webnovel

Crazy Rich Squad : Dolmabache Gate

SINOPSIS "Jangan pernah bicara tentang arti cinta kepadaku. Seseorang yang tidak mengerti arti seni tidak pantas bicara tentang cinta. Dan kamu, adalah salah satunya." Prameswari terpaku, kalimat itu membuatnya sadar, bahwa selama ini, sikap kasar dan dingin yang ditunjukan Ferhat untuk dirinya, adalah luka masa lalu saat Ferhat hidup sebagai Aslan, yang telah digoreskan olehnya. Belum sempat Prameswari menjelaskan segalanya, Aslan telah menutup mata perlahan di pangkuannya sambil tersenggal seolah nafasnya akan berhenti. Tepat di saat Prameswari hendak mencabut belati tersebut, berharap masih sempat menyelamatkan Aslan dan menjelaskan semuanya, kesadarannya seperti berangsur hilang, dan tiba-tiba saja dirinya telah berada dalam pelukan seseorang yang paling dia benci di dunia ini. Ferhat. ~•••~ Prameswari adalah seorang siswi teladan dari desa kecil di Jawa Tengah, tepatnya Desa Bangsri Jepara yang mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikan di salah satu pusat mode dunia, yaitu kota Paris, negara Perancis. Keadaan membawanya pada perseteruan panjang dengan Ferhat, Asisten Dosen yang menjadi pembimbingnya. Ferhat memang selalu dingin dan cenderung sinis kepada wanita, tidak terkecuali kepada Prameswari. Meskipun demikian, Prameswari tidak perduli. Sampai saat mereka harus bekerjasama membuat tugas proyek yang membuat keduanya terpaksa pergi ke Istanbul Turki bersama-sama. Sebuah peristiwa supranatural membuat Prameswari tersedot dan mengalami kehidupan di masa lalu, yang membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci wanita, khususnya Prameswari. Prameswari yang menyadari bahwa Aslan dan Ferhat adalah jiwa yang sama dalam raga yang berbeda, serta hidup dalam waktu yang berbeda, membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci dirinya.

Risa Bluesaphier · 歴史
レビュー数が足りません
24 Chs

8. Kerokan

Prameswari dan sahabat-sahabatnya saling berpandangan ketika mentornya meminta kunci mobil Hien. Hien dan Sanjona pergi bersama mentor mereka, sementara Prameswari dan Laksmi bersama mentor masing-masing mengendarai mobil lain yang entah milik siapa. Mereka beriringan menuju aparteman yang ditinggali oleh Prameswari dan sahabat-sahabatnya. Sebuah apartemen sempit dan berada di daerah Buzenval. Meskipun bukan merupakan daerah eksotis dan mewah, namun setidaknya mereka bisa mendapatkan tempat tinggal yang cukup layak. Laksmi dan Prameswari berada di lantai dasar, sementara Sanjona dan Hien berada di lantai satu.

Apartemen mereka yang sempit, kali ini semakin sempit dengan kedatangan para mentor.

"Maaf. Kami belum mempersiapkan tempat untuk kalian menginap di sini. Kalau kami tahu lebih awal, maka..."

Belum sempat Prameswari menyelesaikan kalimatnya, Berta menyela. "Tidak ada yang bermalam di sini. Kami akan menunggu kalian berkemas, kita akan menginap di hotel dekat bandara malam ini."

Lisa tersenyum mendengar kalimat Berta. "Ya, sebaiknya kalian bersiap-siap. Aku akan menunggu kalian di luar." Lisa melirik pada Berta dan dijawab dengan anggukan ringan dari Berta.

"Tidak perlu terburu-buru. Santai saja. Kalian boleh mandi dan bersih-bersih dulu sambil mempersiapkan diri. Apakah kalian punya sedikit kudapan?" Berta mencoba mencairkan suasana yang kaku penuh ketegangan.

"Buka saja kulkasnya. Kami tidak memiliki banyak stock makanan, tetapi mungkin ada sedikit kacang-kacangan atau biji-bijian. Ambil saja jika kamu suka." Jawab Prameswari ramah. "Maaf, kami tidak bisa melayani dengan baik. Kami benar-benar tidak mengira bahwa bapak Dekan memberi kami tugas secepat ini. Kami agak sedikit gugup." Prameswari mencoba memberi penjelasan kepada Berta.

Laksmi yang sedang membereskan barang-barangnya ke dalam koper melirik sekilas ke arah Prameswari. Pertanyaan yang sejak tadi menari-nari di kepalanya telah terwakili oleh pRameswari dan dia sungguh ingin mendengar jawaban dari mentornya ini.

"Tidak apa-apa, santai saja. Kalian harus bersyukur, sebab kalian adalah mahasiswi yang dipilih untuk melaksanakan tugas ini sebagai pilot project." Berta menjawab santai.

"Maksudnya?" Pramesware dan Laksmi bertanya secara bersamaan.

Berta tersenyum maklum dengan rasa penasaran dari kedua gadis Asia yang menurut profilnya merupakan mahasiswi cerdas yang mendapatkan beasiswa penuh dari universitas.

"Kalian terpilih untuk membuat resume tentang sejarah seni pada masa kekaisaran Ottoman dari berbagai aspek. Tugas detilnya akan disampaikan ketika kalian sudah tiba di Turki. Di sana masing-masing kelompok akan memiliki mentor seni dan budaya yang sesuai dengan tugas kalian. Kami adalah mentor-mentor pendamping saja. Kami tidak akan terlibat secara teknis, tetapi kami juga memiliki beberapa agenda untuk kalian laksanakan setiap harinya."

"Agenda?" Laksmi mengerutkan keningnya. "Agenda seperti apa?"

berta tersenyum kecil menanggapi rasa penasaran kedua gadis ini. "Karena bidangku adalah disain dan musik, maka aku akan memberikan beberapa tugas terkait disain dan musik untuk dikerjakan."

Prameswari dan Laksmi manggut-manggut. Namun sedetik kemudian keduanya saling bertatapan sedikit tegang. Dengan ragu-ragu Laksmi bertanya pada Berta.

"Lalu, tugas apa yang akan diberikan Lisa kepada kami?" Prameswari ingat betul, Lisa mentornya adalah seorang sniper.

Berta terkikik geli melihat kefdua gadis itu terbelalak ngeri. Tawa Berta mencairkan suasana. Membuat Laksmi dan Prameswari sedikit santai.

"Lisa memiliki ketajaman penglihatan, ketenangan, serta fokus yang kuat. Sebagai mahasiswa dan mahasiswi bidang seni, sudah seharusnya kalian bukan sekedar menciptakan karya seni yang baik, namun juga menyentuh. Aku rasa Lisa akan memberikan kalian materi bagaimana membuat target bisa di dapatkan dalam sekali hentak. Sebagai seorang yang kelak diharapkan mampu menciptakan karya-karya besar di bidang seni, kalian perlu memiliki keahlian yang Lisa miliki tersebut."

Laksmi dan Prameswari mengangguk tanda mengerti. Mereka sedikit lebih rileks sekarang.

"Apakah kamu tahu, teman-teman seangkatan kami juga memiliki tugas ke luar negri seperti kami?" Tanya Laksmi kritis. Sesungguhnya Prameswari sudah ingin menanyakannya sejak tadi. Namun Laksmi sudah mewakilinya.

Berta tersenyum bijak. Dia sudah menghabiskan banyak kacang pistaschio kesukaanya yang tersimpan di kulkas milik Prameswari dan Laksmi. "Ya, ada yang mendapat proyek di Iran, di India, di Jepang, dan negara-negara lainnya."

"Apakah Indonesia masuk dalam lokasi yang dituju untuk proyek ini?" Prameswari ingin sekali mengetahuinya.

Berta mengangguk tegas. "Ya, Indonesia termasuk. Ah ya, kamu dari Indonesia, kan? Tentu saja Indonesia masuk dalam daftar, sebab Indonesia banyak memiliki keragaman budaya yang sangat menarik."

"Siapa yang mendapat proyek ke Indonesia?" Tanya Prameswari antusias. Ada sedikit rasa sedih karena kelompoknya bukan yang terpilih untuk melakukan tugas di Indonesia, negara kelahirannya.

Berta mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu. Tugasku adalah menjadi mentor pendamping kalian. hal lainnya kami bukan menjadi tanggung jawab kami, dan kami juga tidak diberi tahu." Jawab Berta ringan.

Yang tidak Berta sampaikan adalah, bahwa mahasiswa dan mahasiswi lainnya tidak mendapatkan mentor pendamping sebanyak kelompok ini. Mereka hanya mendapatkan mentor pendamping di negara tujuan, bukan di dampingi sejak berangkat dari Paris, bahkan setiap orang memiliki satu pendamping. Kalau saja kelompok pria bukan berasal dari keluarga orang-orang penting dan merupakan pemberi sumbangan utama pada universitas, tentu keistimewaan seperti ini tidak akan mereka dapatkan.

Bagi Berta dan mentor pendamping lainnya, apapun itu tidaklah penting. Tugas utama mereka sesungguhnya adalah sebagai body guard atau pengawal. Itulah sebabnya komposisi mentor pendamping terdiri dari berbagai macam keahlian profesional di bidang-bidang yang sangat penting. Jika terjadi sesuatu terhadap putra-putra konglomerat tersebut, maka bisa dipastikan pertolongan pertama akan segera bisa di dapatkan dari para mentor pendamping.

Selain itu, insiden yang terjadi dua hari sebelumnya sangat viral dan memerlukan upaya ekstra untuk meredam. Pihak manapun ingin agar kondisinya segara menjadi kondusif kembali dengan menutup kemungkinan berita tersebut kembali naik menjadi headline. Salah satulangkah yang perlu dilakukan adalah menjauhkan mereka dari media dan kemungkinan yang bisa terjadi di bawah pantauan orang-orang yang kompeten di bidangnya.

Dengan memberikan mereka mentor-mentor pendamping berlatar belakang profesional dibidangnya masing-masing, tentu masing-masing akan berpikir berkali-kali jika ingin membuat masalah.

"Apakah kalian sudah siap?" Tanya Berta lembut.

"Aku sedikit lagi." Jawab Prameswari.

"Apakah perlu membawa winter coat?" Tanya Laksmi. Prameswari ikut memikirkan pertanyaan Laksmi. Saat ini bulan September. Jika mereka diharuskan membawa winter coat, artinya kemungkinan mereka membutuhkan waktu yang cukup lama di Turki. Sebab musin dingin di Turki biasanya terjadi di bulan Desember sampai February. Selain itu tiket yang mereka pegang merupakan tiket one way, alias sekali jalan. Jadi memang mereka belum tahu kapan akan kembali.

"Ya, sebaiknya kalian bawa perlengkapan musim dingin juga." Jawaban Berta membuat Laksmi dan Prameswari sadar bahwa mereka akan tinggal cukup lama di Turki.

"Kira-kira, kapan kami harus melaporkan tugas kami?" Tanya Laksmi kritis. Padahal dia hanya ingin tahu berapa lama mereka harus tinggal di Turki.

"Mungkin dua sampai tiga bulan. Tergantung pembimbing kalian di Turki. Jika mereka menyatakan kalian boleh pulang, maka kita akan pulang." Berta menjawab sambil tersenyum dan mengambil koper milik Prameswari yang sudah siap. "Ini boleh aku letakkan di dekat pintu? Ada lagi barang yang akan di bawa?" Berta mencoba mengkonfirmasi.

"Aku hanya akan mebawa sedikit perlengkapan pertolongan pertama?" jawab Prameswari kalem.

Berta mengeryitkan dahi tidak mengerti. "Dan apakah itu?" Tanya Berta penasaran.

"Ini." Prameswari menunjukan sebuah dus berisi macam-macam minyak kayu putih, minyak sereh, balsem, dan lain sebagainya yang dia bawa dari Indonesia. Ini adalah pertolongan pertama buat aku jika kurang enak badan. tanpa ini semua, aku akan sangat sengsara."

Laksmi yang mengetahui semua senjata pamungkas milik Prameswari tertawa terbahak-bahak. "Kamu akan terkejut bagaimana cara Prameswari menggunakan segala minyak itu untuk membuatnya sembuh."

Berta sekali lagi mengernyitkan dahinya, sementara Laksmi berselancar dan memasukan sebuah keyword di browser. Lalu menunjukkan ponselnya ke arah Berta yang mendadak terkejut.

"Apa ini?" Tanya Berta dengan ngeri.

"Kerokan."

"Jawab Laksmi singkat."

"Prameswari melakukan ini?" Berta menatap Prameswari ragu-ragu.

Laksmi mengagguk mantap, dia senang melihat mimik Berta yang kaget.

"Prameswari, kamu menyembuhkan sakit dengan cara menyakiti dirimu sendiri?" Berta mengkonfirmasi analisanya kepada Prameswari.

Prameswari hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Berta. "Sama sekali tidak sakit, Berta. Kamu harus mencobanya sekali-sekali. Aku bisa melakukannya untukmu." Prameswari tersenyum kecil melihat Berta yang ketakutan. Dia mengedipkan matanya ke arah Laksi yangs edfang menahan senyum.

"Uhmm... aku akan menunggu kalian di luar. Jika sudah siap aku dan Lisa akan membantu kalian membawa kopernya. Oke." Berta bergegas ke luar dan menutup pintu. Begitu pintu di tutup, Laksmi dan Prameswari tertawa terbahak-bahak.

Bukan pertama kalinya orang-orang Eropa mersa ngeri melihat gambar-gambar hasil kerokan di google. Karena hasilnya memang seperti di cambuk berkali-kali. Namun bagi orang Indonesia, kerokan adalah hal yang sangat biasa.