webnovel

Dilema Dalam Sengketa

Situasi tegang yang terjadi akibat perdebatan antara Fiko Band dan pihak Hotel, masih terlihat di ruang pak Herdi pagi itu. Fiko dan empat temannya terlihat diam dan saling berpandangan satu sama lain seolah sedang ketemu jalan buntu.

Beberapa saat kemudian...

"Baiklah, kalau pak Herdi memang keberatan atas tuntutan kami ini, lantas apa pernyataan dari pak Herdi terkait kasus ini!" kata Fiko.

"Saya sarankan, kalian lanjutkan saja jalankan Kontrak JOB tersebut!" ujar pak Herdi.

"Bagaimana teman-teman?" tanya Fiko pada teman-temannya.

Sesaat mereka saling pandang, kemudian...

"Aku setuju demikian!" kata mereka serentak.

"Pak, kami akan lakukan saran pak Herdi, namun sebelumnya perkenankan kami mohon pak Herdi konfirmasi pak Steven terlebih dulu!" kata Fiko.

"Baiklah, saya hubungi beliau sekarang!" jawab pak Herdi.

Sebentar kemudian pak Herdi menghubungi pak Steven melalui telepon.

Fiko dan teman-temannya berdiam menunggu pak Herdi yang sedang bincang-bincang melalui telepon.

Dan di tengah-tengah perbincangannya, tiba-tiba:

"Fiko, ini... pak Steven ingin bicara langsung dengan anda!" kata pak Herdi sembari serahkan teleponnya pada Fiko.

"Iya pak!" Fiko menerima teleponnya.

Kemudian...

"Fiko, saya sependapat dengan pak Herdi, kalian lanjut lakukan saja Kontrak Job ini. Namun kembali lagi kepada Fiko, sudah siapkah nanti bila terjadi masalah, yang otomatis nantinya masalah itu akan mengganggu kenyamanan kerja kalian juga!" ungkap pak Steven.

"Prediksi bapak masalah apa yang kemungkinan akan terjadi?" tanya Fiko balik.

"Kalau itu saya tidak tau!" jawab pak Steven.

"Kenapa bapak bilang tidak tau? Sementara, sebelumnya tadi... bapak bertanya pada saya SIAP atau TIDAK BILA ADA MASALAH. Menurut saya kata-kata itu hanya dimiliki bila seseorang itu mengetahui, pak!" ungkap Fiko.

"Memang saya tidak tau, masalah apa yang akan terjadi!" tegas pak Steven.

"Tapi kenapa bapak bisa memprediksi bahwa akan ada masalah?" tanya Fiko agak keras.

"Mohon bapak bicara yang sebenarnya. Saya sebagai pihak yang dirugikan, akan tetap menuntut keadilan dalam masalah ini!" ujar Fiko.

"Baiklah, sebaiknya kita bertemu dan bicara secara langsung saja. Saya tidak ingin ada pihak yang sengaja menyadap pembicaraan kita di telepon ini!" ujar pak Steven.

"Saya setuju, dan saya minta secepatnya!" balas Fiko.

"Baiklah, berikan telephone pada pak Herdi, supaya saya bisa rembug waktu yang tepat!" kata pak Steven.

"Silahkan!" balas Fiko sembari kembalikan telepon pada pak Herdi.

"Pak Steven mau bicara!" Fiko serahkan telepon.

"Pak Herdi, kita harus rapatkan kasus ini tanpa setau pak Boss. Kapan kira-kira kita bisa ketemuan bareng bersama Groupnya Fiko!?" kata pak Steven.

"Sebentar, saya tanya Fiko!" kata pak Herdi sembari menoleh ke arah Fiko, lalu...

"Fiko, kapan kamu siap?" tanya pak Herdi.

"Secepatnya pak!" jawab Fiko.

"Baik!" balas pak Herdi.

Kemudian pak Herdi lanjut telepon nya:

"Besok bagaimana jadwal acara pak Steven?" tanya pak Herdi.

"Saya besok ada acara pertemuan dengan tamu dari Swiss di luar kota, di Hotel Clean So!" jelas pak Steven.

"Kalau setuju dan memungkinkan, bagaimana kalau sekalian di tempat pertemuan itu saja?" pak Herdi mengusulkan.

"Bisa pak. Kalau begitu setelah jam 14:00 saja. Karena setelah jam itu acara saya sudah beres semua. Saya akan menunggu pak Herdi dan Fiko di sana!" kata pak Steven.

"Baik, pukul 15:00 saya dan Fiko ke Hotel Clean So!" kata pak Herdi.

"Okey, saya tunggu di Lobby" kata pak Steven.

Setelah itu mereka menutup teleponnya, lalu...

"Fiko, kita besok standby di Hotel Clean So, pukul 15:00!" ujar pak Herdi.

"Baik pak. Kalau begitu sekarang kami pamit pulang dulu, ketemu lagi besok!" ucap Fiko.

Kemudian Fiko dan teman-temannya meninggalkan hotel, dan berlanjut kembali kumpul di rumah Fiko.

Siang itu di rumah Fiko...

"Aku mendadak berpikir, apakah ini ada kaitannya dengan Lera ya?!" kata Fiko tiba-tiba.

"Emangnya Lera punya keluarga atau saudara yang di hotel?!" kata salah satu teman nya.

"Memang tidak ada sih. Tapi bapak Lera itu kan orang yang punya pengaruh besar di satuannya!" ungkap Fiko.

"Satuan?! Satuan apa maksudmu?" tanya Robi.

"Perlu kalian ketahui, bapak Lera itu seorang Polisi yang punya kedudukan tinggi di Kesatuannya, saya gak tau persis apa pangkatnya!" ucap Fiko.

"Terus... apa hubungannya dengan kasus di group kita ini?" tanya salah satu teman nya.

"Sebentar, satu lagi yang kalian perlu tau juga nih... Lera itu anak tunggal dan sangat disayangi bapaknya. Hampir semua kemauan nya dituruti bapaknya!" ungkap Fiko kemudian.

"Maaf saya memotong. Apakah mungkin ini ada hubungannya dengan Hp yang kamu paketkan itu Fik?!" sela Robi.

"Naah... aku juga sedang berpikir ke arah sana. Cuma saya pastikan, bahwa Hp bukanlah penyebab utama, tapi kecemburuan yang dia miliki itulah yang memicu masalah!" ungkap Fiko.

"Apa dia gak tau kalau personil kita ini cowok semua, sehingga dia cemburu, hehehe?!" celetuk salah satu teman nya.

"Dia sudah tau. Tapi sejak jadwal kita padat satu Minggu dulu itu, saya kan jarang ketemu dia, dan jarang telpon juga. Sehingga dia salah paham, disangkanya saya punya pacar baru, begitu!" ungkap Fiko.

"Saya teringat satu obrolan Fiko dan pak Benny, yang katanya ada ancaman seseorang terhadap perusahaan pak Benny, betul begitu Fik?!" kata Robi.

"Ya, itulah rentetan pikiran saya saat ini!" jawab Fiko.

"Nah, berarti kita sekarang punya satu materi untuk bahan rapat dengan pak Steven dan pak Herdi besok!" kata Robi.

"Tepat sekali!" sahut Fiko.

Mereka kemudian tampak agak lega, dan mulai bisa bercanda, kemudian beberapa saat setelah itu mereka pun bubar dan pulang.

"Besok kumpul di sini saja ya sebelum berangkat ke Hotel Clean So!" kata Fiko.

"Okey!" jawab teman-teman Fiko.

*Di hari berikutnya...

Di ruang kerja tampak pak Herdi sedang berusaha menelphone seseorang. Dan saat telephone tersambung:

"Selamat pagi pak Herdi. Bagaimana?" jawab seseorang di telepone pak Herdi.

"Saya tunggu di jalan seberang hotel ya! Nanti kalian berangkat bareng dengan mobil saya saja, supaya di sananya bisa tiba bareng juga!" kata pak Herdi di telepon.

"Baik, ini saya sudah bersiap untuk berangkat, sampai ketemu di sana pak!" jawab penerima telepon.

Setelah itu pak Herdi bersiap untuk keluar, dan sebelumnya beliau sempat ke ruang sebelahnya untuk berpamitan.

Di saat yang sama, Fiko dan empat temannya juga sedang berangkat.

Lebih dari dua jam berikutnya, rombongan Fiko sudah tiba di Hotel Clean So. Mereka langsung masuk Lobby, sementara Fiko bertanya ke Receptionis.

"Selamat sore pak, saya mau ketemu pak Steven dari Hotel Ds, yang barusan tadi rapat dengan tamu Swiss!" tanya Fiko.

Belum sempat pegawai receptionis menjawab, tiba-tiba terdengar:

"Fiko!" pak Steven memanggil.

"Itu beliau!" kata receptionis.

Kemudian rombongan Fiko dan pak Steven menuju salah satu meja di Restaurant.

"Kirain kalian tadi bareng bersama pak Herdi!" ucap pak Steven membuka obrolan.

"Tidak pak, kami naik kendaraan umum!" sahut Fiko.

"Ya udah, silahkan pesan minum dulu, sambil kita menunggu pak Herdi datang!" kata pak Steven.

Hingga satu jam lebih, pak Herdi belum datang juga, dan mereka semua mulai cemas. Sementara pak Steven juga tidak berani menghubungi, karena khawatir bila pak Herdi madih di kantor.

"Kenapa bapak tidak berani menelpon beliau?" tanya Fiko.

"Karena kami sepakat, berusaha rapat kita ini jangan sampai ketahuan pak Benny!" jelas pak Steven.

"Mmm, tapi justru pak Benny kan yang memulai permasalahan ini?!" kata Fiko.

"Betul, dan sekarang kami juga sudah paham semuanya. Oleh karena itu kita rapat ini dalam rangka membantu Fiko Band!" jelas pak Steven.

*Sementara itu di tempat berbeda...

"Mana ini Fiko, kok belum datang juga. Sebaiknya aku hubungi lagi!" gerutu pak Herdi.

"Halo, kamu di mana ini?" tanya pak Herdi di telepon.

"Saya sudah menunggu bapak dari tadi di seberang hotel, lurus pintu masuk hotel!" jawab seseorang di telepon.

"Ya udah saya ke sana sekarang!" kata pak Herdi.

Setelah itu pak Herdi menuju seberang hotel lurus pintu masuk, dan setiba di sana:

"Mana dia, katanya di sini?" gumam pak Herdi.

Tatkala pak Herdi sedang memandangi sekelilingnya, tiba-tiba berdering:

"Halo, posisimu di mana?" tanya pak Herdi.

"Saya lurus pintu masuk Hotel. Pak Herdi pakai kendaraan apa?" tanya penelpon itu.

"Mobil hitam yang parkir lurus depan pintu hotel, itu saya!" jawab pak Herdi.

Pak Herdi melihat ke sisi kiri mobil, namun di situ hanya terlihat lelaki mengenakan kaos hitam berbadan tinggi besar dan kekar.

Pak Herdi membuka pintu bermaksud keluar, namun dikejutkan oleh sebuah tangan yang mendadak langsung mencengkeram baju bagian lehernya.

*)bersambung ___