Sesuai yang dikatakan Deba melalui telepon. Kini keduanya tengah menuju ke kediaman keluarga Anderson. Ditengah perjalanan keduanya tidak ada yang membuka pembicaraan.
Akhirnya mereka sampai di sebuah mansion utama Anderson. Mereka disambut hangat oleh seluruh anggota keluarga.
"Akhirnya anak mommy paling ganteng pulang kerumah.."sambut seorang wanita paruh baya sambil memeluk hangat putra sulungnya.
"Alia? Astaga kamu kemana aja sayang? Tante kangen banget sama kamu."ucapnya sambil memeluk tubuh Alia.
"Lia juga kangen sama tante, maafin Lia gak pernah kasi kabar."Lia membalas pelukan wanita paruh baya itu.
"Gak papa. Ayo masuk!"
Resti menuntun mereka menuju ruang makan keluarga ini. Disana sudah ada Daddynya Deba dan Mytha. Kemudian Alia duduk disebelah Deba. Mereka makan malam dengan tenang kare itu sudah menjadi aturan dikeluarga ini.
Setelah makan malam diadakan dengan diselingi dengan obrolan. Kini berpindah ke ruang keluarga.
"Jadi bagaimana kelanjutan hubungan kalian?"ucap Darren membuka pembicaraan.
"Deba mau kita menikah secepatnya dad."
Sedangkan Alia hanya duduk disebelah Deba, ia pasrah mau menolak juga tidak bisa kan?
"Alia, kamu setuju dengan keputusan itu?"
"Aku ngikut kak Deba aja om."ucapnya sambil tersenyum kikuk.
"Yasudah, nanti biar kami yang mempersiapkan semuanya." Ucap Darren.
"Dan kalian tinggal menentukan tema pernikahan dan fitting saja."sahut Resti.
Tiba-tiba Mytha menghampiri Alia dan memeluk lengan kirinya.
"Malam ini kakak menginap disini ya."ucapnya dengan nada manja.
"Tanya sama Kak Deba ya?"balas Alia.
"Pokoknya kakak harus izinin kak Alia ya?"
"Gak bisa gitu dong tha, kakak ada kerjaan."
"Kalau gitu kakak aja yang pulang. Kak Alia biarin disini aja ya?"
"No! Dia harus ikut pulang sama kakak."
Deba beranjak dari duduknya dan mengambil alih tangan Alia.
"Aku dan Alia pamit pulang mom, dad."
Resti menghampiri Alia dan memeluk gadis itu. " Sering-sering berkunjung kesini ya sayang!?"ucapnya.
"Iya tante. Alia pulang dulu."ucapnya sambil menyalami tangan Resti. Ia beralih pada Darren dan melakukan hal yang sama.
Deba dan Alia baru saja sampai di apartemen. Mereka langsung menuju kamar masing-masing. Tapi saat Alia akan menutup matanya, ia merasakan ada pergerakan dibelakangnya.
"Kakak ngapain kesini?"tanya Alia.
"Aku akan tidur disini."ucapnya dengan tenang sambil memeluk pinggang Alia.
"Kan kakak sudah berjanji kita tidur bersama hanya malam itu."
"Oh ya? Aku merasa tidak pernah membuat perjanjian konyol itu."jawabnya yang membuat Alia kesal.
"Ish dasar nyebelin!!"Alia mecebikkan bibirnya.
Deba yang melihat itu hanya terkekeh,namun bibir ranum itu dapat mengalihkan perhatiannya. " Bibirmu sangat menggoda sayang."
Seketika pipi Alia merona mendengar pernyataan yang di lontarkan oleh Deba. Tidak hanya itu. Alia merasakan sesuatu yang kenyal menyentuh bibirnya. Yap. Deba menciumnya. Hanya kecupan tanpa lumatan.
Deba melepaskan ciumannya, dan kembali terkekeh karena Alia menelusupkan wajahnya di ketiak Deba.
Ia benar-benar malu!
"Kamu kenapa sayang?"tanya Deba dengan sedikit kekehannya.
"Diam!"
Deba semakin mempererat pelukannya, merasa tidak ada pergerakan ia menduduk menatap wajah gadisnya yang ternyata sudah terlelap.
Dikecupnya kening Alia, tak lama setelahnya ia juga menyusul Alia kealam bawah sadarnya.
1 minggu kemudian...
"Sayang!!"teriak Deba dari dalam kamarnya.
Alia yang sedang menyiapkan bubur, langsung bergegas menghampiri pria itu sambil membawa nampan yang berisi sarapan dan juga obat untuk Deba.
Pria itu sedang sakit sekarang, mengeluh pusing sejak ia pulang kerja kemarin.
Sifatnya benar-benar berubah 180 derajat.
"Ada apa kak? Kenpa berteriak?"
"Kenapa kamu lama sekali?"ia menarik tangan Alia setelah menaruh nampan dimeja dan menelusupkan wajahnya ke dada Alia.
"Tadi aku sedang membuat bubur kak."
"Masih pusing?"
Deba hanya mengangguk malas."Kalau begitu kau makan dulu setelah itu minum obat."ia menggelengkan kepalanya pertanda tidak mau.
"Kenapa?"tanya Alia lembut sambil mengelus rambut pria itu. Ia heran, benarkah ini Deba yang biasanya selalu terlihat tegas tapi kini menjadi sangat manja?
"Aku sedang tidak berselera."ucapnya pelan.
"Tapi kau harus makan, jika kau ingin sembuh."
"Tidakk mau!!!"rengeknya kepada Alia.
"Kenapa kakak menjadi sangat manja?"
Mendengar itu Deba melepaskan pelukannya dan menatap sengit pada Alia. " Jadi aku tidak boleh bermanja padamu heuh?"tanyanya.
"Bukan be-
Belum sempat Alia menyelesaikan perkataannya. Deba sudah membalikkan tubuhnya memunggungi Alia dan menenggelamkan dirinya dibawah selimut.
Oh lihatlah, apa dia sedang merajuk?
Alia sedang berusaha membuka selimu yang membungkus tubuh pria itu, tapi tenaga pria itu jauh lebih kuat dibandingkan Alia.
"Kak ayolah!"
"Tidak mau! Kau jahat padaku!"ucapnya dari dalam selimut.
Jahat?okay.
"Kalau kakak mau makan, malam ini kita tidur bersama bagaimana?"
Benar saja. Setelah Alia mengucapkan kata itu, pria itu lantas membuka selimutnya.
"Baiklah, tapi kamu harus suapin aku."finalnya
Alia dengan telaten menyuapkan bubur itu ke mulut sang kekasih.
"Sudah cukup."
"Satu suap lagi kak."Deba menolak, tapi Alia tidak memaksa karena pria itu sudah menghabiskan setengah mangkuk bubur.
Setelah meminum obatnya Deba kembali tidur, masih pusing katanya.
Berbeda dengan itu, Alia memilih untuk membersihkan apartemen sebelum kekasih nya bangun dan merengsek tidak mau ditinggal.
Sekian menit berlalu, Alia sudah selesai bersih-bersih. Ia ingin masak namun bahan persediaan makanan habis, ia memutuskan pergi ke supermarket depan apartemennya.
Alia mengambil barang-barang dengan cepat, karena takut saat nanti ia masih di supermarket Deba teebangun. Tapi tepukan dibahunya dapat menghentikan kegiatannya.
"Hey!"
"Kak Gibran?"
"Kamu sendirian? Lagi beli apa?"
"Oh ini lagi beli bahan masakan hehe."
"Sudah belum belanjanya?"
"Sudah kak, ini tinggal bayar aja."
"Kalau gitu kamu harus bantuin aku cari barang-barang ini."ucapnya. Gibran menunjukkan catatan belanja kepada Alia.
"Disuruh bunda, aku ga ngerti. Bantu aku ya?"
Tak bisa menolak, Alia hanya mengangguk kemudian mulai mencari barang-barang yang sudah tertulis di kertas itu.
Cukup lama mereka berkeliling supermarket, akhirnya mereka sudah selesai berbelanja sekarang.
"Sebagai tanda terimakasih bagaimana jika kita makan sebentar?"
"Tidak usah kak, aku sedang tidak ada waktu."
"Baiklah, tapi biarkan aku mengantarmu."
"Apartemen yang aku tempati tidak jauh dari sini. Tidak perlu repot-repot."
"Kalau begitu aku duluan kak."setelah itu ia pergi meninggalkan Gibran.
Gibran hanya diam memandangi punggung mungil yang sudah mulai menjauh. Ia tau alasan mengapa Alia menolak ajakannya, sudah pasti karena takut kekasih posesif nya itu marah.
Sampai di apartemen Alia mendapati Deba yang sedang duduk di ruang tv.
"Kakak sudah bangun?"
Diam. Deba tidak menjawab pertanyaannya.
"Kepalanya masih pusing?"tanyanya lagi sambil mengusap rambut pria itu. Namun di tepis oleh Deba, kemudian dia menatap Alia dengan datar.
"Kamu dari mana?"tanyanya dingin namun seperti sedang merajuk.
"Aku tadi ke supermarket, bahan masakan kita sudah habis."
"Tanpa seizinku dan tanpa memberitahuku?"
"Kakak tadi tidurnya lelep banget, aku gak tega banguninnya."
"Maaf"ucap Alia.
Deba kembali ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan keras. Alia yang melihat itu hanya bisa menghela napasnya.
Ia membiarkan Deba, sekarang ia harus masak untuk makan siang mereka. Deba akan dia bujuk sambil menyuruh pria itu makan.
Alia hanya memasak capcay dan ayam kecap favorit Deba.
Ceklek
Alia memperhatikan Deba yang tengah bermain tabnya diatas ranjang.
"Makan dulu ya kak?"
Deba tidak menjawab, namun Alia tetap menyodorkan sendok yang sudah berisi makanan, dan pria itu pun tidak menolak.
Deba membuka suaranya. " Malam ini tidur sama aku kan?"ucapnya pelan.
"Iya kak iya, kan udah bilang tadi."Alia tersenyum.
Pria itu kembali berbaring dengan paha Alia sebagai bantalannya.
Dengan refleks Alia mengelus rambut pria itu.
"Masih pusing?tanyanya.
Ia hanya mengangguk dan menenggelamkan wajahnya di perut rata Alia.
Entah kenapa rasanya kepalanya ingin pecah.
"Kalau begitu tidurlah."
Alia tidak pernah berhenti untuk mengelus lembut rambut pria itu hingga sang empu tertidur.