webnovel

Crazy Rich Squad : Dolmabache Gate

SINOPSIS "Jangan pernah bicara tentang arti cinta kepadaku. Seseorang yang tidak mengerti arti seni tidak pantas bicara tentang cinta. Dan kamu, adalah salah satunya." Prameswari terpaku, kalimat itu membuatnya sadar, bahwa selama ini, sikap kasar dan dingin yang ditunjukan Ferhat untuk dirinya, adalah luka masa lalu saat Ferhat hidup sebagai Aslan, yang telah digoreskan olehnya. Belum sempat Prameswari menjelaskan segalanya, Aslan telah menutup mata perlahan di pangkuannya sambil tersenggal seolah nafasnya akan berhenti. Tepat di saat Prameswari hendak mencabut belati tersebut, berharap masih sempat menyelamatkan Aslan dan menjelaskan semuanya, kesadarannya seperti berangsur hilang, dan tiba-tiba saja dirinya telah berada dalam pelukan seseorang yang paling dia benci di dunia ini. Ferhat. ~•••~ Prameswari adalah seorang siswi teladan dari desa kecil di Jawa Tengah, tepatnya Desa Bangsri Jepara yang mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikan di salah satu pusat mode dunia, yaitu kota Paris, negara Perancis. Keadaan membawanya pada perseteruan panjang dengan Ferhat, Asisten Dosen yang menjadi pembimbingnya. Ferhat memang selalu dingin dan cenderung sinis kepada wanita, tidak terkecuali kepada Prameswari. Meskipun demikian, Prameswari tidak perduli. Sampai saat mereka harus bekerjasama membuat tugas proyek yang membuat keduanya terpaksa pergi ke Istanbul Turki bersama-sama. Sebuah peristiwa supranatural membuat Prameswari tersedot dan mengalami kehidupan di masa lalu, yang membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci wanita, khususnya Prameswari. Prameswari yang menyadari bahwa Aslan dan Ferhat adalah jiwa yang sama dalam raga yang berbeda, serta hidup dalam waktu yang berbeda, membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci dirinya.

Risa Bluesaphier · 歴史
レビュー数が足りません
24 Chs

15. Sarapan Yang Barbar

Pagi-pagi sekali, Prameswari dan sahabat-sahabatnya sudah bangun dan mempersiapkan diri. Mereka sudah berada di dapur dan memeriksa persediaan bahan makanan yang telah di letakkan di atas meja dapur. Biji kacang hijau dan kacang merah juga sudah di rendam sesuai pesanannya.

Hari ini, Prameswari berencana untuk memasak telur gulung isi ayam suwir, bubur kacang hijau dengan jahe geprek, dan club sandwich isi ikan tuna. Sebab Prameswari khawatir tidak semua akan menyukai menu Indonesia yang dia buat. Untuk amannya, dia juga membuat sandwich yang dipadu dengan mesh potato atau kentang yang dihaluskan. Prameswari juga membuat es kacang merah untuk siang hari, namun Prameswari membuatnya sekaligus, agar tidak membuat dirinya repot siang nanti. Sebab hari ini mereka masih harus makan siang sebelum terbang ke kota Istanbul Turki.

Setelah semua masakan selesai, Prameswari dibantu oleh sahabat-sahabatnya dan pengurus villa menata hidangan di meja makan. Waktu yang tersisa dimanfaatkan oleh Prameswari dan sahabat-sahabatnya untuk meracik menu makan siang.

Belum selesai Prameswari menata meja, orang-orang mulai berdatangan. Semua sibuk melihat-lihat hidangan yang ada di meja dan mulai bertanya tentang berbagai macam makanan tersebut. Apa bahan-bahannya, bagaimana membuatnya, dan lain sebagainya. Dengan senang hati Prameswari menjelaskan dan berjanji akan membagikan resepnya.

"Oke, semuanya sudah hadir ya?" Geraldo menatap seluruh isi ruangan dan memastikan setiap orang sudah hadir di meja makan. "Enzo, kamu boleh memimpin doa, atau menunjuk seseorang untuk memimpin doa." Geraldo mengarahkan.

Dengan bijak, Enzo memilih David untuk memimpin doa, sebab David adalah mentor kelompok satu. Enzo tidak mau terjebak situasi seolah-olah dia memihak pada seseorang. Geraldo telah memberinya sedikit pengarahan terkait sikap dasar kepemimpinan yang harus bisa ditunjukkan oleh Enzo.

Semua orang mulai mencicipi sarapan yang dibuat oleh Prameswari dan sahabat-sahabatnya. Masing-masing berusaha untuk mengecap dan memastikan cita rasanya saat makanan tersebut menari dengan lidah mereka.

"Apa ini namanya tadi?" Tanya David.

"Bubur kacang hijau." Jawab Prameswari pelan, takut rasanya tidak sesuai dengan lidah David. "Aku juga membuat sandwich yang mungkin lebih cocok dengan lidahmu." Prameswari tiba-tiba merasa kurang yakin dengan masakannya.

"Kamu membuatnya dengan rasa manis dari apa?"

"Gula aren."

"Apa itu gula aren?" Tanya David lagi. Laksmi menyodorkan handphonenya. Prameswari sering membuatkan mereka sarapan berupa bubur kacang hijau di apartemen. Jadi Laksmi juga pernah melontarkan pertanyaan yang sama seperti David.

David mengambil ponsel Laksmi lalu membacanya sekilas. "Boleh aku kirim lingknya ke nomor pribadiku?" tanya David sopan. Laksmi mengangguk mempersilahkan.

"Kirimkan juga ke ponselku." Lisa tidak mau kalah.

"Sudahlah, kirimkan saja ke dalam grup telegram kita."

David melirik ke arah Geraldo meminta persetujuan. Sebab ini merupakan topik di luar aktivitas. Geraldo mengangguk.

"Aku rasa banyak yang penasaran dengan masakanmu, Prameswari. Tidak ada salahnya kalau kamu membagikan resepnya ke grup telegram kita." Geraldo memberikan lampu hijau.

Prameswari tersenyum dan mengangguk pasti. tadi hampir saja dia merasa bahwa orang-orang tidak menyukai masakannya. Namun melihat wajah-wajah yang sangat menikmati, Prameswari dan sahabat-sahabatnya merasa senang.

Dengan mencuri-curi pandang, Prameswari melirik Ferhat yang sudah menghabiskan banyak makanan. Prameswari segera memalingkan wajahnya, tidak mau membuat Ferhat memergoki dirinya memperhatikan Ferhat. Sesaat setelah Prameswari mengalihkan pandangan ke arah lain, Ferhat yang mencuri pandang ke arah Prameswari, sebab dia tidak ingin tertangkap basah sedang menikmati masakan orang yang paling dia benci. Entah mengapa, Ferhat merasa sangat familiar dengan cita rasa masakan Prameswari, mengingatkan dirinya akan sesuatu yang tidak mampu dia ingat.

Suasana masih kondusif selama beberapa saat, namun ketika beberapa makanan sudah mulai habis, terjadi perebutan kecil-kecilan yang pada akhirnya menjadi pertempuran sengit u8ntuk mendapatkan sisa makanan terakhir yang bisa mereka dapatkan. Suasana menjadi sangat riuh, bahkan para mentor turut serta dalam pertempuran sengit tersebut.

Bahkan Arthur yang selama ini lebih sering diam menjadi super aktif. Rupanya Arthur pernah bertugas di perairan Indonesia dan menyukai kuliner Indonesia, sejak tadi Arthur sibuk mengabadikan makanan di meja dengan kameranya, lalu mengirimkan ke dalam grup sambil memberi caption nama-nama makanan tersebut.

"Prameswari, apakah stock masakanmu benar-benar sudah habis di dapur?" Tanya Arthur.

Prameswari dan sahabat-sahabatnya salong berpandangan. "Sebenarnya, kami mempersiapkan beberapa racikan untuk makan siang. Jawab Prameswari polos."

"Dan apakah itu?" Tanya Arthur.

"Ada perkedel, es kacang merah, cendol, dan lain-lain."

"Aku mau itu, perkedel, es kacang merah, cendol, semua favoritku."

"Tetapi aku harus menggorengnya lebih dulu, yang sudah siap kacang merah dan cendol, tetapi itu lebih cocok untuk siang hari." Jawab Prameswari.

"Keluarkan saja cendol dan kacang merahnya, aku tidak masalah dengan sesuatu yang dingin untuk pagi hari. Sementara kami mencicipinya, kamu bisa menggoreng perkedelmu itu." Arthur mendesak.

"Ya, aku jugta mau mencicipi." Jawab William, di ikuti oleh Gervaso dan yang lainnya. Prameswari dan sahabat-sahabatnya hanya bisa mengedikkan bahu sambil tersenyum simpul, lalu menghambur ke dapur untuk mengeluarkan menu makan siang yang sebagian harus di keluarkan sekarang.

"bagaimana kalau mereka sakit perut pagi-pagi begini makan es kacang merah dan cendol?" Tanya Sanjona bingung.

"Biarkan saja, mereka yang mau. Kalau ternyata habis, ya kita tinggal buat lagi untuk siang nanti." Jawab Hien santai.

"Sudahlah, turuti saja kemauan mereka. Aku rasa ini awal yang baik. benar kata pepatah, kalau urusan perut bisa kita kuasai, maka setidaknya, limapuluh persen pertempuran telah kita menangkan, hehe." Laksmi ikut memberikan komentarnya.

Hien dan Sanjona mempersiapkan cendol dan es kacang merah, sementara Prameswari menggoreng perkedel, dan Laksmi berselancar di dunia maya untuk mencari resep masakan dan membagikan link resep tersebut lalu membaginya ke dalam group telegram yang sudah dipenuhi dengan aneka foto masakan mereka serta berbagai komentar lucu dan seru. Hanya ferhat yang tidak memberikan komentarnya sedikitpun.

"Mes, lihat, semua memuji masakanmu. Hanya ferhat yang tidak memberikan komentar apapun." Laksmi menyodorkan ponselnya ke arah Prameswari. Prameswari yang sibuk menggoreng hanya melirik sekilas dan tersenyum. Dia tidak mau mengatakan bahwa dirinya melihat bagaimana Ferhat menghabiskan makanannya dengan antusias.

"Tidak apa-apa, namanya juga selera, setiap orang memiliki kesukaan yang berbeda. Jadi ya sudah." Prameswari meniriskan perkedelnya sambil memasukkan perkedel yang baru ke dalam penggorengan.

"Boleh minta tolong piringnya? Perkedelnya siap di hidangkan sebentar lagi. Biarkan yang ini menyusul saja." Prameswari meminta Laksmi untuk mengambilkan piring.

Saat Laksmi sibuk menata perkedel yang baru matang, Hien dan Sanjona memasuki dapur sambil menepuk kening mereka.

"Hei, coba tebak, cendol dan es kacang merahnya habis." Hien memberi penjelasan, sementara Sanjona sibuk meletakkan wadah kotor ke mesin pencuci piring dan menatanya, lalu menyalakan mesinnya dan membiarkan mesin tersebut menyelesaikan tugasnya membuat perabotan menjadi bersih.

"Baguslah. Ini, tolong bawa ke depan. Dan biarkan mereka terkapar kekenyangan." Laksmi menyodorkan piring berisi perkedel ke arah Hien, yang langsung di sambar oleh Hien lalu tubuhnya yang mungil menghilang dari dapur menuju ruang makan.

"Kita ini seperti pelayan restaurant saja, ya?" sanjona berkomentar lucu. Laksmi terkekeh, baru menyadari bahwa apa yang Sanjona katakan ada benarnya.

"Iya, ya. Mereka memakan semua makanan. Sementara kita di dapur mempersiapkan pesanan mereka, haha." Jawab Laksmi geli.

"Iya, sepertinya setelah proyek ini selesai, kita bisa membuat restauran di dekat kampus. Bagaimana menurut kalian?" Tanya Prameswari kepada sahabat-sahabatnya.

"Wah, ide cemerlang. Mari kita lakukan!" sanjona dan Laksmi langsung menyetujui. Hien yang baru saja masuk ke dapur, dan melihat ketiga sahabatnya saling berangkulan dan tertawa mendekati dan bertanya karena merasa dia seorang yang tidak update.

Ssetelah dijelaskan, Hien ikut senang dan meloncat-loncat gembira. tetapi kemudian terdiam, membuat teman-temannya penasaran.

"Kenapa, Hien?" Tanya Prameswari khawatir.

"Mereka minta perkedel lagi." jawab Hien dengan muka memelas.

Laksmi dan Sanjona segera merapikan perkedel yang baru saja ditiriskan oleh Prameswari ke atas piring. Lalu meminta Hien untuk mengeluarkan Vietnam Roll yang sudah mereka siapkan untuk siang hari juga.

"Hien, keluarkan saja Vietnam Roll mu. jangan lupa katakan, bahwa ini makanan Vietnam, bukan makanan Indonesia."

"Tapi...?"

"Urusan makan siang kita pikirkan nanti. Sekarang, penuhi saja perut mereka dengan makanan yang kita punya." Jawab Prameswari lugas. "Tetapi katakan kepada mereka bahwa ini makanan terakhir, sebab yang lainnya harus kita persiapkan dulu, tidak bisa cepat. Mereka harus bersabar sampai nanti siang."

Hien mengangguk. "Sanjona, ayo bantu aku."

Sanjona segera menata Vietnam Roll ke atas piring, dan bersama Hien mereka ke luar untuk menghidangkan makanan tersebut. Keduanya kembali dengan piring kosong. Dengan orderan ini-itu dari semua orang.

"Mes, kamu buka grup, di sana sudah ada orderan untuk makan siang." Hien terduduk di lantai kelelahan karena harus bolak-balik mengantar makanan. Prameswari yang menatap grup ikut terduduk. Akhirnya keempat sahabat tersebut merebahkan diri merteka di lantai dan mengabaikan semua pesan grup yang meminta dibuatkan makan siang ini dan itu, terutama dari Arthur yang memang banyak mengetahui tentang menu khas Indonesia.

Rupanya mereka mulai searching di internet dan meminta Prameswari untuk membuatkan beberapa makanan yang menurut mereka patut untuk di coba. Yang mereka tidak tahu adalah, bahan-bahan untuk membuatnya seringkali sulit di dpatkan di Paris. Meskipun ada Asian Market, namun tidak mudah untuk mendapatkannya.