini, tidak boleh menyebut kejadian atau kata-kata apa pun yang akan menyinggung urusan masa depan. Pertemuan hari ini mesti dia yang mengendalikan dan Jin Shui hanya tinggal mengikuti saja. Namun permintaan barusan sedikit banyak menggetarkan hatinya juga. Ia tahu Jin Shui tulus padanya.
"Kita menikmati sore ini dahulu," sahutnya pelan.
Perahu itu sudah berada di tengah danau. Dalam hati Xu Qiao sangat inginkan bisa terus ada di sisi Jin Shui, di hari-hari terakhirnya dan sampai saat terakhir. Jika memang mesti mati, ia ingin Jin Shui juga yang mengantarkannya. Berpisah dan menghabiskan sisa waktu tanpa Jin Shui, ia tidak tahu bagaimana akan menjalani.
"Aku merindukan Huofeng Lou," ia berkata pelan.
"Kita akan segera menikah," kata-kata Jin Shui menutup suaranya. Ia bisa merasakan, Xu Qiao akan meninggalkannya. Alasannya ia tidak ingin mengetahui, karena ia tidak inginkan perpisahan. "Kita sudah tiba di puncak Baiyu Shan, meskipun perjuangan kami masih panjang tetapi kita sudah berada di tempat yang semestinya, kelak juga akan menghabiskan hidup disini. Aku akan meminta Wu Furen mengatur pernikahan kita. Qiao-er, jika kau tidak ingin menjadi jiaozhu furen yang selanjutnya, kau tetap bisa berada disisiku, aku akan mengikuti pengaturan apa pun yang kau inginkan."
"Jin Shui Gege, aku...." Xu Qiao tahu ia tidak akan bisa. Ia sangat berharap bisa menjadi istri Jin Shui, tetapi ia tahu ia tidak akan punya cukup waktu memberi kebahagiaan. Ia akan segera mulai melemah lagi, merasakan sakit setiap saat, dan tidak akan mampu memulai sebuah tahapan baru kehidupan manusia.
"Kau kenapa?" Jin Shui menanya dengan halus.
"Jin Shui Gege, bukankah kau pernah katakan padaku, jika suatu hari aku tidak bisa menyesuaikan diri dengan posisimu sebagai ketua Yumen, maka setiap saat aku boleh meninggalkanmu," Xu Qiao berkata. "Kata-kata ini, apakah masih berlaku?"
"Apa kaubilang?" Jin Shui tentu saja masih ingat dengan janjinya sendiri. Janji ini pernah diucapkannya di Anning He Gu ketika untuk pertama kalinya Xu Qiao menyadari bahwa Jin Shui sudah mulai menjalankan peranan sebagai ketua Yumen generasi selanjutnya. Saat itu Jin Shui mengatakan bahwa Xu Qiao masih mempunyai pilihan, jika tidak bisa menyesuaikan diri dengan orang-orang Yumen dan ingin kembali menjadi Nona Besar Xu, maka setiap saat boleh pergi dari sisinya. Namun kemudian ketika di Wansui Gu, ketika Jin Shui begitu terpukul mendapati kenyataan mengenai ayah ibunya ia sempat meminta Xu Qiao untuk menganggap janji ini tidak pernah ada.
"Kalian sudah tiba di puncak Baiyu Shan, sudah menyelesaikan bagian awal perjuangan para pewaris Yumen, aku mengucapkan selamat padamu," Xu Qiao memberanikan diri memandang Jin Shui dan meneruskan kata-katanya. Susah payah ia mempertahankan ekspresi wajahnya untuk tetap tenang. "Untuk selanjutnya, perjalanan masih panjang, aku rasa aku boleh tidak menemani lagi."
"Apa maksudmu, boleh tidak menemani lagi?" tanya Jin Shui. "Kau ini kenapa? Bukahkah kau juga sudah memutuskan akan bersamaku selamanya?"
"Aku pernah memintamu meninggalkan Yumen, akan tetapi aku tahu meski kau bisa meninggalkan semuanya dan bersamaku hidup di Huofeng Lou, kau tidak akan bahagia," Xu Qiao berkata. "Kau adalah milik Yumen, aku tidak bisa menghalangi. Kita sudah sampai disini, kau sudah membantu aku membalaskan dendam orang tuaku, aku juga sudah cukup membalas budi padamu."
"Qiao-er," Jin Shui mulai merasakan kepalanya pusing.
Xu Qiao menggenggam kedua tangannya. "Hua Jiaozhu," ia memaksakan sebuah senyuman, "kita berada di dua dunia yang berbeda. Sampai disini aku semakin bisa memahami, Yumen Jiao kalian sebenarnya seperti apa. Aku tidak bisa... tidak akan bisa menyesuaikan dengan kalian. Kau sebagai ketua mereka... aku terlebih lagi tidak akan bisa menyesuaikan denganmu."
Jin Shui diam tidak bisa memberikan jawaban. Ia sungguh merasakan semuanya berputaran. Dua dunia yang berbeda, kata-kata yang tepat sekali. Sejak awal memang keduanya berada di dua dunia yang berbeda, berusaha menyatukan bagaimana pun salah seorang mesti mengalah pada yang lain sepenuhnya.
"Maafkan aku," Xu Qiao masih berkata lagi, "aku sudah berusaha untuk menyesuaikan denganmu, tetapi aku tidak bisa. Kau perlukan orang-orang yang bisa mendukungmu, sedangkan aku bukan salah satu dari mereka. Aku... aku ingin kembali ke Huofeng Lou."
Dilepaskannya tangan Jin Shui. Perahu sudah kembali ke tepi danau, Xu Qiao melangkah pelan, sempat berhenti sebentar, memejamkan mata untuk meredam perasaannya sendiri, berusaha menahan diri untuk tidak menoleh atau berbalik, kemudian berlari pergi meninggalkan Jin Shui dalam kebingungannya, seorang diri.
Jin Shui melangkah ke atas tebing yang paling tinggi. Tidak tahu apa yang membawanya kesana, ia berjalan seperti orang linglung, hanya tahu dirinya yang sekarang tidak ingin bertemu dengan siapa pun. Hati Xu Qiao hancur ketika mesti memilih meninggalkannya daripada mati pelahan di hadapannya, sedangkan hatinya kosong karena Xu Qiao menyatakan tidak bisa menyesuaikan diri dengannya. Semua terasa tidak nyata.
Huang Yu sudah mengikuti sejak ia bersama Xu Qiao di perahu di danau kecil, terus mengikutinya. Baiyu Shan berada pada sebuah deretan pegunungan, jurang dan lembah disana jauh lebih terjal dan dalam dibandingkan yang ada di Wansui Gu. Huang Yu mengenal Jin Shui dan mengkhawatirkan bahwa Jin Shui akan bertindak bodoh setelah mendengar kata perpisahan dari Xu Qiao, maka ia pun mengikuti, senjata rahasia disiapkan di tangannya.
Menyaksikan Jin Shui sudah berada di tepi tebing itu, ia langsung melepaskan senjata rahasianya, mengarah ke titik darah di badan Jin Shui demi melumpuhkannya. Satu mengenai san yin jiao di kakinya, dua lainnya meleset jauh. Huang Yu terkejut bukan main. Ilmu melepas senjata rahasia ini sudah dipelajarinya dari sang ibu sebelum ia mengenal Chai Lang, kemudian diperdalam lagi dan kemampuannya yang sekarang ini bisa dikatakan sulit dicari tandingan, selama ini juga tidak ada seorang pun yang bisa menghindari atau mematahkannya.
"Aku tahu kau pasti mengikutiku," Jin Shui berteriak tanpa memutar kepala menemukan siapa yang melemparkan senjata rahasia padanya. "Apakah kau yang menyuruh Qiao-er meninggalkanku? Kenapa?"
Huang Yu melangkah mendekat. Jin Shui melangkah semakin mendekati bibir jurang, jelas totokan pada san yin jiao tadi tidak berpengaruh padanya. Huang Yu cemas bukan main. Tentu saja ia tidak inginkan pewaris utama Yumen bunuh diri dengan meloncat ke dalam jurang hanya karena masalah cinta, tetapi Jin Shui agaknya tidak akan segan melakukan itu.
"Memang aku yang menyuruh dia," ia tidak ingin memberitahu yang sebenarnya. Paling penting menjauhkan Jin Shui dari jurang dalam itu dulu, urusan lain nanti saja. "Kau demi dia sudah menolak keberadaan seorang shengnu, sama artinya menolak menguasai wuqing xue sampai tingkat tertinggi dan menjadi ketua Yumen yang sesungguhnya. Maka aku mengancam dia, jika tidak meninggalkanmu, maka...."
Jin Shui tertawa di tempatnya. "Tidak ada yang bisa mengancam Qiao-er," katanya pula, "dia sudah terang-terangan mengikuti kita sampai kemari, tidak takut nama baiknya tercemar segala macam, masa hanya karena sebuah ancaman darimu dia bisa berubah seperti itu? Kuyakin dia juga cukup tahu, jika kau sudah mengancamnya, maka cukup melapor padaku, maka aku akan membereskanmu dengan mudah. Qiao-er sudah tidak ada keluarga yang bisa dikhawatirkan, di dunia ini hanya tersisa satu ibu tiri yang tidak disukainya, satu-satunya cara mengancamnya hanya dengan menempelkan golok ke leherku. Tentu saja, kau tidak ada kemampuan sebesar itu."
Huang Yu tidak menyahut. Benar, Xu Qiao tidak takut apa pun kecuali jika ada yang mengancam Jin Shui di depannya. Alasan mengancam ini tidak cukup. Jin Shui tidak akan mempercayai.
"Kecuali dia memang ingin meninggalkan aku," suara Jin Shui bergetar. "Dia ada alasan sendiri, aku tidak tahu alasan apa, tetapi niat meninggalkan itu adalah keputusannya sendiri. Keputusannya sendiri."
"Benar, dia memang ada alasan sendiri, tapi... percayalah padaku, dia juga tidak ingin pergi. Dia.... Jin Shui!"
Jin Shui melesat ke arah jurang yang dalam sebelum Huang Yu bertindak lebih jauh. Ilmu ringan badannya luar biasa, kakinya yang baru pulih itu tidak menghalanginya untuk mencapai puncak tebing di seberang sana. Huang Yu tidak mampu mengejar.
Sebentar saja sosok Jin Shui sudah lenyap ditelan kabut. Tubuhnya tidak hancur terhempas di bawah sana, tetapi ia berlari, melompat dari satu tebing ke tebing lainnya, berlari dan terus menjauh. Seluruh tenaga dalam dikerahkan ke kakinya, menahan diri agar tidak jatuh meski ia pun ingin jatuh dan terhempas di dasar jurang.
Ia berlari dan melesat sampai menemukan sebuah aliran sungai yang deras. Tanpa pikir panjang, ia menceburkan diri ke dalam sungai itu. Jin Shui tentu saja bukan tidak bisa berenang, tetapi untuk beberapa saat ia membiarkan tubuhnya terbawa arus. Membiarkan air membasahi kepalanya, membiarkan dinginnya menenangkan otak, dan ia terus terbawa arus sampai jauh.
Deretan pegunungan tidak ada habisnya. Pemandangan di sekitar nampak sangat menakjubkan. Tebing dan jurang saling sambung, boleh dikatakan tidak ada jalan yang bisa dilalui manusia. Beberapa ekor binatang terdengar menjerit bersahutan, tidak takut dengan kehadiran manusia yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Jin Shui berpikir, di tempat semacam ini, paling sial ia akan bertemu lagi dengan seorang gila pemakan manusia semacam Ma Yao Lun.
Ia membiarkan aliran sungai membawanya sampai ke tempat yang lebih rendah dan dangkal. Hujan mulai turun, tubuh Jin Shui mulai menggigil. Ia berusaha tetap menjaga kesadaran. Meski tidak peduli lagi jika sampai kehilangan nyawa, namun dalam hati kecilnya masih ada sedikit perasaan tidak rela jika mati karena masalah cinta. Maka ia pelan-pelan berenang keluar dari dalam aliran sungai, berbaring di atas bebatuan dan membiarkan air hujan mengguyurnya.
Dikerahkannya tenaga dalam, menghangatkan diri sendiri. Kemudian pelahan ia tertidur di tengah guyuran hujan.
Ketika terjaga kembali, ia masih sendirian di tepi sungai. Hujan sudah berhenti, dan langit gelap. Ia sudah berlari selama berjam-jam dan membiarkan aliran sungai membawanya sampai kemari, sekarang satu hari lagi lewat. Ia masih cukup sadar, mengetahui Huang Yu dan yang lainnya pasti mencemaskannya dan akan mengerahkan seluruh kemampuan untuk menemukannya.
Tetapi ia belum ingin ditemukan. Xu Qiao meninggalkannya, menyatakan dengan jelas bahwa ia tidak bisa menemani lagi. Teringat masalah ini Jin Shui merasakan dadanya sesak bukan main. Darah segar keluar dari mulutnya. Sakit di hati melukai hawa murninya. Rasa pedih tidak tertahankan. Ia pun merangkak ke arah sungai, merendam diri sendiri disana sampai dinginnya kembali menusuk sampai ke tulang.
Ia membiarkan diri sendiri berada di dalam air sampai lama. Perut yang terasa lapar tidak dipedulikan. Saat rasa dingin kembali membekukan otaknya, setidaknya ia tidak lagi memikirkan mengenai Xu Qiao. Berendam di dalam air lebih baik daripada termenung di darat, maka ia pun terus membiarkan diri sendiri seperti itu selama tiga hari berikutnya. Tidak makan apa pun, hanya meminum air dan membiarkan diri sendiri kedinginan. Saat sudah tidak mampu menahan dingin menggunakan tenaga dalam untuk memulihkan keadaan, saat mulai merasakan sakit hati kembali merendam kepala di air.
Di hari keempat, baru ia tidak berendam di sungai lagi, menyalakan perapian dengan menggunakan kayu, kemudian menangkap dua ekor ikan dan memanggangnya. Dua ekor ikan itu ternyata tidak cukup untuk mengisi perutnya yang sudah tiga hari dibiarkan kosong. Ia pun menangkap lebih banyak dan memanggangnya lagi. Bau ikan panggang memenuhi daerah sekitar tepian sungai.
Jin Shui baru saja menghabiskan ikan ketiga ketika ia mendengar suara dentingan seperti rantai yang bergerak. Celaka, pikirnya, bahkan di lembah yang tersembunyi dan sulit dijangkau ini pun ada manusia lain. Ia masih belum ingin berjumpa dengan siapa pun, maka ia lekas meloncat ke arah pohon besar dan bersembunyi di atasnya.
Tidak berapa lama, muncul satu sosok manusia dari dalam hutan, diikuti sekelompok kera besar di belakangnya. Jin Shui tetap berdiam di atas pohon, menyaksikan manusia dan kelompok kera itu mengambil alih ikan yang baru ditangkapnya. Si manusia mengambil ikan yang sudah setengah matang, mengendusnya beberapa kali, kemudian memakannya dengan rakus. Kelompok kera di belakangnya mengawasi dengan berlompatan, memekik dan bertepuk tangan.
Manusia itu agaknya seorang kakek, usianya mungkin sudah tujuh delapan puluh tahunan karena rambutnya yang sudah putih semua. Ia berjalan dengan dua kaki, namun setengah membungkuk tidak beda dengan kawanan kera. Pakaiannya adalah pakaian petani kasar, masih lengkap meski sudah sobek disana sini. Ia pun masih mengenakan alas kaki, meski hanya dari kayu akar pohon yang diikat seadanya.
Jin Shui mengamati si kakek. Nampaknya bukan orang gila meski hidup dikelilingi sekelompok kera. Yang paling aneh adalah rantai yang membelenggu tangan dan kakinya, membuatnya tidak bisa bergerak atau berlari dengan bebas, namun masih cukup mampu untuk bertahan hidup.
Si kakek itu menghabiskan ikannya, kemudian meraih satu ekor ikan lain yang ada di sampingnya. Ia menusuk ikan persis di tengah dengan batang kayu, kemudian memanggang ikan itu di atas perapian yang masih menyala. Jelas ia masih cukup tahu bagaimana memasak makanan, cukup waras dan masih seorang manusia.
Salah satu kera mendekati perapian, hendak menirukan memanggang ikan dengan cara yang sama. Namun ia rupanya tidak bisa menusuk ikan persis di tengah dengan batang kayu yang tidak runcing, kemudian memanggang ikan itu dengan tangan kosong. Si kakek mendengus satu kali padanya, memperingatkan, tapi si kera tetap bandel. Ia meletakkan tangan yang memegang ikan di atas api. Hasilnya tentu saja bulunya yang lebih dulu terbakar.
Si kera memekik kaget dan langsung melemparkan ikan di tangannya, kemudian berlari dengan ketakutan. Kawan-kawannya mengikutinya, berlarian ke dalam hutan sambil berteriak-teriak riuh. Dalam sekejab yang tertinggal disitu hanya tinggal si kakek yang agaknya tidak mau ambil pusing, tetap dengan santai memanggang ikan dan kemudian memakannya dengan rakus.
Jin Shui yakin orang tua ini tidak berbahaya, kemudian turun dari atas pohon dan mendekatinya. Ia tidak bisa melihat wajah orang tua itu karena sebagian tertutup rambut yang awut-awutan, tetapi sosok seperti ini sepertinya ia pernah mengenal.
"Kau masih lapar?" tanyanya pelahan. "Apa perlu aku menangkap beberapa ekor ikan lagi untukmu?"
Si kakek tidak menjawab dan terus asik dengan makanannya. Jin Shui melihat orang tua ini kurus kering dan nampak masih kelaparan, maka ia pun kemudian mengerahkan tenaga wuqing xue, melesat ke arah sungai, bersalto beberapa kali dengan gaya yang indah. Dua ekor ikan besar berhasil ditangkapnya sekaligus, kemudian dilemparkannya ke hadapan si kakek. Dua ikan lainnya menyusul.
Pertunjukkan ini rupanya menarik perhatian si kakek. Ia tiba-tiba berdiri dan melesat ke arah Jin Shui. Bukan hendak menyerang, tetapi ikut menangkap ikan dengan cara yang sama. Tetapi ikan sangat licin dan menangkapnya bukan hal yang mudah, ia ternyata tidak semahir Jin Shui dalam hal ini. Beberapa ikan lolos dari tangannya, ia pun nampak tidak senang dan mencipratkan air kemana-mana.
"Tidak asik, tidak asik!" serunya.
Jin Shui tersentak kaget. Suara ini sepertinya ia pernah mengenal. Ia berhenti menangkap ikan dan mendekati si kakek yang sedang duduk di tepian sungai sambil menangis seperti anak kecil. Diamatinya muka si kakek. Satu wajah terbayang di kepalanya. Apa mungkin si kakek adalah orang itu?
"Kalau kau ingin makan, biar aku saja yang menangkapkan ikan untukmu, nanti kau yang membantu memanggang bagaimana?" tanyanya pula.
"Baiklah," si kakek tiba-tiba tidak menangis lagi, lantas berdiri dan kembali ke perapian. Ikan-ikan yang sudah menggelepar di tepi sungai dipungutnya, kemudian ia menusuk dengan batang kayu dan menyusunnya di atas api. Jin Shui mengikutinya, kemudian duduk di hadapannya dan pura-pura memperhatikan caranya memanggang ikan, diam-diam berusaha mengenali wajahnya.
"Ikan yang ini sangat gemuk, pasti enak rasanya," ia berkata, berusaha memancing si kakek untuk bicara lagi. Tetapi kali ini si kakek itu tidak mengeluarkan suara. Ia membalik ikan yang ditunjuk, kemudian mengambil batang kayu lainnya dan menutupi ikan itu dengan abu perapian yang panas. Jin Shui mengamatinya.
"Kawanan kera itu, apakah mereka temanmu?" ia memancing dengan pertanyaan yang lain.
Si kakek tidak menjawab, perhatiannya tertuju hanya pada ikan-ikan di perapian.
"Kau sendirian disini?" tanya Jin Shui lagi.
"Sudah matang," kata si kakek pula. Diambilnya ikan yang tadi ditunjuk oleh Jin Shui, kemudian disodorkan padanya. Ia tersenyum, memandang ke arah Jin Shui seperti seorang anak kecil membagi makanan pada kawannya. "Untukmu."
"Untukku?" tanya Jin Shui.
"Untukmu, karena sudah membantuku menangkap ikan. Kau tahu tidak, sudah berbulan-bulan aku hanya memakan buah-buahan dan bangkai kelinci."
Satu kalimat panjang ini lebih dari cukup untuk membuat Jin Shui mengenalinya. Si kakek ini memang adalah Liang Tian Jian Shen Zhang Zhe Liang. Perpisahan di reruntuhan markas Jianyin Bang di Wuzhang waktu itu, Jin Shui masih mengingat dengan jelas. Zhang Zhe Liang mengatakan bahwa tugasnya sudah selesai dan sudah waktunya beristirahat panjang.
Shui Yao sudah meninggal, Zhang Zhe Liang tidak ingin menyusahkan Xianjing Wang dengan kembali ke kurungannya di wangfu. Akan tetapi orang tua ini sudah terluka parah sejak dua belas tahun silam, ia menggantungkan hidup pada huanming yao, meski obat ini juga tidak banyak menolong.
Jin Shui tahu setiap kali ia tertidur maka saat sadar nanti ingatannya tidak bisa dipastikan, ia bisa berubah menjadi siapa pun, bahkan yang terburuk bisa saja menjadi seorang iblis kejam. Jika ada orang yang melihatnya dalam keadaan seperti ini, maka bisa dipastikan reputasinya selama puluhan tahun akan hancur. Karena alasan ini maka ia pun mencari tempat yang paling sepi dimana ia tidak akan bertemu manusia lain dan akan menghabiskan sisa usianya disana.
Kali ini Jin Shui bertemu kembali dengan Zhang Zhe Liang, rupanya dalam ingatan kakek ini sekarang dirinya adalah seorang anak kecil. Masih baik bukan sedang kerasukan dan menjadi seorang pembunuh kejam. Meski kemampuan Jin Shui tidak bisa diremehkan, tetapi tentu ia tidak akan mampu menandingi seorang Liang Tian Jian Shen.
"Terima kasih Laoqianbei," Jin Shui menyahut. Ikan panggang yang belum matang benar itu diterimanya, kemudian ia memakannya sambil berpikir. Hari ini Zhang Zhe Liang berpikir dirinya adalah seorang anak kecil, tentu saja tidak akan mencelakai siapa pun. Akan tetapi sekali dia tertidur nanti, saat bangun lagi maka bisa saja akan menjadi orang yang lain sama sekali.
Kemudian ia juga teringat, Shui Yao ada meninggalkan tiga butir huanming yao pada Zhang Zhe Liang, kemungkinan obat itu masih ada padanya, hanya saja ia tidak punya cukup kesadaran untuk memakannya sendiri. Asalkan bisa menemukan obat itu, maka akan bisa menyadarkan Zhang Zhe Liang ini, meski bukan untuk waktu yang lama.
Rantai di tangan dan kaki si kakek memberitahu Jin Shui, orang tua ini pasti sudah merantai diri sendiri agar tidak bisa mencelakai orang, juga agar tidak bisa pergi terlalu jauh dan menetap di tempat yang tidak ada manusianya ini. Ketika ia berlalu waktu itu, dia sudah memikirkan segalanya dengan cermat. Terjaga selama mungkin, mencari tempat yang jauh dan sepi, setelah yakin baru bisa beristirahat panjang.
Deretan pegunungan di sekitar Baiyu Shan ini memang tempat yang tepat untuk mengasingkan diri. Tebing dan jurang yang sulit dilalui manusia membuat orang dari luar sulit masuk kemari, yang sudah berada di dalam pun akan terkurung. Jin Shui mengerahkan seluruh ilmu ringan badannya dan aliran sungai baru bisa mencapai tempat ini. Zhang Zhe Liang yang sudah merantai tangan dan kaki sendiri, tanpa kesadaran penuh tentu tidak akan bisa keluar dan bertemu orang lain lagi.
Tetapi membayangkan seorang mantan pendekar besar berakhir di tempat ini bersama sekumpulan kera, meski mantan pendekar besar itu juga adalah orang yang menyebabkan kematian ayahnya, Jin Shui merasa tidak sampai hati. Terlebih ia mengagumi Zhang Zhe Liang, tentu saja tidak boleh membiarkan mantan pendekar besar ini menghabiskan hidup sebagai orang gila di tempat yang terpencil.
Mesti membawanya ke Baiyu Shan, pikir Jin Shui, menemukan tempat yang jauh lebih layak untuknya menghabiskan hari tua. Jika membiarkannya disini maka saat dia meninggal pun tidak akan ada yang mengurusnya.
Si kakek sudah makan kenyang, kemudian ia langsung membaringkan badan di tepi sungai itu dan tidur. Jin Shui membereskan sisa makanan yang ada dan menambah sedikit kayu di perapian. Udara mulai terasa dingin lagi dan malam mulai turun. Jin Shui mendekati si kakek, kemudian menotoknya agar tetap tertidur. Sebentar kemudian sudah terdengar suara orang tua itu mendengkur keras.
"Laoqianbei, maafkan aku terpaksa kurang ajar." Jin Shui menggeledahnya, berusaha menemukan botol obat berisi huanming yao. Tidak sulit menemukan obat itu, sebentar kemudian sudah berada di tangan Jin Shui. Masih ada isinya, dua butir saja. Sudah berkurang sebutir. Rupanya sejak perpisahan waktu itu, Zhang Zhe Liang seorang diri masih ada sekali terpikir untuk memakannya sendiri. Pantas dia masih bisa pergi sampai sejauh ini.
Tetapi ia belum sempat memberikan obat pada si kakek, Zhang Zhe Liang tiba-tiba meloncat bangun. Jin Shui kaget bukan main, menyadari totokannya sama sekali tidak berpengaruh. Ia lekas menghindar, mengembalikan satu butir obat ke dalam botolnya dan menyimpannya di balik baju, satu butir obat lagi disiapkan di tangan.
"Siapa berani menotokku segala macam?" Zhang Zhe Liang berteriak. Suaranya sudah tidak sama dengan ia yang barusan menyaksikan Jin Shui menangkap ikan di sungai. Nadanya penuh kemarahan, air mukanya pun nampak bengis.
"Laoqianbei, wanbei Hua Jin Shui, menotok Anda karena terpaksa. Wanbei....."
"Siapa Hua Jin Shui?" Zhang Zhe Liang sudah menyerang lebih dulu sebelum Jin Shui menyelesaikan kata-katanya. Gerakannya tidak beraturan, seperti orang yang belum pernah belajar jurus silat apa pun, namun tenaganya amat kuat dan gerakannya pun sangat cepat. Jin Shui menyingkir ke balik pohon, tidak ingin berkelahi dengan orang.
"Laoqianbei...."
Zhang Zhe Liang menghantamkan tangan ke batang pohon itu, membuat batang pohon itu bergoyang hebat terkena sambaran tangannya. Beruntung kemampuan orang tua ini sudah tidak penuh seperti dulu, pohon tidak sampai patah menjadi dua. Menyadari kekuatannya sudah banyak berkurang, ia pun memburu Jin Shui, malah memaksanya mengeluarkan tenaga wuqing xue beradu telapak tangan dengannya.
"Wuqing xue!" Zhang Zhe Liang rupanya mengenali tenaga dalam lawan. "Siapa kau?"
Jelas-jelas tadi Jin Shui sudah menyebut nama dan ia sudah mendengarnya, sekarang masih bertanya lagi. Jin Shui tahu namanya mungkin tidak terlalu diingat oleh orang tua ini. Dalam keadaan terpaksa, ia berpikir cepat.
"Qianbei, wanbei Wu Yao Wei, ketua Yumen Jiao," ia menyebut diri sebagai ayahnya. Tentu saja tidak terlalu yakin sudah menggunakan panggilan yang benar atau tidak. Setahunya ayahnya dengan Zhang Zhe Liang usianya tidak sama, masih ada perbedaan setengah sampai satu generasi. Meski dua orang itu berkawan, kemungkinan Wu Yao Wei masih memandang Zhang Zhe Liang sebagai tokoh tua berpengalaman, maka tidak mungkin menyebut nama.
"Ngawur, aku Wu Yao Wei, kau setan darimana mengaku sebagai diriku?" Zhang Zhe Liang membalas kata-katanya, bersamaan menambah kekuatan pada telapak tangannya dan nyaris membuat lengan Jin Shui mati rasa.
"Die, ini aku!" dalam keadaan terpaksa Jin Shui mengaku sebagai diri sendiri. Panggilan ayah dengan sendirinya tidak fasih diucapkan olehnya, tapi pada detik berikutnya Zhang Zhe Liang sudah melepaskannya. Orang tua itu memandangi Jin Shui dengan pandangan aneh. Jin Shui baru menyadari, ayahnya tidak pernah mengetahui keberadaan dirinya, masa ayah palsu ini akan mengakuinya sebagai anak?
"Gu Chen Hui tidak pernah melahirkan, darimana aku tiba-tiba ada anak sebesar ini?" Zhang Zhe Liang bertanya seperti pada diri sendiri.
"Aku... aku putra Wu Yao Wei dengan pelayan Xiao Sha. Masa kau tidak ingat...." ia tidak bisa meneruskan. Dalam sedetik itu ingatannya kembali pada Xu Qiao, sedikit membuyarkan sandiwaranya.
"Aku ingat. Mo Ying ada memberitahukan padaku."
Jin Shui terdiam mendengar kata-katanya. Jika yang ada di hadapannya ini sungguh adalah ayah kandungnya, maka kata-kata barusan sudah menjawab semua pertanyaan yang selama ini ada di kepalanya. Bahwa ayahnya sudah mengetahui keberadaannya, juga mengakuinya, dan sudah memberi pesan pada Mo Ying untuk menjaganya.
"Kenapa kau ada disini?" Zhang Zhe Liang menanya padanya. "Bukankah kau seharusnya ada di Baiyu Shan? Aku sudah menyuruh Mo Ying mengantarkanmu kesana, kenapa kau tidak pergi bersamanya?"
"Aku...." Jin Shui mengingat pil di tangannya. Mesti mencari cara agar Zhang Zhe Liang meminum pil ini. "Die, Mo Ying Shifu mengatakan kau ada disini, maka aku lantas kemari. Aku... ingin minum arak bersamamu. Merayakan pertemuan kita."
"Minum arak?" Zhang Zhe Liang bertanya sambil tertawa. "Kenapa tidak bilang dari tadi? Kalau minum arak sih urusan gampang."
Jin Shui menyadari kesalahannya. Minum arak apa? Di tempat seperti ini yang ada hanya air sungai, jelas tidak ada arak. Membawa Zhang Zhe Liang keluar dari tempat ini, tanpa menyadarkannya lebih dulu sangat tidak mudah. Mana mungkin minum arak merayakan pertemuan dengannya. Sungguh pikiran Jin Shui masih kalut karena masalah Xu Qiao, tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.
Zhang Zhe Liang tertawa, kemudian tiba tiba ia menarik Jin Shui berdiri dan hendak menjejak tanah melesat pergi dari dalam lembah tanpa penghuni ini. Tetapi ada rantai di kakinya, tentu saja menghalangi gerakannya.
"Hei, kau tidak bantu ayahmu ini, bagaimana kita ayah dan anak bisa pergi minum bersama dan merayakan pertemuan?" tegurnya pada Jin Shui.
"Aku... aku mesti membantu apa?" tanya Jin Shui, masih setengah linglung.
"Tangan kaki ayahmu ini tidak bebas bergerak, tentu saja kau mesti membantuku pergi dari sini. Kau kan bisa ilmu ringan badan. Masa membawa satu orang tua saja bisa menyulitkanmu keluar dari sini?"
"Oh. Baiklah," Jin Shui masih kebingungan, tetapi ia tentu tidak melupakan kemampuannya. Sebentar kemudian ia sudah menarik lengan Zhang Zhe Liang, membawanya melayang meninggalkan tempat itu. Dengan ilmu ringan badannya tentu saja membawa beban seorang tua tidak begitu masalah.
Ia tidak terlalu menyadari apa yang sedang dikerjakan olehnya, hanya mengikuti perintah Zhang Zhe Liang begitu saja. Zhang Zhe Liang bertingkah seperti Wu Yao Wei sungguhan. Jin Shui seumur hidup belum pernah melihat ayah kandungnya, namun entah mengapa ia merasa sangat dekat. Sangat berharap ini adalah kejadian nyata dan orang di hadapannya ini benar adalah ayahnya, bukan seorang yang kurang waras yang menganggap diri sebagai orang lain dan sebentar kemudian akan berubah lagi. Sungguh berharap ayahnya juga menerima keberadaan dirinya seperti ini.
"Kenapa kau lambat sekali?" Zhang Zhe Liang tiba-tiba mengomel padanya, tetapi kemudian pelan-pelan menyalurkan tenaga dalamnya pada Jin Shui, memberi tambahan kekuatan padanya. Dengan bantuan tenaga, Jin Shui baru bisa bergerak lebih cepat, melesat diantara lembah dan tebing.
Para pewaris akhirnya bertemu dengan majikan besar Baiyu Shan yang juga merupakan ibu kandung Gu Chen Hui - Yu Nian. Nama Yu Nian bukan nama asli, nama ini digunakan setelah kejadian panjang yang menyebabkan nama asli mesti dikubur dan dianggap sudah tidak ada. Secara lengkap nanti akan ada pada kisah yang lain.
Yu Nian di kisah ini hanya hadir sebagai bayangan wanita di balik tirai dalam bangunan batu, wajahnya tidak ditunjukkan secara jelas. Tentunya pada prekuel dan sekuel akan ada lebih banyak penggambaran tentang beliau sebagai salah satu tokoh paling penting yang memegang peranan dalam ketiga kisah trilogi.
Xu Qiao sudah mengetahui kondisinya dan menyadari ia tidak bisa bersama Jin Shui lebih lama, memilih untuk pergi tanpa memberitahukan Jin Shui yang sebenarnya. Hal ini membawa pengaruh besar bagi Jin Shui yang baru saja memulai tugas besar dan menjadi ketua Yumen baru. Bagaimana yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana juga dengan Zhang Zhe Liang yang sudah rusak ingatannya?