webnovel

Decode : Breaker

~ Remake dari Wattpad ~ Dunia ARMMO adalah dunia yang tercipta dari pemikiran jenius Prof. Kimura Makoto, selaku juga seorang pencipta game pertama yang disebut sebagai 'The Last Phantasm'. Kejeniusannya mengangkat namanya menjadi terkenal. Disaat game di dunia nyata menjadi lebih hidup disaat itulah tak ada yang pernah menyadari bahwa mereka telah terikat oleh sebuah rantai bahaya dimana takdir mereka dipertaruhkan. Yukihara Yuka, salah seorang murid sekolah menengah pertama harus terjebak dalam situasi seperti itu. Dia dipaksa untuk terus bertarung untuk mempertahankan kehidupannya dan melindungi orang yang disayanginya. Takdir akan terus membawanya pada realitas sesungguhnya masa depan yang akan dia miliki. Kejadian kecelakaan keluarganya... dan kebenaran tentang siapa ayahnya yang sebenarnya... akan terungkap. Melalui cobaan itu Yuka memilih untuk terus melangkah. Dia memutuskan untuk mengakhiri penderitaan itu untuk selama-lamanya. Ini merupakan kisah epik perjuangan hidup seseorang didalam sebuah krisis yang melanda Jepang. Dimana mereka mempertaruhkan realitas mereka dari sebuah ilusi yang berusaha menguasainya.

Ay_Syifanul · ゲーム
レビュー数が足りません
10 Chs

Bagian 6 - Menyusun Rencana

Beberapa saat telah berlalu semenjak kejutan kedatangan gelombang sebelumnya telah menjatuhkan kembali mereka para pengguna AR.

Tidak hanya Io, Yuka dan Kumeha yang saat ini mengenakan peralatan serupa ikut tergeletak hampir tak sadarkan diri dari kejutan itu.

Dengan kedua kakinya, Kazuha yang masih sanggup berdiri segera menghampiri kedua senpai dan sahabatnya tersebut. Dia yang tak mengerti arti kejadian barusan hanya sanggup memanggil nama sahabatnya berulang kali.

"Kume-chan! Kume-chan! Apa yang sebenarnya terjadi, apa-apaan semua ini?!"

Meski sudah menepuk pipinya berulang kali, Kumeha tak kunjung sadar. Kazuha menjadi risau, dia tak tau harus bagaimana dengan keadaan mereka saat ini.

Lalu tatapan matanya jatuh pada seorang 'gadis' yang meletakkan lututnya di tanah diantara kedua senpai-nya. Merasa diperhatikan, 'gadis' itu membalas tatapan Kazuha.

Tak ada pertanyaan. Dia hanya menatap Kazuha seperti sudah menduganya. Bibirnya tak akan berujar jika Kazuha tak memiliki pertanyaan padanya.

Karena itu Kazuha bertanya hal yang sedari tadi mengganggu pikirannya.

"Alice-san, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Kume-chan yang... Bukan, kenapa aku tak bisa merasakan apa pun? Padahal aku juga merasakannya disaat pertama kali semua ini terjadi."

Lensa optiknya Alice merespon setiap perkataan Kazuha. Tubuhnya yang entah bagaimana Kazuha percayai adalah buatan program itu terlihat memiliki pergerakan yang hampir menyerupai manusia normalnya.

Hembusan udara, bidang tanah, dan bahkan sentuhan. Saat ini entah mengapa Kazuha seakan dapat merasakan sebuah keberadaan yang serupa dengan manusia, namun juga bukan manusia.

Tak lama berselang, Alice pun menanggapi pertanyaanya.

"Kirishima Kazuha-san, aku tak memiliki otoritas untuk menjawab pertanyaanmu, tapi karena hal ini melibatkan Onii-sama maka aku akan bersedia memberitahukannya padamu."

Respon Alice cukup berbeda dari sebelumnya meski dengan tatapan wajahnya yang sulit Kazuha duga, namun sepertinya dia mengkhawatirkan Yuka.

"Program yang ditujukan pertama kali tidak lain adalah untuk mengikat para pengguna AR dalam realitas buatan. Akan tetapi tidak lain program itu tidaklah sempurna. Sedangkan saat ini aku bisa merasakan kalau program sudah mulai berjalan dengan keadaan penuh."

"Keadaan penuh?"

"Benar. Pengikatan rasa sakit, tampilan secara visual, bentuk fisik, pancaran gelombang elektromagnetik semakin diperkuat. Aku tak tau secara pasti, tapi mungkin perasaan ini yang manusia anggap sebagai 'realitas'."

Ditengah penjelasan Alice, sebuah suara terdengar meski dengan nada yang begitu rendah.

"Jadi... realitas kita sedang ditukar kah?"

Dialah Yuka. Lelaki itu meski tak dapat menggerakan tubuhnya, namun telinganya masih sanggup mendengar. Meski dengan keadaan kacau balau, Yuka berusaha mengamati untuk bagaimana dia akan mengambil keputusan kedepannya.

Tubuhnya dengan perlahan bangkit diikuti Io dan juga Kumeha yang seakan baru tersadar dari tidurnya.

"Kume-chan, kau tak apa-apa?"

"Yah, barusan itu bukan masalah serius... Seharusnya seperti itu, tapi seperti yang perkataan Senpai. Aku bisa merasakan perasaan yang begitu nyata berkat peralatan bodoh ini."

"Tapi bukankah ini hanya bug atau semacamnya bukan? Tak mungkin ini akan berlangsung selamanya kan?"

Kekhawatiran Kazuha dapat Yuka mengerti. Sering kali dirinya berpikir bahwa semua ini tidak lah nyata. Ada sesuatu dalam dirinya yang ingin dia yakini kalau semua ini hanyalah keusilan dari pencipta AR, Kimura Makoto.

Tetapi bukan. Melalui tangannya, Yuka masih mengingat beratnya mengangkat beban dalam pertarungannya melawan Tyran. Pertarungan itu begitu nyata dan sekarang seolah berusaha mengusai kenyataan mereka, game ini berubah menjadi game pembunuhan.

"Onii-sama, sekarang mungkin mereka yang terkena paparan langsung gelombang barusan pada peralatan mereka berpotensi memiliki tingkat kematian yang tinggi."

Entah bagaimana Alice dapat mengatakannya, namun Yuka memilih untuk mempercayainya. Dengan kemampuan Alice, dia pasti akan dengan segera dapat mengetahui segala yang terjadi. Dan saat itu terjadi hanya Alice lah yang dapat Yuka andalkan.

"Mungkin akan lebih baik untuk memperingatkan semua orang untuk melepas Raft-glass mereka, tapi sebagai gantinya mereka tak akan dapat kekuatan untuk melawan atau melindungi sesuatu."

Kecelakaan dua tahun lalu terngiang di kepalanya. Waktu itu Yuka tak memiliki kekuatan untuk dapat menyelamatkan salah satu orang yang disayanginya, akibatnya Yuka harus kehilangan segalanya.

Sekarang dia berbeda. Dia memiliki Alice dan kekuatan miliknya yang akan menjadi alasan Yuka tetap bertarung.

Sesulit apapun itu selagi kemungkinannya bukan 0, maka Yuka putuskan untuk tetap melangkah maju. Kali ini dia harus sanggup melawan keraguannya.

"Alice, aku ingin kau merekam semua aktivitas data ini pada penyimpanan internal perangkat. Jika bisa aku ingin kau juga merekam pola gelombang barusan."

"Apa yang ingin kau lakukan, Yukihara-san?"

"Senpai?"

Disaat bersamaan hampir Io dan Kazuha mempertanyakan tingkahnya yang mereka anggap aneh. Yuka bisa mengerti itu karena dia sendiri sempat ragu.

"Entah kenapa, hanya saja firasatku mengatakan gelombang tadi memiliki alasan khusus untuk memblokir semua jenis saluran yang sedang terhubung. Semua ponsel, radio, ataupun televisi mungkin saat ini tak berfungsi. Jika kita bisa menciptakan frekuensi serupa, namun bersifat berketerbalikkan kita mungkin bisa menyelaraskan gelombang lalu menonaktifkannya."

Dari ketidakpastian timbul perasaan cemas. Itulah yang Yuka rasakan saat ini. Untuk menciptakan gelombang frekuensi balik setidaknya diperlukan peralatan yang cukup memadai dan lagi karena gelombang tadi sekurangnya telah mencakup wilayah Kanto sepertinya Yuka mulai sedikit memahaminya.

"Saat ini jaringan lokal sudah terputus. Tidak mungkin mereka akan memutus jaringan permainan ini juga. Jadi karena gangguan sebelumnya, ada kemungkinan mereka menggunakan pemancar untuk menyebarkan gelombang itu."

Dengan terhubung secara online, seharusnya mereka dengan mudah menghubungi pertolongan dari luar. Hanya saja saat ini mereka tak bisa melakukannya seolah ada yang mematikan sinyal mereka, akan tapi peralatan mereka masih online. Io yang mengetahui sesuatu segera menimpali perkataan Yuka.

"Menara Tokyo. Di sekitar sini hanya ada satu pemancar berukuran besar yang sanggup melakukan semua gangguan ini dan tempat itu adalah disana."

Io segera menunjuk satu tempat yang familiar bagi mereka warga Tokyo. Menara Tokyo juga merupakan menara tertinggi di dunia ditambah menara itu digunakan sebagai pemancar untuk peralatan elektronik seperti televisi dan radio. Wajar jika mencurigai tempat itu.

"Benar. Itu mungkin dapat menjelaskan semuanya. Sekarang yang perlu kita lakukan hanyalah merusak jaringannya dari dalam atau membuat rangkaian frekuensi balik dari luar dengan mengumpulkan semua peralatan yang cocok."

Meski menemukan cara untuk melenyapkan gelombang barusan, Yuka tak yakin ada peralatan yang cocok untuk menyaingi sebuah pemancar sebesar Menara Tokyo.

Jika ada, yang bisa mereka lakukan hanyalah menghubungkan semua perangkat masukan secara paralel menggunakan jaringan LAN. Namun jika dilakukan, mereka memerlukan inputan tegangan yang begitu besar.

"Ano, Yukihara-san. Mungkin akan terlalu beresiko jika pergi langsung kesana. Bagaimana jika kita mencoba melakukannya dari jauh saja?"

"Ya, itu yang aku pikirkan. Tapi perlu setidaknya superkomputer untuk menyaingi pancaran gelombang Menara Tokyo. Kita tak punya peralatan yang cukup."

"Bagaimana jika kita mengkonversi inputan tegangan lalu membalikan outputannya untuk meningkatkan sinyal dengan amplifier. Jika berhasil kita setidaknya akan dapat mengganggu gelombang dari pemancar, jadi kita tak perlu sampai harus menghancurkannya."

Mendengar penjelasan Io, Yuka membuka matanya lebar. Dia segera tersadar karena ide Io membuka kembali wawasan yang telah dia pelajari sebelumnya.

"Benar juga. Jika kita dapat mempersempit kemungkinan keberhasilan kita mungkin kau ada benarnya. Kau genius Yuuna-san!"

Merasa Io dapat memahami pembicaraan mereka, Yuka merasa senang. Ini pertama kalinya ada orang yang langsung bisa mengerti apa yang dibicarakannya.

Mendapatkan pujian berlebih itu, Io merasa malu. Pipinya terlihat memerah dan dia berusaha menghindari kontak mata dengan Yuka.

"Ka-kau tak perlu terlalu memujiku."

Katanya dalam hati Io juga menambahkan, 'karena Nee-san juga penggila game, dia sering mengajariku tentang dasar kelistrikan'.

Terlebih sekolah juga memberikan sedikit pelajaran tentang teknologi mengingat era saat ini adalah era kemajuan teknologi, jadi mengembangkan pembelajaran siswa sejak sekolah akan membantu mereka kelak dewasa nanti.

"Onii-sama, mengingat pembicaraan kita ini aku punya saran."

"Oh, dan katakan apa itu?"

"Daripada menggunakan peralatan besar, bagaimana jika diimplementasikan pada sesuatu yang lebih kecil."

"Maksudmu, seperti virus?"

Alice menggeleng dari jawaban Yuka.

"Ini berbeda Onii-sama. Virus mungkin akan berhasil, tapi berdasarkan data yang telah aku kumpulkan, tindakan tersebut terlalu beresiko tinggi melukai para pemain. Yang aku maksudkan adalah 'penguatan data'."

"Apa maksudmu?"

"Aku tau Onii-sama khawatir dengan Yuuna Io-san termasuk semua orang. Jadi dibandingkan merusaknya, bagaimana jika kita mengendalikan sistemnya?"

Alice menyarankan sesuatu yang tidak terpikirkan oleh mereka sebelumnya.

"Inverter Amplifier. Memang bisa digunakan, tapi jika kembali di naikkan bukankah itu sama saja kita menyalakan kembali program yang sama?"

Benar. Jika mereka bisa mengendalikannya maka mereka akan dapat menggunakannya untuk kebaikan bersama.

Seperti yang dikatakan Alice. Gelombang barusan mengikat mereka menggunakan gelombang elektromagnetik yang sekaligus memperkuat reaksi yang dihasilkan saat mengenai tubuh.

Jika elektromagnetik adalah kendali segala kondisi saat ini, maka Yuka mungkin dapat mengatur sistemnya kembali untuk membuatnya berbalik. Tapi seperti yang dipikirkannya, mustahil jika mereka hanya membalikkan sinyal untuk memperkuat karena akan berdampak serupa dengan pengikatan saat ini.

"Kita pikirkan itu nanti setelah kita berhasil mematikannya."

"Lalu karena kita akan lakukan gangguan pada frekuensi, rasio keberhasilan akan lebih tinggi jika menggunakan peralatan yang cukup dan berada dekat dengan target."

"Yang aku pikirkan hanyalah stasiun radio. Pasalnya hanya tempat itu yang dapat memancarkan sinyal serupa."

Menara Tokyo memancarkan berbagai sinyal seperti televisi, radio, ponsel, dan sebagainya. Diantara itu hanya stasiun radio yang juga sanggup mengirimkan sinyal balik selain sebagai penerima. Jadi akan lebih baik jika mereka menggunakannya dengan pintar.

Pasalnya jika satu percobaan gagal, tidak hanya posisi mereka, tapi kendali penyebaran sinyal juga akan teganggu. Mereka akan dengan mudah memutus hubungan stasiun radio melalui Menara Tokyo dengan mematikan antena penerimaannya.

"Aku sudah menemukan beberapa tempat yang cocok untuk digunakan. Apa yang harus kita lakukan, Onii-sama?"

Setelah meminta Alice untuk memindai wilayah sekitar Menara Tokyo, Yuka memastikan lokasi-lokasi yang menurutnya cocok untuk mereka pergunakan. Terlebih karena lokasinya cukup dekat mereka juga harus mewaspadai sekitar.

Bukannya tidak mungkin mereka memberikan penjagaan pada Menara Tokyo. Akan menyulitkan jika militer ikut campur dalam kasus ini, Yuka berharap musuhnya saat ini hanyalah Kimura Makoto saja.

"Yuuna-san, Alice, bersiaplah. Kita akan pergi."

"Tapi, Yukihara-san..."

Mendengar Io seperti mengingatkannya, Yuka berbalik. Pada pandangannya terdapat Kazuha yang masih dengan membantu Kumeha berdiri, memandangnya seolah ingin mengatakan sesuatu.

Karena Kazuha tidak segera berbicara, Yuka lebih dulu mengatakannya padanya.

"Tetaplah bersama temanmu dan jaga dia. Kami akan pergi dan menghentikan semua ini."

Meskipun demikian, masih ada banyak hal yang ingin Kazuha dan Kumeha katakan, tetapi mereka juga tau waktu akan terus berjalan dan jika tak ada yang menghentikan tindakan Kimura Makoto saat ini mungkin tak akan ada namanya kesempatan kedua.

Beberapa orang mungkin juga melakukan hal yang sama dengan lelaki tersebut, karena itu mereka tak bisa segera putus harapan.

Jika ada yang dapat mereka lakukan, maka mereka harus melakukannya bahkan jika hal tersebut menjadi sia-sia.

"Yukihara-senpai, Yuuna-senpai, Alice-san. Aku akan doakan keselamatan kalian semua."

Hanya dapat melakukan hal tersebut, Kazuha menyerahkan semuanya pada lelaki tersebut.

Tekadnya yang begitu besar, tak akan mengecewakan siapapun. Kazuha percaya itu dari bagaimana dia mempercayai Dewa yang selalu bersama mereka.

"Sampai bertemu kembali."

Lelaki itu bersama kedua gadis di sisinya berlari kearah Menara Tokyo berada. Semakin cepat mereka sampai maka semakin banyak pula nyawa dapat terselamatkan.

Disamping itu...

"Apakah tidak apa-apa kita menyerahkan semuanya pada pemula itu."

Tanya Kumeha yang sepertinya telah menyadari status Yuka dan Io. Kazuha pun sepertinya juga telah mengetahui semuanya, akan tetapi...

"Para Dewa akan membimbing manusia pada hal baik. Setiap kecil perasaan yang mereka tanam, semua itu pasti akan mendapat balasannya. Akan datang saatnya kita dapat menjadi dukungan bagi mereka."

"Kazu-chi, apakah mungkin kau..."

Kumeha menatap lagi wajah sahabatnya memastikan apa yang dikatakannya itu bukanlah gurauan semata.

Lalu Kazuha menatap balas gadis itu dengan senyum yang hangat.

"Aku juga akan bertarung, Kume-chan. Aku akan bertarung untuk melindungimu."

"Kazu-chi..."

Gadis itu telah memutuskannya. Dia tak akan membiarkan sahabatnya terluka seorang diri, dia akan bertarung sebagaimana dia seharusnya lakukan.

Karena memiliki orang yang dia sayangi itulah yang memberikannya kekuatan. Suatu saat Kazuha percaya, kekuatan itulah yang akan membimbingnya pada securah harapan yang akan dapat membebaskan mereka dari 'neraka' ini.