"Najma, kenapa kamu belum terbangun juga?" Alif membelai kepala Najma yang terbalut jilbab. Alif membetulkan selimut Najma kemudian Alif mengambil bantal dan selimut lalu berjalan ke sofa di sudut kamarnya. Alif kemudian berbring di sofa dan menyelimuti dirinya sendiri dan tertidur. Saat Alif memejamkan matanya, waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
Najma merasakan keplanya begitu pusing dan seluruh tubuhnya terasa sakit. Terutama pada bagian pergelangan tangannya dan juga kaki sebelah kirinya. Saat Najma akan bangun, dia sangat kesulitan menggerakkan tubuhnya. Najma kemudian melihat ke sekelilingnya menjadi bingung.
"Aku ada di mana...? Aduh, sakit sekali." Najma tidak mengenali di mana dia berada saat ini. Dia mencoba mengingat-ingat dan Najma kemudian teringat dia tertidur di atap tempat menjemur pakaian dan dia terburu-buru saat menuruni tangga lalu terjatuh.
Najma kemudian melihat tangan nya terbalut plaster dan segera menyingkap selimutnya karena mendapati kakinya juga terbalut plaster. Najma meraba pelipisnya yang terasa sakit tebalut perban.
"Aku ada dimana? ini bukan rumah sakit, tapi di mana? Najma melihat di sofa ada orang yang sedang tertidur. Hati Najma berdetak sangat kencang saat melihat sosok tampan yang belum pernah dilihatnya.
Alif merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya pun terbangun. Dia tersenyum melihat Najma sudah duduk bersandar di kepala tempat tidurnya. Alif menyingkap selimut di tubuhnya dan segera menghampiri Najma yang kini tertunduk saat Alif mendekatinya.
"Najma, kamu sudah bangun?" Najma mengangkat sedikit wajahnya kemudian menunduk kembali.
"Sa... saya di... dimana...?" Alif tersenyum mendengar suara Najma yang bergetar karena ketakutan.
"Ini adalah kamarmu mulai sekarang. Apakah kamu haus?" Alif melihat Najma mengangguk lalu Alif segera memberikan minum kepada Najma. Alif mengembalikan gelas ke atas meja dan kembali bertanya kepada Najma.
"Apakah kamu ingin ke kamar mandi?" Najma juga mengangguk. Alif tersenyum lalu dia meminta Najma menunggu sebentar.
"Najma, kamu tunggu sebentar ya!" Najma mengangguk dan melihat Alif meninggalkan kamarnya. Beberapa saat kemudian, Najma melihat uminya datang bersama dengan Alif.
"Umi, Najma akan ke kamar kecil, tetapi aku tidak bisa membantunya, sekarang akan aku bawa Najma ke kamar mandi nanti Umi membantu Najma, ya!" Umi Ashila yang memang kebetulan sudah terbangun dan akan mengambil air wudhu bertemu dengan Alif yang sedang mengetuk pintu kamar umi dan abinya.
Saat Umi Ashila bertanya, ternyata Alif akan meminta bantuan Uminya untuk membantu Najma. Jadilah Umi Ashila yang kemudian mengikuti Alif ke dalam kamarnya.
"Baik Alif..." Najma terkejut mendengar uminya menyebut nama Alif. Saat Najma akan bertanya kepada uminya, Alif sudah lebih dulu menggendongnya dan membawanya memasuki kamar mandi. Di kamar mandi, Alif mendudukkan Najma di sebuah kursi plastik yang memang di sediakan oleh Alif untuk Najma.
"Silahkan Umi, Alif akan menunggu di depan pintu." Umi Ashila mengangguk dan menutup pintu kamar mandi. Umi Ashila membantu putrinya menyelesaikan hajatnya lalu kemudian dia berpamitan kepada Alif setelah Alif mengembalikan Najma ke tempat tidurnya.
"Alif, Umi mau sholat dulu. Nanti setelah subuh Umi akan kembali. Najma sudah berwudhu dan dia akan melakukan sholat malam, Sebentar Umi akan mengambilkan mukena Najma dulu." Alif mengangguk dan kini duduk di tepi tempat tidur Najma. Alif menatap wajah calon istrinya yang tertunduk saat mengetahui Alif duduk sangat dekat dengannya.
"Najma, kita sholat berjamaah ya! aku akan mengambil air wudhu dulu. Najma tetap tertunduk sampai Alif meninggalkan Najma. Beberapa saat kemudian, uminya datang dan membantu Najma memakai mukenanya.
"Umi, apa yang sebenarnya terjadi?" Umi Ashila tersenyum mendengar pertanyaan putrinya.
"Nanti Umi ceritakan tetapi kita akan sholat dulu, Umi akan kembali saat sholat subuh. Najma mengangguk dan kini sedang menunggu Alif.
Alif dan Najma kemudian sholat malam berjamaah setelah Najma sholat isya sendiri karena Alif sudah. Setelah sholat Alif menyimak hafalan Najma yang baru saja menghatamkan tiga puluh juz bil ghoib. Alif memejamkan matanya saat mendengar Najma mengaji. Suara Najma sangat merdu, bacaan Al-Qur'an Najma sangat tartil baik tajwid maupun makharijul hurufnya. Alif tersenyum puas.
Mereka tidak berbincang selain sepatah dua patah kata saat Alif meminta Najma mengaji dan juga saat Alif membetulkan bacaan Najma saat ada yang salah. Saat ini, suara adzan subuh terdengar.
"Najma, aku mau sholat berjamaah di masjid, kamu tunggu sebentar! Umi akan segera datang, Assalamu'alaikum." Alif membelai kepala Najma yang masih memakai mukena.
"Wa'alaikum salam..." Najma merasakan jantungnya serasa ingin meloncat keluar.
Beberapa saat setelah Alif pergi, Umi Ashila datang dan melakukan sholat subuh berjamaah dengan Najma.
"Umi, kenapa Najma berada di sini? ceritakanlah Umi, Najma benar-benar tidak mengerti dengan semua ini." Umi Ashila tersenyum dan membantu Najma melepaskan mukenanya. Umi Ashila kemudian duduk di tepi tempat tidur putrinya dan menggenggam erat tangan Najma.
"Najma Sayang, Alif adalah calon suamimu. Dia sudah mengkhitbahmu semalam. Sebenarnya Alif sudah memintamu sejak kamu masih bayi, tetapi karena banyak hal, akhirnya Alif memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya ke Mesir dan baru kembali. Saat dia bertemu lagi denganmu, hatinya masih tetap menginginkanmu dan kami telah menerimanya.
"Najma, maafkan Umi dan Abi ya, Sayang! Umi dan Abi harap kamu menerimanya." Umi Ashila tersenyum kepada Najma yang menundukkan kepalanya. Umi Ashila sangat berharap kalau Najma juga menerima pinangan Alif.
"Umi, Insya Allah Najma ridho dan menerima pinangan Gus Alif, Najma menerima Gus Alif bukan karena Gus Alif bergelimang harta, bukan karena Gus Alif adalah putra dari Kyai Kaif dan Umi Azka, bukan karena Gus Alif seorang sarjana yang berhasil meraih kelulusan secara cum laude.
"Bukan karena semua itu Najma menerima pinangan Gus Alif, Umi... tetapi karena Gus Alif adalah pemuda yang paling menjaga dirinya dalam pergaulan dan Gus Alif telah membentengi dirinya dengan benteng iman dan taqwa." Umi Ashila memeluk putri semata wayangnya.
Umi Ashila sangat mengenal putri kandungnya ini. Meski Aghnia telah di rawatnya sejak masih bayi dan bahkan darahnya mengalir dalam darah Aghnia, tetapi nasab memang tidak akan pernah salah mengenali. Umi Ashila berharap Aghnia juga bisa menjadi gadis yang baik seperti Najma.
Tiba-tiba Umi Ashila teringat saat dia melahirkan putrinya. Dia tidak menyangka kalau nasib Najma akan sangat berliku dan penuh drama. Meski begitu, Umi ashila sangat bersyukur bahwa Allah melindungi putri tercinta mereka sampai akhirnya Najma kembali di tengah-tengah mereka juga telah menemukan jodohnya.