webnovel

Crazy Rich Squad : Dolmabache Gate

SINOPSIS "Jangan pernah bicara tentang arti cinta kepadaku. Seseorang yang tidak mengerti arti seni tidak pantas bicara tentang cinta. Dan kamu, adalah salah satunya." Prameswari terpaku, kalimat itu membuatnya sadar, bahwa selama ini, sikap kasar dan dingin yang ditunjukan Ferhat untuk dirinya, adalah luka masa lalu saat Ferhat hidup sebagai Aslan, yang telah digoreskan olehnya. Belum sempat Prameswari menjelaskan segalanya, Aslan telah menutup mata perlahan di pangkuannya sambil tersenggal seolah nafasnya akan berhenti. Tepat di saat Prameswari hendak mencabut belati tersebut, berharap masih sempat menyelamatkan Aslan dan menjelaskan semuanya, kesadarannya seperti berangsur hilang, dan tiba-tiba saja dirinya telah berada dalam pelukan seseorang yang paling dia benci di dunia ini. Ferhat. ~•••~ Prameswari adalah seorang siswi teladan dari desa kecil di Jawa Tengah, tepatnya Desa Bangsri Jepara yang mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikan di salah satu pusat mode dunia, yaitu kota Paris, negara Perancis. Keadaan membawanya pada perseteruan panjang dengan Ferhat, Asisten Dosen yang menjadi pembimbingnya. Ferhat memang selalu dingin dan cenderung sinis kepada wanita, tidak terkecuali kepada Prameswari. Meskipun demikian, Prameswari tidak perduli. Sampai saat mereka harus bekerjasama membuat tugas proyek yang membuat keduanya terpaksa pergi ke Istanbul Turki bersama-sama. Sebuah peristiwa supranatural membuat Prameswari tersedot dan mengalami kehidupan di masa lalu, yang membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci wanita, khususnya Prameswari. Prameswari yang menyadari bahwa Aslan dan Ferhat adalah jiwa yang sama dalam raga yang berbeda, serta hidup dalam waktu yang berbeda, membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci dirinya.

Risa Bluesaphier · 歴史
レビュー数が足りません
24 Chs

17. Dari Perut Naik ke Hati

Topik pembahasan terkait dari perut naik ke hati menjadi trending sepanjang perjalanan dari vila menuju airport. Tentu saja hanya Prameswari, Ferhat dan Nikolazs yang mengetahui dengan pasti maksudnya. Dan Nikolazs yang memang ahli berorasi mulai memberikan petuah-petuah konyol terkait cinta, perut, dan pandangan mata yang saling terpaut. Semua tertawa menikmati lelucon Nikolazs, kecuali Ferhat dan Prameswari yang sesekali hanya bisa tersenyum kecut. Sebab mereka tahu, Nikolazs sedang membicarakan mereka.

Nikolasz membacakan sebuah artikel dari ponselnya. "... jadi menurut artikel ini, jika suamimu tidak mencintaimu, setidaknya, buatlah perutnya tergantung kepadamu, sehingga tanpa dia sadari, ketergantungan si perut terhadap masakan istrinya akan melahirkan cinta pada masakan istrinya, yang selanjutnya sudah bisa di duga, rasa suka dan ketergantungan itu akan naik ke hati. Biasanya ditandai dengan saling memandang dalam waktu yang cukup lama." Nikolasz berhenti sejenak, memberi kesempatan teman-temannya saling mem-bully dengan bebas.

"Dan ketika pandangan tersebut terkait satu sama lain seperti ada medan maghnet yang membuat keduanya sama-sama tidak mampu berpaling, sudah bisa dipastikan, hati keduanya juga akan saling terpaut." Para pria berteriak riuh, sementara para gadis hanya senyum-senyum saja.

Nikolazs melanjutkan. "Yang bahaya adalah, jika si istri pandai memasak, lalu dia jatuh cinta pada seorang pria, dan si pria punya banyak teman, lalu teman-temannya juga suka masakan si istri tersebut. Pertanyaannya, bagaiman fenomena dari perut naik ke hati ini harus di sikapi?"

Sontak para pria berebutan menghujani Nikolazs dengan pukulan ringan dan jambakan halus, membuat suasana di dalam bus semakin riuh.

Para mentor membiarkan saja dan hanya memperhatikan sambil tersenyum. Mereka senang suasana semakin cair, padahal saat ini mereka masih di Paris, belum sampai ke Turki, negara tujuan mereka.

Bagaimanpun, para mentor pendamping yang tadinya berpikir bahwa tugas mereka cukup berat dengan mengawal putra para milioner dan gadis-gadis cerdas yang dikirim untuk menimba ilmu di negara mereka, telah berubah seratus delapan puluh derajad. melihat fenomena semalam hingga sarapan dan makan siang sampai kondisi di dalam bus menuju airport, mereka sepakat, bahwa tugas mereka akan jauh lebih menyenangkan daripada yang mereka kira sebelumnya.

Tidak lama kemudian, mereka tiba di Airport Internasional Charles De Gaulle, untuk bertolak menuju Istanbul. Meskipun mereka saat ini merupakan rombongan yang menggunakan fasilitas reguler di kelas ekonomi, namun tetap saja ada perbedaan, mereka sama sekali tidak perlu melewati antrian yang panjang.

Petugas fast track membimbing mereka untuk melakukan beberpa hal seperti profiling dan cek retina. Selebihnya, urusan tiket stamp paspor, dan bagasi sudah diatur. jadi ketika tiba di airport, mereka sudah menerima pasport masing-masing serta tiket yang sudah berisi stempel. Rombongan langsung menuju pintu masuk imigrasi, dan masing-masing orang hanya butuh kurang dari dua menit untuk cek retina serta sidik jari, selanjutnya menuju longue sambil menunggu jadwal keberangkatan pesawat yang masih sekitar satu setengah jam lagi.

Di dalam longue yang cukup mewah, mereka mulai menanyakan kudapan yang dibawa oleh para gadis. Meskipun di dalam longue telah disediakan aneka makanan, namun pra pria lebih memilih masakan para gadis.

"Apakah tidak bermasalah kalau kita mengeluarkan bekal di dalam longue ini?" Prameswari bertanya hati-hati pada Enzo.

Enzo hanya mengedipkan sebelah matanya. "Berikan saja makanannya padaku. Kalau ada yang menegur, biar menjadi urusanku. Sebaiknya kalian para gadis makan saja apa yang sudah disiapkan di longue ini, jadi kalian tidak akan mengurangi jatah kami, hehe."

Prameswari mencebik, namun tetap saja memberikan bekalnya pada Enzo. begitu pula dengan Hien, Sanjona dan Laksmi yang masing-masing juga membawa bekal. Mereka memang membaginya menjadi empat kotak besar, agar tidak terlalu merepotkan.

"Oke, terima kasih. Selamat menikmati menu di longue, dan tidak usah risau dengan kotak bekal makanan kalian, kami akan mengembalikannya dalam keadaan bersih, hehe." Enzo tanpa menunggu jawaban dari para gadis langsung melesat menghampiri teman-temannya. Sedetik kemudian terjadi kericuhan diantara para 'Putra Mahkota' di sudut longue, membuat petugas melirik dan menghampiri mereka.

Belum sempat petugas menegur, Geraldo menghampiri petugas dan mengeluarkan semacam kartu entah apa, membuat petugs tersebut membungkukkan badan lalu tersenyum minta maaf dan berlalu.

Prameswari dan sahabat-sahabatnya menyaksikan hal tersebut sambil tersenyum sinis.

"Beda kasta." Sanjona berbisik kepada sahabat-sahabatnya, yang segera diaminkan dengan tawa kecil diantara mereka berempat.

"'Putra Mahkota' mah bebas." Prameswari menimpali. Membuat ketiga sahabatnya semakin terkikik geli.

"Apalah kita ini, yang sekedar rakyat jelata. Bahkan manuk longue airport saja baru kali ini." Hien ikut berkomentar.

"Ssst, sudah. Ayo kita lihat menu apa yang disiapkan untuk kita. Biarkan mereka sibuk dengan makanan yang kita buat. Kalau mereka bahagia dengan itu semua ya baguslah. Kita juga harus bahagia dengan kesempatan pertama kita memasuki longue mewah di airport seperti ini."

"Kamu juga pertama kali?" Tanya Hien pada Laksmi, dan jawab dengan anggukkan kepala.

"Kamu?" Hien berpaling pada Prameswari yang juga mengangguk.

"Kamu?" Hien menatap Sanjona, meminta jawaban.

"Aku? Oh tentu saja tidak, ini merupakan pengalamanku yang ke..." sanjona berpura-pura berpikir keras, "aku rasa ini pengalamanku yang ke seratus kali memasukimlonge mewah di airport." Jawab Sanjona angkuh.

Ketiga gadis lainnya sontak mencubiti pipi Sanjona dengan gemas, sebab mereka sama-sama tahu, untuk terbang ke Paris dalam rangka pendidikan saja mereka harus memperoleh nilai tertinggi agar mendapatkan beasiswa penuh. Bahkan saat liburan semester, mereka lebih suka menukar jatah tiket dengan uang tunai, lalu mengisi liburan dengan bekerja paruh waktu agar bisa mengumpulkan uang.

Sementara para 'Putra Mahkota' itu, bisa-bisanya jejingkrakan saat Enzo mengumumkan bahwa mereka akan naik pesawat reguler kelas ekonomi. Dasar orang kaya yang aneh.

Jika para gadis berpikir bahwa para siswa adalah orang kaya yang aneh, maka bagi para pria, para gadis juga merupakan sisiwi yang aneh sampai harus bersusah payah belajar hanya untuk menjadi nomor satu, tetapi mengabaikan kesenangan pribadi. Mereka juga mendengar bahwa para gadis tidak pernah mengambil liburan semester mereka hanya untuk bekerja paruh waktu dengan bayaran sekitar sepuluh sampai dengan dua puluh euro per jam. Sementara mereka, terkadang sehari bisa menghabiskan tiga ratus sampai lima ratus euro.

Namun, jika harus jujur, kelima mahasiswa yang saat ini tampak seperti anak TK itu, belum pernah merasakan kenikmatan makanan seperti yang mereka rasakan dua hari terakhir ini. Bahkan kegembiraan bisa berbaur dengan rakyat jelata bagaikan sebuah hadiah maha besar dan tak terbayarkan dengan euro.

Kebahagiaan memang aneh, masing-masing memiliki barometernya tersendiri. Seseorang bisa melihat betapa hijau rumput tetangga, sementara dirinya sedang berada di sebuah kebun mawar yang indah. Itulah manusia, dan itulah pentingnya kita berada pada situasi yang bertolak belakang, untuk bisa lebih mensyukuri apa yang kita miliki daripada meratapi apa yang belum kita punyai.