webnovel

Rindu

"Wa'alaikum salam..." Alif, Abi Ahfaz dan juga Umi Azka membalas lambaian tangan mereka. Setelah mobil Abi Kaif tidak terlihat lagi, mereka mengajak Alif segera memasuki rumah dan meminta Alif untuk menjemput Fawwaz di pesantren milik kakeknya di kediri.

Alif segera memasuki kamarnya dan sekarang membaringkan tubuhnya di tempat tidur yang sudah beberapa hari tidak di tempatinya karena di tempati Najma. Selama beberapa hari, Alif tidur di sofa sementara Najma tidur di tempat tidurnya. Saat ini, Najma sedang pulang ke rumahnya dan kemungkinan satu bulan ini dia tidak akan bertemu dengan pujaan hatinya.

"Najma, semoga saat kamu kembali kamu sudah sembuh." Alif memeluk guling dan memejamkan matanya. Dia tertidur dengan di temani aroma harum tubuh Najma yang masih tertingal di tempat tidurnya. Alif tidur dengan nyenyak. Saat Umi Azka melihat putranya tertidur nyenyak, dia tersenyum dan keluar dari kamar Alif.

Sementara itu di Malang, Najma baru saja di periksa dokter. Ada kabar baik yang di sampaikan oleh dokter karena dua minggu lagi, kaki Najma sudah tidak di balut lagi. Dokter mengatakan kalau luka-luka Najma sudah sembuh, di samping karena Najma yang masih anak-anak, juga karena kasih sayang dan perhatian yang di berikan oleh keluarganya.

"Najma, apakah kamu membutuhkan ponselmu? kalau butuh, Umi akan mengambilkannya untukmu." Najma menggelengkan kepalanya. "Tidak Umi, Najma merasa ngantuk setelah meminum obat, Najma mau tidur dulu saja." Ucap Najma sambil merebahkan tubuhnya. Umi Ashila tersenyum dan meninggalkan Najma yang mulai memejamkan matanya.

Umi Ashila saat ini sedang membuatkan makan malam untuk Najma dan keluarganya. Sementara yang untuk para tamu yang biasa datang ke Ndalem tentu saja Mbak santri yang masak. Aghnia menghampiri Uminya yang sedang sibuk menyiangi sayuran.

"Umi, kenapa sih Gus Alif mengkhitbah Najma? bukankah yang kakaknya aku? seharusnya Umi dan Abi bilang sama Gus Alif kalau dia seharusnya memilih aku saja! masa nanti kebalik, Umi. Kalau aku jadi dengan Gus Fawwaz dan Najma dengan Gus Alif, itu berarti posisi kita akan tertukar dong!" Umi Ashila menggelengkan kepalanya, dia tidak tahu bagaimana sikap putrinya menjadi seperti itu. Sangat bertolak belakang dari Najma. Padahal mereka di besarkan bersama dengan cinta dan kasih sayang bersama pula.

"Aghnia, dalam hal ini, Umi dan Abi tidak dapat mengubah keputusan kami juga Alif. Alif sendiri sebenarnya sudah meminta Najma sejak dia masih kecil. Sampai pada akhirnya saat itu Najma di nyatakan meninggal. Saat itulah Alif kemudian meninggalkan Indonesia dan hidup di Mesir hingga dia baru kembali saat ini. Bahkan dia langsung mengenali Najma saat pertama kali bertemu." Umi Ashila kembali menggelengkan kepalanya saat putrinya itu menghentakkan kakinya lalu pergi karena marah.

Aghnia meninggalkan Umi Ashila yang kini sedang mengelus dada melihat apa yang di lakukan Aghnia. Umi Ashila agak khawatir dengan sikap yang di miliki Aghnia seiring dengan bertambahnya usianya.

Umi Ashila segera menghidangkan makanan di atas meja dan segera mengambilkan nasi dan lauk yang akan di antar ke kamar Najma. Umi Ashila tersenyum saat melihat putrinya sedang memejamkan matanya sambil membaca bacaan Al Qur'annya. Najma selalu begini, dia tidak pernah sekalipun tidak membaca hafalannya kecuali saat sedang haid.

"Najma, ini makananmu, Nak!" Najma tersenyum saat melihat Uminya dan mengakhiri bacaan Qur'annya. Najma lalu menerima piring yang di berikan oleh Uminya. "Terima kasih banyak Umi, aku akan mulai berlatih berjalan lagi nanti. Umi mau bantu Najma, kan?" Umi Ashila tersenyum kepada putrinya, dia menemani Najma sampai nasinya habis, kini Najma sudah bisa makan sendiri meskipun pelan-pelan.

"Bagaimana? apakah masih sakit?" Umi Ashila bertanya kepada Najma yang langsung menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Alhamdulillah, sudah tidak sakit Umi, sebenarnya Najma sudah ingin mencoba sejak di Blitar, hanya saja Gus Alif terlalu memanjakan Najma." Ujar Najma sambil tertunduk malu sementara Umi Ashila tersenyum menatap putrinya yang sepertinya sudah mulai menyukai calon suaminya.

"Najma, bagaimana pendapatmu tentang calon suamimu itu?" Tanya Umi Ashila kepada Najma yang langsung menatap Uminya. "Maksud Umi bagaimana?" Najma kemudian kembali menundukkan wajahnya karena malu. Umi Ashila tersenyum dan semakin yakin setelah tingkah Najma yang tersipu malu.

"Apakah kamu sudah mulai mencintainya, Sayang?" Najma terbatuk saat mendengar apa yang di tanyakan oleh Uminya. "Umi bicara apa?" ucap Najma masih menundukkan kepalanya. "Umi hanya bertanya saja kok, Sayang." Umi Ashila tersenyum dan memberikan ponsel putrinya yang yang berkedip menandakan ada pesan masuk. Umi Ashila merasa sudah cukup menggoda putrinya, dia segera meninggalkan kamar Najma untuk mengajar di pondok putri. Sudah satu minggu ini dia dan suaminya berada di Blitar karena kecelakaan yang menimpa Najma.

Najma mulai melihat ponselnya, seketika senyumnya mengembang mengetahui siapa yang telah mengirim pesan kepadanya. Najma melihat tilisan di dalam ponselnya, seketika hatinya berbunga-bunga. Ternyata pesan itu dikirimkan oleh Alif.

"Assalamu'alaikum, Sayang. Kamu sudah makan apa belum? sudah minum obat, kan? Aku sangat merindukanmu. Jaga selalu kesehatanmu dan sampai ketemu lagi." Najma tersenyum dan dan memeluk ponselnya, dia kini berbaring dan malah tidak membalas pesan Alif sehingga lelaki itu kini meneleponnya. Najma segera membuka dan menerima telepon dari Alif.

"Assalamu'alaikum, Najma. Kenapa tidak membalas pesanku?" Jantung Najma mau melompat keluar saat mendengar apa yang di katakan Alif. "Wa'alaikum salam, maafkan Najma Gus, Najma baru mau membalasnya tetapi Gus Alif malah sudah menelepon." Jawab Najma dengan suara bergetar.

"Kamu lama sekali menjawab pesanku, Najma! aku sudah sangat merindukanmu." Alif menjawab sambil menghela napasnya. Najma sedikit merasa bersalah kepada Alif. "Maafkan Najma Gus..." Suara Najma semakin bergetar dan kini air matanya mulai membasahi pipinya. Najma ini sifatnya selalu merasa tidak enak hati terhadap orang lain. Saat Alif berkata seperti itu, dia langsung merasa bersalah.

"Najma, kenapa kamu menangis? Alif merasa sedikit panik saat mengetahui Najma menangis. Ingin rasanya dia datang dan memeluk calon istrinya, eittsss tetapi tidak boleh, Alif segera menyadari dan mengucapkan istighfar.

"Tidak apa-apa Gus, hanya kaki Najma sedikit sakit, sekarang sudah tidak lagi kok." elak Najma dan mereka kembali berbincang. Setelah dirasa cukup, Alif mengakhiri telepon mereka. Nanti malam sudah tarawih, Najma hanya bisa melakukannya sendiri di rumah karena dia belum kuat berdiri terlalu lama. Sementara Alif akan mulai menghadiri tarawih keliling antar pesantren dan setiap hari dia akan berpindah pesantren dan akan tiba giliran pesantren Abi Kaif saat malam terakhir nanti.

"Najma, tunggu aku datang ya!" gumam Alif dalam hati dan dia segera mengemudikan mobilnya menuju ke Kediri dimana Fawwaz berada dan setelahnya, Alif dan Fawwaz akan kembali ke Blitar untuk menemui kedua orangtua mereka.