webnovel

Melacak Bukti Penganiayaan

Selama beberapa menit lamanya Ratri, Rendi, Windi, dan juga Cory masih bincang-bincang sambil mencari-cari di lokasi terjadinya penganiayaan Fiko.

"Kasihan betul tu Fiko, aku ingin menolong tapi gak ngerti mau lakukan apa!" celetuk Ratri tiba-tiba.

"Bagaimana kalau kita laporkan polisi saja?" usul Windi.

"Kita lapor harus ada bukti. Karena kalau tidak ada bukti, bila kita dituntut balik oleh orang yang kita laporkan, kita bisa kena jerat hukum!" sahut Rendi.

Tiba-tiba pak Bono turun dari mobil dan ikutan bicara:

"Saya boleh usul kah?" kata pak Bono.

"Bagaimana pak?" tanya Rendi.

"Cerita saja pada pak Fandy, baik masalah penemuan benda-benda di sini, dan termasuk saat dia kena Razia kendaraan tadi. Setelah itu tanyakan ada solusi apa, begitu!" jelas pak Bono.

"Waah, boleh juga tu usul pak Bono!" kata Windi.

"Ya udah, sekarang kita bubar aja, besok kita bareng-bareng ngomong bapaknya Cory setelah kita selesai belajar kelompok!" ungkap Windi melanjutkan.

Setelah itu mereka bubar dan masing-masing pulang. Dan besoknya mereka kumpul lagi di rumah Cory untuk belajar kelompok.

Sore hari ketika seusai belajar kelompok di rumah Cory,..

"Tu, mumpung bapakku bertepatan lagi santai, siapa yang mau cerita seperti rencana kita kemarin?" kata Cory.

"Kamu saja Cor!" sahut Ratri.

"Jangan saya. Saya yang mengawali dan menambahi saja!" jelas Cory.

Kemudian Cory masuk dan mengundang bapaknya bergabung dengan teman--temannya di teras. Sesaat kemudian pak Fandy bergabung dan ngobrol bareng.

"Bagaimana, sudah selesai belajarnya?" tanya pak Fandy membuka obrolan.

"Iya pak, sudah selesai. Ini ada yang mau kami sampaikan untuk minta pendapat pak Fandy!" sahut Rendi.

"Boleh, silahkan. Tentang apa itu?" kata pak Fandy.

"Begini pak, kami kemarin tidak jadi belajar kelompok, itu kan waktunya dimanfaatkan untuk nengok Fiko, kami semua kasihan dan ingin menolong, tapi bagaimana enaknya!" ungkap Cory.

"Sebentar, dia sakit apa dan kalian ingin menolong dalam hal apa?" tanya pak Fandy.

Setelah itu Fandy menceritakan kejadian apa yang menimpa Fiko, hingga berakibat Fiko harus dibantu tongkat untuk berjalan.

"Jadi, saat itu Fiko tidak jadi makan malam bersama di sini, apakah itu kejadiannya?" tanya pak Fandy.

"Betul pak!" jawab Cory.

"Terus, apakah kalian ada beberapa bukti yang nenguatkan?" tanya pak Fandy kemudian.

Kemudian Cory bercerita saat ada razia kendaraan. Dan Windi bercerita saat Jaka menolak ikut ke rumah Fiko.

Dan kemudian Cory juga menunjukkan plat Nomor kendaraan dan kotak alat tulis Fiko di tempat kejadian.

"Baik, saya bisa minta bantuan adik saya yang di kepolisian. Biar nanti adik saya melanjutkan ke bagian kriminal. Dan setelah itu diadakan penyisiran masalah!" ungkap pak Fandy.

"Untuk saat ini, kotak alat tulis milik Fiko beserta plat Nomor kendaraan itu, kalian bungkus plastik, dan besok bapak bawa ke kantor adik saya!" lanjut pak Fandy.

Kemudian Cory masuk ke dalam dan mencari plastik pembungkus.

"Ada lagi yang mau disampaikan?" tanya pak Fandy.

"Tidak pak. Cuma itu saja. Karena kami gak setuju dengan perlakuan yang menimpa Fiko, pak!" sahut Rendi.

"Kalau begitu saya tinggal dulu ya, bapak ada acara pertemuan warga kampung!" ujar pak Sendy.

"Iya pak, terima kasih sudah membantu!" ucap teman-teman Cory.

"Aku menyesal telah menuduh Fiko berpindah kelompok belajar tanpa ngomong!" kata Windi tiba-tiba.

"Lho, kenapa menyesali?!" tanya Ratri.

"Karena saya sangat yakin Fiko tidak memiliki pikiran seperti itu!" jawab Windi.

"Mengapa kamu mendadak berpikir begitu?" tanya Ratri.

"Saya berfirasat, ini ada hubungannya dengan Jaka yang sebenarnya naksir Cory!" tegas Windi.

"Husss, jangan sembarangan kamu cerita!" sahut Ratri

"Aku berkata yang sebenarnya!" ucap Windi.

"Sudah, sudaahh, gak usah ributkan itu. Kita bicara yang lain saja!" potong Cory.

Sekitar setengah jam kemudian, mereka semua pulang.

"Sampai ketemu besok di sekolah ya!" ucap Cory saat teman-teman nya pulang.

Pada hari berikutnya di sekolah:

"Jaka, kamu ada masalah apa0 sih dengan Fiko?" tanya Windi.

"Tidak ada masalah apa-apa? Emang kenapa kamu mau tau, itu kan kan pribadiku!" balas Jaka seraya melotot.

"Bila ada masalah, masalah itu memang intern kamu dan Fiko!" lanjut Windi.

"Terus, kalau sudah tau itu intern aku dan Fiko... mengapa kamu ikut campur, apa kaitannya denganmu? Sudah menjauh saja dariku, pergi!" bentak Jaka keras sembari mendorong pundak Windi.

Windi agak sempoyongan terdorong Jaka, dan nyaris terjatuh. Lalu:

"Kurang ajar kamu Jak, berani sama perempuan seperti ini!" balas Windi ngumpat.

"Jangan-jangan kamu ya orang yang mencelakai Fiko!" ucap Windi sambil jalan mundur sementara tangan nunjuk ke arah Jaka.

Jaka yang merasa tersinggung dengan kata-kata Windi, dengan melotot matanya dia dekati Windi segera lalu mencengkeram kra bajunya, dan:

"Bila ada apa-apa dengan saya karena suaramu itu, akan kuhajar kamu!" Jaka lepaskan Windi sambil agak mendorong.

Kali ini Windi terjatuh karena posisi mundur, dan kemudian:

"Aduh!" teriak Windi karena pinggulnya terantuk batu.

Saat itu bu Ani yang sedang di ruang guru mendengar teriakan Windi kagèt dan segera beranjak keluar.

Melihat bu Ani berlari mendatangi Windi, Jaka segera melarikan diri dan bersembunyi.

"Kenapa Windi?" tanya bu Ani.

"Didorong Jaka bu!" jawab Windi.

"Hehehe... cemburu ya, kok sampai dorong-dorong begitu?!" canda bu Ani.

"Aah, ibu ini. Saya sakit beneran malah diledekin!" sahut Windi ketus.

"Kalian kan sudah pada gêdhé. Masalah apa lagi kalau bukan cemburu!" ujar bu Ani sembari tertawa.

Windi berdiri dan hanya diam sambil tangannya bersihkan bajunya yang kotor terkena tanah. Lalu:

"Sebaiknya aku ngomong bu Ani, agar Jaka dipanggil ke kantor. Tapi, apakah aku berani hadapi amukan Jaka setelah dia keluar kantor?!" kata Windi dalam hati.

"Masuk dulu aja sana, sebentar lagi bell berbunyi!" ujar bu Ani.

Saat Windi masuk kelas, Cory sudah ada di bangkunya.

"Kamu gak keluar dari tadi?" tanya Windi.

"Keluar, ini baru saja masuk. Aku juga lihat kok kamu ribut dengan Jaka!" ungkap Cory.

Windi dan Cory ngobrol, dan sesaat kemudian bell berbunyi. Beberapa menit sebelum guru masuk ke kelas, Cory berbisik kepada Windi:

"Emang apa Win yang kamu ributkan dengan Jaka?" tanya Cory.

"Aku tadi tu awalnya cuma tanya ada masalah apa antara dia dan Fiko. Kemudian dia tersinggung dan mendorong ku hingga terjatuh tadi!" ungkap Windi.

"Hehehe, ya jelas tersinggung lah. Karena dia merasa melakukan!" sahut Cory.

"Ngapain juga sih kamu nanya ke dia begitu, kurang kerjaan aja!" lanjut Cory.

"Iya... akhirnya aku berpikir juga; ngapain ya aku tadi tiba-tiba ingin bertanya dia seperti itu, nyesel rasanya!" ungkap Windi.

"Hehehee!" Cory tertawa.

"Tapi ada sisi baiknya Cor!" kata Windi.

"Apa itu?" tanya Cory.

"Saat aku tanya mula-mula, aku lihat perubahan pada wajahnya yang tampak ketakutan. Itu membantu meyakinkan saya bahwa dia terlibat juga dalam penganiayaan Fiko!" ungkap Windi.

"Mmm, betul juga tu Win!" sahut Cory.

*)bersambung ___