Written by : Siska Friestiani
Dear, Husband. I Love You : 2021
Publish Web Novel : 15 Maret 2021
Instagram : Siskahaling
*siskahaling*
Rio sudah rapi dengan setelan kantornya. Pagi ini ia akan kembali masuk kantor setelah kemarin ia tidak masuk karena menjaga Ify di rumah sakit. Pekerjaannya sudah menumpuk, walau ia tinggal sehari saja.
Jika kalian berfikir menjadi CEO adalah pekerjaan mudah seperti yang di novel-novel, kalian salah. Karena nyatanya, semakin tinggi jabatannya, maka semakin tinggi pula tanggung jawabnya.
Rio melangkahkan kakinya menuju lantai bawah siap untuk berangkat ke kantor. Tapi langkahnya terhenti begitu melihat Ify masih tertidur dengan balutan selimut hangat di ranjangnya. Ranjang yang biasanya ia pakai untuk tidur dan saat ini Ify yang memakainya. Sedikit aneh menurut Rio saat melihat itu.
Rio terdiam sejenak mengamati wajah polos Ify ketika sedang tidur seperti ini. Ok, Rio akui Ify memang cantik, bahkan masih terlihat cantik dalam keadaan tidur, terlihat lebih alami.
Wajah Ify putih bersih tanpa polesan make up, manik coklat yang selalu saja menatapnya takut-takut namun tersirat perhatian yang besar disana serta pipi chubby yang begitu menggemaskan. Dan jelas saja, semua penampilan Ify sangat berbeda dengan Shilla yang selalu terpoles make-up mahal di wajahnya.
Shit!!
Sejak kapan ia membanding-bandingkan Ify dengan Shilla. Dan sepertinya memang ada yang salah dengan otaknya beberapa hari ini.
Rio memperbaiki letak selimut Ify lalu tangannya bergerak menyinggkirkan beberapa helai anak rambut Ify yang menghalangi wajah cantiknya. Tanpa sadar Rio tersenyum. Gemas dengan perempuan yang membuatnya gusar akhir-akhir ini.
"Lo tau?" Rio mulai bermonolog "Lo itu perempuan yang sangat merepotkan" tambahnya, lalu mengusap pipi Ify lembut.
"Cepat sembuh" lirih Rio begitu pelan. Nyaris tak terdengar.
*siskahaling*
Ify merenggangkan tubuhnya. Hahhhh, Ify merasa tubuhnya lebih segar pagi ini. Ditambah ia merasa ada yang berbeda dengan sofa yang ia tiduri. Lebih empuk dan nyaman.
What??
Ify tersentak begitu sadar ia terbangun di ranjang bukan di sofa. Seingatnya semalam ia tidur di sofa, tapi kenapa sekarang ia terbangun malah di ranjang? Bagaimana kalau Rio tau, pria itu pasti marah besar padanya.
Buru-buru Ify bangun dari ranjang. Lalu membereskannya agar rapi kembali. Ia tidak mau Rio marah karena ia membuat ranjangnya berantakan.
Setelah rapi, Ify membersihkan diri di kamar mandi. Ia akan kebawah, bersiap untuk membantu Martha di dapur.
Lima belas menit kemudian Ify selesai dengan kegiatannya di kamar mandi. Ify bersenandung menuruni tangga menuju lantai bawah. Entah kenapa, pagi ini ia merasa bahagia sekali.
"Pagi, Bi" sapa Ify bersemangat. Martha tersenyum lalu membalas "Pagi, Nak" balas Martha
"Kamu terlihat bahagia sekali pagi ini. Ada apa, hmm?" tanya Martha sambil memotong kentang ukuran dadu.
Ify mengedikkan bahunya "Entahlah, Bi. Ify sendiri juga nggak tau" jawab Ify seadanya.
"Apa karena, Tuan?" tanya Martha, Ify mengernyit heran.
"Emang Rio kenapa, Bi?" tanya Ify balik
Martha tersenyum misterius "Entahlah" jawab Martha ambigu "Untuk urusan ini, Bibi tidak akan ikut campur. Kamu yang harus mencari taunya sendiri" tambah Martha yang membuat Ify penasaran.
"Tuan tadi berpesan. Kamu disuruh ke kantor membawakan makan siang" ujar Martha, Ify tersentak mendengarnya.
"Bibi serius?" tanya Ify dengan raut wajah tak percaya.
"Ngapain, Bibi mu ini berbohong, Nak" jawab Martha sambil terkekeh. Lucu melihat ekspresi Ify saat ini.
"Kalau begitu Ify harus bersiap" ucap Ify semangat, lalu beranjak menuju kamarnya.
"Makan siang masih lama, Fy. Ini baru jam 9 pagi" ujar Martha dengan nada agak berteriak agar Ify mendengarnya.
"Tidak masalah, Bi, Ify akan tampil sebaik mungkin" jawab Ify yang hanya di balas gelengan oleh Martha.
"Anak itu..." gemas Martha lalu kembali melanjutkan acara memasaknya.
*Siskahaling*
Rio mengetuk-ngetuk jemarinya di meja kerja, sambil sesekali melihat jam rolex yang melingkar di pergelangan tangannya. Setengah jam lagi jam makan siang. Itu berarti tidak lama lagi Ify datang mengantarkan makan siang.
Rio memang sengaja menyuruh Ify membawakan makan siang ke kantor agar ia bisa mengawasi apa yang Ify makan. Rio tidak ingin ia kecolongan. Bagaimana nanti jika Ify makan jenis makanan yang dilarang untuknya.
Rio sudah bersiap menghubungi Acha untuk mengantarkan Ify keruangannya ketika Ify datang. Namun belum sempat ia meraih intercome di meja, suara pintu terbuka lebar. Shilla datang dengan balutan gaun merah yang seksi dan tersenyum lebar kearahnya.
"Hallo, sayang" sapa Shilla dengan suara manja. Rio hanya tersenyum menanggapinya.
"Semalam aku ke kantor, kata Acha kamu nggak ke kantor kemarin karena lagi dirumah sakit. Ada apa? Kamu sakit?" Tanya Shilla yang kini sudah duduk di pangkuan Rio.
"Tidak, hanya pemeriksaan rutin" jawab Rio singkat. Jelas Rio berbohong, karena seharian kemarin ia habiskan untuk menjaga dan merawat Ify. Istrinya.
"Kamu kenapa sih? Kok kayak nggak seneng aku dateng?" tanya Shilla cemberut. Rio menggeleng lalu tersenyum sembari merapikan anak rambut Shilla yang berantakan.
"Aku seneng kok" jawab Rio. Shilla tersenyum mendengarnya.
"Aku lagi pengen makan sushi" rajuk Shilla sambil memainkan dasi Rio.
"Aku nggak bisa sayang, hari ini kerjaan aku numpuk karena kemarin aku nggak masuk" ucap Rio dengan wajah sesal. Shilla mengerucutkan bibirnya kesal.
"Aku maunya makan sama kamu"
Rio tersenyum meminta pengertian kekasihnya "Lain kali aja ya? Kalau aku senggang kita makan sushi yang kamu mau. Gimana?"
"Tapi kamu jan--"
Ucapan Shilla terputus ketika suara pintu ruang kerja Rio terbuka. Ify berdiri mematung disana dengan tatapan pias. Menatap Rio dan Shilla dengan tatapan terluka.
Rio tersentak, lalu menurunkan Shilla dari pengakuannya. Sedangkan Shilla mendengus, kesal karena waktunya dengan Rio terganggu.
"Ma- maaf aku ganggu" ucap Ify terbata. Serak menahan tangis.
"Aku cu- cuma mau antar makan siang aja. Ta- tadi kata Bi Martha kamu minta diantarkan makan siang" Ify menunduk semakin dalam. Rio bahkan dapat melihat jelas bahu Ify bergetar.
"Masuk!" ucap Rio namun Ify tak bergeming.
"Alyssa! Masuk!" ulang Rio dengan nada lebih tegas. Mau tak mau Ify masuk dengan wajah menunduk.
"Rio! Kamu apa-apaan sih--"
"Shilla, ikut aku" potong Rio sebelum Shilla menyelesaikan ucapannya.
"Tapi, Yo-"
"Shilla!" panggil Rio dengan nada penuh penekanan. Shilla mendengus, menghentakkan kakinya kesal. Lalu mengikuti Rio keluar dari ruangannya sambil menatap Ify tajam
Begitu Rio dan Shilla keluar, Ify menangis tergugu. Ia tidak kuat menahan rasa cemburu dan sakit hati yang ada di hatinya.
Ify pikir, segala perlakuan Rio padanya kemarin adalah awal untuk hubungannya menjadi lebih baik. Ternyata Ify salah, bagaimana pun, Rio memiliki kekasih yang begitu pria itu cintai. Ashilla Claudia.
Dan Ify, tidak ada tempat untuk menggantikan Shilla di hati Rio walaupun ia adalah istri sah laki-laki itu.
*Siskahaling*
"Yo, kamu kenapa sih jadi belain perempuan nggak tau diri itu!" Teriak Shilla tak terima. Dasar perempuan sialan! Umpat Shilla dalam hati.
"Aku nggak belain dia, Shilla! Kamu juga harus tau kalau dia itu sekarang istri aku!" ucap Rio membela diri.
"Istri?" sinis Shilla menatap Rio tajam "Sejak kapan kamu mengakui perempuan sialan itu istri kamu?"
Mata Rio memerah menahan marah. Ia tidak suka Shilla mengatakan Ify sebagai perempuan sialan. Tidak! Shilla salah, Ify bukan perempuan sialan.
"Kamu tau? Seharusnya aku yang marah di posisi ini?" Shilla kembali membuka suara.
"Kita udah tiga tahun menjalin hubungan, lalu ketika kita sudah berencana menikah perempuan sialan itu datang mengacaukan semuanya!" ucap Shilla melanjutkan. Rio hanya diam dengan nafas tersengal menahan amarah.
"Semua ini gara-gara orang tua kamu! Kalau saja mereka nggak seenaknya menjodohkan kamu sama perempuan sialan itu. Aku yang akan menikah sama kamu, Yo!"
"Plakk!!"
Satu tamparan Rio layangkan di pipi Shilla. Apa katanya? Gara-gara orang tuanya? Sialan! Tidak ada yang boleh menyalahkan orang tuanya. Dan Shilla, orang yang ia cintai ini, bisa bisanya mengatakan itu didepan dirinya.
"Kamu nampar aku, Yo?" lirih Shilla dengan wajah penuh dengan air mata.
"Kamu jahat! Aku benci sama kamu, berengsek!" pekik Shilla lalu berlari meninggalkan Rio yang kini menatap tangannya yang ia gunakan untuk menampar Shilla dengan nanar.
"Arghhhhhhh! Berengsekkk!!!"
***