webnovel

13. Cincin Pernikahan

Waktu yang dinanti semakin dekat. Dua hati yang awalnya hanya seorang sahabat akan bersatu menjadi keluarga besar setelah melalui peperangan batin sebelumnya. Meski jodoh sudah berada di depan mata. Tak membuat Sari berhenti bersujud di sepertiga malam.

Ia masih melaksanakan meski tidak setiap malam. Sesekali jika lelah ia melewatkan bercerita pada Tuhan mengenai kehidupannya. Malam ini adalah malam terakhir ia menyandang status sebagai gadis. Esok statusnya akan berubah menjadi seorang istri.

Ibu Ani menghampiri putrinya yang sedang asik berkirim pesan dengan Jojo, di kamar.

"Ndok," ucap Ibu Ani.

Wanita paruh baya itu duduk di sebelah anaknya. Sari menutup gawai dan mengalihkan pandangan ke arah Ibu Ani.

"Besok kamu menikah. Pesan Mama setelah menikah, jadilah pakaian bagi suamimu. Siapkan segala kebutuhannya seperti dia memenuhi semua keperluanmu. Hmmm… dan jangan pernah merasa menyesal dengan apapun keputusan yang kamu ambil. Jalani. Karena kamu punya Tuhan yang siap membantu."

Sari terdiam menyimak perkataan Ibu Ani. Lalu, ia memeluk ibunya sambil berbisik.

"Terima kasih, Ma, wejangannya dan untuk semua yang telah Mama dan Papa berikan ke Sari. Hingga Sari bisa seperti sekarang."

Mereka pun menangis haru dalam pelukan. Waktu begitu cepat berlalu bagi Ibu Ani untuk membesarkan anak tunggalnya. Tidak terasa besok anak gadisnya itu telah menjadi tanggung jawab lelaki lain. Lalu, ikut pindah kemanapun suaminya berpijak mencari nafkah dan ia sebagai orang tua harus ikhlas.

Di tempat yang berbeda, Jojo membantu keluarganya yang sedang mempersiapkan bebawaan untuk besok. Rombongan kedua sudah tiba sejak sore. Membawa banyak hasil bumi. Sesuai adat dari kampung Jojo untuk seserahan.

Seperti beras, buah-buahan serta sembako lainnya sudah memenuhi rumah sewaan yang berada di sebelah rumah Bu Liknya. Tempat yang sengaja Jojo sewa untuk tinggal sementara keluarga dari Jogja yang akan ikut ngebesan besok.

"Eh… eh, eh, hasil bumi nggak usah diturunin dari mobil. Malam ini akan diantar ke sana. Untuk tambahan acara besok," ucap Ibu Ning.

"Kok baru ngomong, Bu? Sudah diturunkan semua."

Seorang keluarga protes.

"Loh, nggak ada yang tanya. Mas, mas, tolong langsung dibawa ke rumah besan saja," ucap Bu Ning meminta supir segera berangkat. "Le, temani Pak supir. Terus minta Jojo kirim maps alamat Sari."

"Nggih, Bu." Kakak ipar Jojo segera menghampiri Jojo dan meminta apa yang diperintahkan Ibu mertuanya tadi.

Gegas, satu buah mobil pick up pun berangkat menuju rumah Sari mengantarkan hasil bumi. Keluarga lainnya sibuk dengan kegiatan lain. Seperti Kakak Jojo yang sedang menata hiasan seserahan. Beberapa hasil hiasan ada yang rusak. Ia memperbaikinya. Lalu, seserahan yang berisi makanan pun baru mulai dihias oleh seseorang yang telah dimintai pertolongan Bu Lik.

"Mbak, ini taro mana?" teriak sepupu Jojo. Ia mengeluarkan seserahan yang sudah bagus dari kamar.

"Oh, susun saja di sini semuanya, Dek. Jadi besok gampang. Langsung angkut." Sepupu Jojo menuruti, lalu segera menyusun dengan rapi di ruang tamu.

Jojo yang merasa lelah, hanya duduk memperhatikan semua keluarga yang sibuk membantu. Ia masih tidak percaya dengan keputusan Sari tentang melanjutkan hubungan dengannya. Keputusan yang membuat Jojo sadar dan menjadi kabar baik untuk keluarga besarnya.

Ayah Jojo mendekati putranya, ia duduk di sebelah lelaki yang esok akan mengambil alih tanggung jawab seorang gadis. Memberikan wejangan ringan. Mengingatkan pada Jojo untuk tidak melakukan kesalahan yang bisa membuat banyak keluarga sakit. Tidak hanya istrinya.

Jojo menyimak dengan saksama. Bayang-bayang pengkhianatan yang pernah ia lakukan terlintas sesaat. Ia hanya mampu menyalahkan diri dalam hati.

Sudah kodratnya bukan, bahwa penyesalan memang selalu datang belakangan. Membuat Jojo hanya mampu terdiam, merenung.

"Jadilah imam yang baik. Bukan hanya untuk istrimu. Tetapi, anak-anakmu kelak." Lelaki paruh baya itu menepuk-nepuk punggung putranya sambil tersenyum tipis.

***

Suara penyeru subuh belum berkumandang. Namun, kesibukan dari dua keluarga itu sudah terlihat. Begitu pun dengan Jojo, sedangkan Sari ia masih terlelap dalam tidur. Dini hari ia baru bisa memejamkan mata setelah bersyukur dalam sujud panjang menemui Tuhan.

Ibu Ani yang memeriksa putrinya masih tertidur, ia tidak membangunkannya. Toh, masih ada waktu jika Sari bangun jam 5 untuk salat subuh dan mandi lalu berhias.

Namun, ada kehebohan yang terjadi di tempat Jojo. Ibu Ning sibuk mencari emas kawin yang akan diserahkan ke Sari. Ia sudah mencari kemana-mana tidak ada. Lalu, ia menghampiri kakak Jojo dan menanyakannya.

Akan tetapi, kakak Jojo pun tidak mengetahuinya. Sejak berangkat ke Jakarta ia tidak membawa atau melihat benda itu. Sontak, Ibu Ning teringat bahwa emas kawin tertinggal. Ia lupa memasukkannya ke dalam tas. Masih tergeletak di meja rias.

Ibu Ning meminta bantuan kepada salah satu keluarga untuk membelinya dahulu. Namun, hari masih gelap. Apakah ada toko emas yang sudah buka? Sedangkan mereka harus segera berangkat jam tujuh pagi. Namun, Bu Lik Jojo memaksa diri untuk membantu kakaknya.

Ia ditemani kakak Jojo, mencoba ke pasar. Mungkin saja sudah ada toko emas yang buka. Setibanya di pasar, mereka menyusurinya. Nihil. Deretan toko di depan pasar masih tutup. Hanya kios-kios sayuran yang tentu sudah buka. Mereka kembali ke rumah tanpa solusi.

"Ya sudah, diganti uang saja emas kawinnya," usul Ayah Jojo.

Semua menyetujui dan Jojo pun menyetujui. Namun, ia merasa janggal jika tanpa mengaitkan cincin ke jari Sari. Namun, mau bagaimana lagi?

Jojo menghubungi Sari, meminta maaf dan menceritakan semua kejadian pada subuh ini. Jojo berjanji jika menemukan toko emas yang sudah buka dalam perjalanan menuju rumah Sari, ia akan berhenti membelinya. Akan tetapi, jika tidak ada terpaksa hanya bisa memberikan emas kawin berupa uang tunai.

Sari yang sedang dirias masih sempat membaca pesan Jojo. Ia terdiam. Matanya berputar. Belum bisa membalas pesan Jojo itu. Ia pun sempat merasa kecewa. Mengapa hal sepenting itu bisa tertinggal?

Jojo menanti jawaban Sari. Tidak ada jawaban hingga lima belas menit kemudian. Namun, waktu yang sudah menunjukkan pukul 6.30 memaksa keluarga besar Jojo untuk segera berangkat. Mereka akan tetap melakukan pernikahan ini dan mengusahakan membelinya lagi jika bertemu toko emas.

Jojo cemas. Khawatir Sari marah. Ia meminta ibunya untuk berbicara dengan Ibu Ani mengenai hal ini. Mungkin Sari tidak bisa membalas karena sedang dirias.

Apakah benar firasat Jojo bahwa Sari marah atau mungkin ia malah ingin mundur dari pernikahan ini? Sebegitu jahatkah? Bisikan-bisikan buruk pun merasuki pikiran Jojo dan ia sempat berpikir, apa Sari akan membatalkan pernikahan ini untuk membalas dendam karena masa lalu Jojo yang pernah menyakitinya?

Bersambung….