webnovel

Cold Boy Paskibra

Zach berjalan tegap, pandangan matalurus kedepan tanpa menggubris teriakan-teriakan histeris para kaum hawa yang ia temui disetiap jalan koridor. Dia muak dengan itu semua, setiap kali ia berjalan pasti diantara gadis itu selalu saja meneriak-neriakan namanya dia benci sunggu benci jika selalu ada terus wanita yang mendekatinya. Karna popularitas dan kekayaan yang ia miliki saat ini. Ia terus saja berjalan sampai ketika ia mendengar suara meja jatuh yang begitu keras seperti sengaja dijatuhkan dari salah satu lkelas yanang berada dikoridor itu. Zach mendekat kekelas dimana ada suara barusan dan melihat apa yang terjadi disana, sebuah pemandangan yang membuatnya menggelengkan kepala tak percaya. Namun ekspresi datar masih terlihat jelas diwajah tampanya. “ini akibat Lo udah ngelawan gue tadi”terdengar suara wanita yang begitu kejam sambil menuangkan air kotor ketubuh wanita lainnya yang tengah terduduk dilantai. “gu, gue salah apa sama Lo” gadis itu mencoba memberanikan dirinya untuk berucap Plakkk Suara tamparan keras terdengar begitu nyarinya, tetapi bukan mengenai wajah gadis yang terduduk itu melainkan mengenai sebuah punggu kekar yang memeluk gadis itu, Zach berjongkok didepan gadis dilantai itu menghalau tamparan yang menyakitkan menggunakan punggungnya.

Elfcho88 · 若者
レビュー数が足りません
53 Chs

Episode 51

"Zach.." Suara itu suara yang begitu familiar ditelinga Zach dulu. Zach diam terpaku ditempatnya yang masih di atas motor dipinggir jalan.

"Zach, Kau dengar aku" suara laki-laki yang terdengar haru.

Zach masih diam mendengarnya, dia tahu betul itu suara siapa. Itu suara kakaknya Zayn yang beberapa tahun lalu pergi dari rumah dan membuatnya harus merasakan kesepian yang begitu menyiksa raga.

*Flashback ON*

Saat itu Zach masih kelas satu SMP, dia tampak begitu gembira berlari dengan tergesa-gesa menuju ke kamar kakaknya yang letaknya persis disebelah kamar miliknya. Berlari dengan membawa secarik kertas hasil ulangannya. Ia sangat senang dan ingin segera menunjukkan hal tersebut pada Zayn. Zayn pasti senang melihat hasil ulangannya.

"Kak, kakak.." panggilnya begitu antusias didepan pintu kamar kakaknya.

"Iya ada apa Zach," perlahan pintu itu terbuka.

"Kak, lihat kak aku dapat nilai bagus ulangan ku bagus semua kak" Zach begitu antusias sampai-sampai ia mengeluarkan semua kertas hasil ulangannya dan memperlihatkan itu semua pada Zayn.

Zayn melihat satu-satu kertas ulangan tersebut matanya berbinar memancarkan sebuah kebanggaan pada adiknya.

"Waah, nilai mu bagus-bagus Zach. Bahkan banyak yang mendapat seratus, kamu memang pintar" takjub Zayn sambil mengacak-acak rambut adiknya.

"Iya dong siapa dulu Kakak yang ngajarin" Zach tersenyum memamerkan giginya.

"Kalau begitu nanti kamu kakak ajak makan diluar, terus kakak mau kasih kamu hadiah"

"Sekarang kamu ganti baju dulu, terus kita keluar deh"

"Benar ya kak, awas bohong loh"

"Iya, kakak serius" setelah mendengar itu Zach langsung berlari ke kamar nya bergegas berganti baju. Dia begitu antusias dengan ajakan Zayn.

Zayn Wireman Praditya kakak kesayangan Zach. Zach begitu menyayangi kakaknya melebihi sayangnya kepada orang tua mereka.Zayn bagaikan kakak merangkap orang tua untuk Zach. Jarak usia Zach dan Zayn terpaut enam tahun saat ini Zayn sudah lulus sekolah dan bersiap untuk melanjutkan ke perguruan tinggi yang ia impikan dan harapkan.

Alasan Zach begitu menyayangi kakaknya karena hanya kakaknya saja yang selalu ada untuknya, hari-harinya selalu bersama Zayn.

Orang tua mereka selalu tidak ada waktu di rumah membuat mereka berdua begitu haus akan kasih sayang terutama Zach yang masih menginjak masa pertumbuhan remaja yang seharusnya didampingi orang tua. Tetapi tidak, mereka malah sibuk sendiri dengan pekerjaan.

Zayn yang tahu itu tidak ingin membuat adik kesayangannya kehilangan kasih sayang dalam keluarga sebisa mungkin ia akan selalu ada untuk adiknya. Bahkan saat Zach pembagian raport kenaikan kelas di sekolah dasar, dimana saat itu Zach masih kelas tiga SD Zach kecil memohon kepada Papa atau Mamanya untuk datang ke sekolah mengambilkannya raport, mereka berdua pertama menjanjikan untuk datang tetapi saat hari dimana itu dilaksanakan mereka membatalkannya begitu saja dengan alasan mereka harus berangkat ke luar negeri gara-gara ada urusan yang harus diurus di sana. Zach menangis sejadi-jadinya, itu merupakan permintaannya dikala ia iri melihat teman-temanya yang selalu diantar serta diambilkan raportnya oleh orang tua mereka sendiri sedangkan ia tidak pernah. Selalu saja sopir yang mengantarkannya ke sekolah.

Zayn yang melihat adiknya menangis di tangga seorang diri akhirnya memutuskan mendekati sang adik. Pada saat itu Zayn masih kelas satu SMA,

"Kenapa menangis, jagoan kok nangis" Zayn duduk disebelah Zach.

"Papa sama Mama bohong padaku kak, mereka bilang akan mengambilkan raportku disekolah. Tapi mereka malah pergi keluar negeri, mereka jahat mereka nggak sayang sama aku" Zach kecil menangis terisak.

Dengan lembut Zayn memeluk adiknya,.

"Nggak boleh bilang begitu, mereka sayang sama kamu. Mereka sayang sama kita, mereka keluar negeri buat kerja dan itu buat kita juga" Zayn mengelus-elus rambut adiknya untuk menenangkan.

"Kakak aja yang ngambilin raport kamu gimana?" Zach langsung melihat wajah Zayn berbinar

"Kakak serius,"

Zayn mengangguk dan tersenyum.

"Tapi kakak kan sekolah, gimana mau ngambilin raport ku"

"Kakak libur," ujar Zayn berbohong padahal dia tidak libur sekolah. Justru saat ini sekolahnya sedang ujian kenaikan kelas. Tapi dia tidak bisa bilang pada adiknya, kalau adiknya tahu maka dia akan sangat sedih.

Bukan itu saja yang dilakukan Zayn untuk Zach tetapi Zayn selalu mengajak Zach saat ia sedang berkumpul dengan teman-temanya. Maka dari itu Salsa dan Zach saling mengenal, Salsa teman Zayn saat SMP dan juga SMA.

Zayn juga yang mengajari Zach agar pintar dalam setiap mata pelajaran. Zayn memang begitu pintar, kepintarannya melebihi Zach saat ini.

......…

Beberapa tahun berlalu, orang tua mereka Arsen dan Wilona bukanya semakin meluangkan waktu malah semakin sibuk dengan pekerjaan mereka. Kini bahkan putra sulung mereka sudah menginjak dewasa butuh tujuan hidup sendiri bukan terkekang dalam keluarga.

"Zayn,.." Panggil Arsen saat putra sulungnya itu berjalan naik ke tangga.

Zayn menghentikan langkahnya, menoleh kebelakang melihat ayahnya yang berdiri dibelakangnya.

"Kenapa Pa?" Zayn memperhatikan papanya.

"Ayo duduk di ruang tengah, Papa mau bicara sama kamu" ajak Arsen

Zayn berjalan mengikuti dibelakang Papanya.

"Mau bicara apa Pa,?" Zayn sudah tidak terlalu mau berbasa-basi lagi.

"Kamu sudah lulus sekolah, setahun ini. ada rencana mau lanjut dimana?Dulu kamu Papa tanya ingin merefresh otak dulu. Yasudah Papa biarkan, sekarang Papa ingin tahu kamu mau kuliah dimana?"

Zayn diam mendengar pertanyaan Papanya rasanya sulit untuk menjawabnya.

"Kenapa diam?Papa ingin tahu"

"Emm, sebenarnya. Aku sudah kuliah Pa" Zayn menjawab dengan ragu-ragu.

"Kamu sudah kuliah,?Kuliah dimana kamu" Arsen tampak terkejut dengan perkataan Zayn.

"Di bandung," singkat Zayn.

"Di Indonesia?Kamu mau jadi apa?Keluar dari universitas itu, Kamu harus kuliah di Jerman. Papa sudah daftarkan kamu di sana dari setahun lalu."

"Papa nggak bisa maksa aku untuk menuruti keinginan Papa, aku sudah besar Pa. Aku ingin apa yang aku ingin bukan apa yang Papa ingin"

"Yang Papa ingin itu baik buat kamu"

"Menurut Papa baik buat aku, baik darimana Pa?Itu bukan keinginanku, aku tidak mau menjadi seperti apa yang Papa inginkan. Aku capek Pa. Selama ini aku sudah menuruti keinginan Papa dari SMP sampai SMA, aku menuruti keinginan Papa yang ingin aku sekolah di sekolahan tersebut"

"Aku melakukan semua yang Papa mau tapi papa tidak pernah melakukan yang apa yang ku mau. Papa egois atau apa"

Plakkkk

Tamparan keras mendarat di wajah Zayn. Pada saat itu juga Rini, Wilona dan Zach baru saja masuk keruang tengah sehingga melihat itu semua bagaimana emosinya Arsen menampar Zayn.

"Kamu mulai ngelawan ya sama Papa kamu, mulai nggak sopan juga"

Zayn hanya diam

"Papa pokoknya minta sama kamu keluar dari kampus itu dan masuk ke kampus yang papa mau. Papa mau kamu menjadi orang berguna agar bisa meneruskan pekerjaan Papa mengerti"

"AKU BILANG TIDAK MAU, YA TIDAK MAU PA."

"Aku punya tujuan dan keinginan sendiri, Papa gak berhak mengatur aku terus-terusan. Aku benar-benar terkekang dengan peraturan Papa, saat aku SMP sebisa mungkin aku mendapatkan nilai bagus dan SMA aku juga melakukanya bahkan Papa melarang ku untuk sakit agar aku bisa berangkat sekolah terus. Papa selalu menuntut ku untuk menjadi sempurna tanpa kesalahan. Papa sadar nggak sih manusia tuh tidak luput dari salah, dan manusia itu tidak ada yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik tuhan pa" Zayn begitu emosional menuangkan segala macam yang ia pendam selama ini.

Plakk

lagi tamparan lagi yang didapat Zayn.

"Pa...."

"Arsen" Teriak Wilona dan Rini bersamaan. Zach hanya melihat itu, diam memperhatikan kakaknya yang begitu tertekan. Sungguh Zach tidak pernah melihat Zayn sebegitu tertekannya. Apa itu benar isi hati kakaknya yang tertutupi senyuman selama ini

Arsen melihat sekilas kearah istri dan Kakaknya, Namun pandanganya langsung menatap tajam Zayn yang menurutnya sudah melawan orang tua.

"Bagus, kamu sekarang mulai nentang Papa ya hah. Kamu sudah tidak mau di atur oleh Papa?Kalau kamu tidak mau diatur lagi, kamu bisa pergi dari rumah ini, sana cari apa yang kamu mau. Tidak usah di rumah ini"

Zayn menatap Ayahnya tak kalah tajam, Lama ia menatap Papanya lalu dengan begitu saja ia pergi dari hadapan Papanya berjalan cepat menuju tangga dan masuk kedalam kamar.

Tak lama kemudian Zayn keluar kembali dengan membawa koper dan juga tas. Mengangkat koper itu di tangga,

Wilona yang melihat putra sulungnya, membawa koper dan tas langsung berlari menghampiri Zayn.

"Zayn,..Mau kemana kamu?" Wilona memeluk lengan Zayn yang akan pergi.

"Aku mau pergi ma,"

"Mau kemana kamu, ini rumah kamu" Wilona mulai menangis.

"Aku sudah tidak tahan tinggal disini ma, sudah bertahun-tahun aku menahannya. Sekarang tidak bisa ma,"

"Kamu tidak boleh pergi, pokoknya kamu jangan pergi" Wilona masih memeluk Zayn tidak membiarkan Zayn pergi.

"Maaf ma, aku harus pergi. Papa sendiri yang menginginkanku pergi, aku tidak mau terkungkung dalam kemauannya" Zayn melepaskan tangan Mamanya secara perlahan mulai kembali melangkah pergi meninggalkan rumahnya.

Sementara Arsen hanya menatap kepergian putranya datar saja tidak berekspresi

"Apa kamu hanya diam saja putramu pergi seperti ini" sindir Rini sinis memperhatikan adiknya yang sangat egois itu.

"Itu keinginannya kak, biarkan saja" datar Arsen lalu pergi dari hadapan mereka semua.

"KAU EGOIS ARSEN.." teriak Wilona yang begitu terisak saat ini. Arsen hanya memperhatikan sekilas istrinya yang menangis lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Wilona terduduk dilantai sambil menangisi Zayn yang sudah pergi keluar bayangannya sudah tidak terlihat lagi. Rini segera menghampiri adik iparnya itu mencoba menenangkan Wilona yang menangis.

Zayn berjalan diluar dengan langkah berat, sejujurnya ia begitu berat meninggalkan rumah ini. Tapi mau bagaimana lagi, dirinya sudah tidak tahan dengan kemauan ayahnya yang ingin menang sendiri. Ia sungguh ingin mengejar apa yang diinginkannya bukan yang diinginkan ayahnya.

Saat mulai melangkah mendekati pintu Gerbang Zach sudah berdiri didepannya. Dengan masih menggunakan seragam sekolah,

"Zach.." lirih Zayn memperhatikan adiknya yang tampak meneteskan air mata.

"Kenapa menangis?ada apa denganmu" Zayn tampak khawatir melihat Zach yang menangis.

Zayn mendekat dan mengusap air mata Zach.

"Bilang sama kakak kenapa menangis? masa sudah kelas satu SMP mau kelas dua menangis, cowok lagi"

"Papa marah sama kakak?Papa tadi nampar kakak kenapa" Zach bertanya sambil menahan tangis.

Zayn tertegun dia tidak menyangka adiknya itu melihat dirinya tadi yang ditampar oleh Papa mereka.

"Hah, nggak. Papa nggak marah sama kakak" bohong Zayn.

"Kakak nggak usah bohong. Aku tahu semua kak, aku tahu. Tolong bertahan disini kak, jangan pergi jangan tinggalin aku sendiri disini. Tunggu aku lulus kak" Zach memohon sangat memohon sambil terus menangis terisak-isak.

"Kamu sudah tahu ya,." ujar Zayn sedih. Dia benar-benar tidak ingin membuat adiknya ini sedih apalagi membuat adiknya semakin membenci orang tua mereka, dia tidak ingin sungguh tidak ingin.

Zach mengangguk pelan,.

"Maaf, Maaf, Maafin Kakak Zach. Bukanya kakak mau ninggalin kamu disini sendiri, kakak hanya ingin mau melakukan apa yang kakak ingin. Tapi Papa menolak keinginan kakak, jadi kakak terpaksa harus pergi Zach. Kakak sudah tidak ingin terkekang oleh Papa kakak punya tujuan sendiri Zach. Sekali lagi maafin kakak"

"Kakak janji sama kamu, kakak bakal hubungi kamu terus kamu belajar yang pinter. Jadi apa yang Papa ingin, kamu pasti bisa.." Zayn perlahan melepaskan pelukannya pada Zach dan mulai berjalan pergi.

"KAKAK SAMA EGOIS SEPERTI PAPA, KAKAK LEBIH MEMILIH APA YANG KAKAK MAU TANPA MEMIKIRKAN DIRIKU, AKU BENCI, AKU BENCI KALIAN. AKU TIDAK PERLU DIRIMU LAGI, KAU SAMA EGOISNYA DENGAN PAPA" teriak Zach dan itu mampu membuat Zayn menghentikan langkahnya. Dan menatap adiknya pilu.

"Zach.." ujar Zayn tertahan saat Zach sudah berlari masuk kedalam rumah.

*Flashback OFF*

°°°°°

Zach langsung mematikan ponselnya, dia malas-malas untuk menjawab. Kecewanya sangat besar pada kakaknya, gara-gara dia. Dirinya sekarang begitu kesepian, menjadi dingin tak tersentuh..

Zach turun dari motornya, berdiri di samping motor miliknya duduk disitu begitu saja. Matanya menerawang jalanan yang ramai, spontan ia langsung melempar ponselnya itu kejalan, Ponsel itu begitu berada ditengah-tengah jalan langsung hancur ketika terlindas mobil yang melintas.

Kini ponsel itu tak berbentuk sama sekali, tak terasa air mata Zach mengalir di pipinya, bayang-bayang lama seakan terkenang kembali dalam ingatannya

°°°

T.B.C