webnovel

Cinta Sabrina

20+ Sabrina Anastasya Bramantio, gadis cantik berusia 23 tahun itu terpaksa harus menelan pil pahit secara bersamaan dalam hidupnya. Dia tidak pernah menyangka hidupnya akan hancur bagaikan pecahan kaca. Kehancurannya berawal dari kekasihnyanya Reyno Prasetiyo yang selama 3 tahun bersama, akhirnya malah menikahi adik tirinya, Cantika Zaipahusna. Hingga suatu hari, Reyno mengalami kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa. Sialnya, Cantika menuduh Sabrina yang mencelakai Reyno, karena semua bukti-bukti mengarah padanya. Peristiwa itu terjadi begitu saja dan berhasil membawa Sabrina ke penjara atas dakwaan kelalaian. Siapa sangka, saat ia memulai kehidupan baru dengan menjadi asisten rumah tangga, di tempatnya bekerja dia menemukan sosok Azka Purnama Assegaf, putra dari majikannya. Wajah tampan dan sikap bijaksana yang dimiliki Azka, nyatanya berhasil menarik perhatian Sabrina. Pun sebaliknya. Azka juga perlahan mulai terkesan dengan sikap lugu Sabrina. Seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka saling dekat dan mempunyai perasaan yang sama. Akan tetapi, hati Sabrina kembali dipatahkan, saat mengetahui bahwa Azka hendak dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya. Sakit. Hatinya bak hancur berkeping-keping. Untuk yang kesekian kalinya Sabrina terjerembap ke dalam lubang lara. Bagaimana kelanjutan kisah Sabrina dan Azka? Akankah pada akhirnya perjodohan itu berjalan dengan mulus, hingga mereka bisa bersatu? Mampukah Sabrina membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah?

Miss_Pupu · 都市
レビュー数が足りません
292 Chs

bab 3-Penghianatan

Mesya adalah ibu kandung Cantika. Ia menikah dengan Bramantio masing-masing membawa satu orang anak. Mesya membawa cantika dan Bramantio membawa Sabrina. Ia bercerai dengan ayah Cantika saat Cantika berusia 2 tahun.

Sementara Bramantio, istrinya meninggal saat melahirkan Sabrina. Bramantio membesarkan Sabrina sendirian sampai berusia 3tahun, dan akhirnya menikah dengan Mesya saat Sabrina berusia 3 tahun & Cantika 2 tahun. Ya, mereka hanya beda jarak satu tahun saja. Maka dari itu Sabrina dan Cantika sangat akrab bagaikan sodara kembar.

"Iya sih, Yah. Aku baru 5 bulan pacaran. Tapi kita berdua udah yakin sama pilihan kita Yah. Kita enggak mau lama-lama pacaran, entar endingnya malah putus," tegas Cantika.

Jawaban Cantika seolah-olah menampar Sabrina, yang sudah 3 tahun pacaran dan berakhir kandas. Sabrina menghela nafas dan tertunduk, seraya menyembunyikan kesedihannya. Ia tidak mungkin meneteskan air mata di tengah-tengah perbincangan keluarga.

"Aku dan Tio, sudah yakin sama pilihan kita, Yah. kalo sudah sama-sama cocok dan yakin nunggu apalagi," lanjut Cantika, membela diri dengan argumen yang tegas dan meyakinkan Ayahnya.

"Ya sudah, jika kalian benar-benar yakin, bismillah. Ayah serahkan sepenuhnya apapun keputusan anak Ayah, selama itu yang terbaik buat kalian berdua," sahut Bramantio. laki-laki berkulit putih nan bijaksana itu mensupport keputusan anaknya. "Tapi Ayah mau tanya sama Sabrina. bagaimana perasaan kamu, jika harus di langkahin adikmu? Ayah sih maunya kamu duluan yang menikah, barulah adikmu," tanya Bramantio pada Sabrina, seraya mengarahkan pandangan yang penuh kasih sayang.

"Aku tidak apa-apa, Ayah. lagian aku kan belum punya pacar, kalo harus menunggu aku kasian dong Cantika," tegas Sabrina.

Walaupun dengan hati pilu, Sabrina berhasil menyembunyikan wajahnya yang sedu di depan semua orang. meyakinkan ayahnya jika ia tak punya pacar, padahal baru saja putus beberapa jam yang lalu.

"Lho! bukannya kamu sudah punya pacar dari dulu?" tanya Bramantio dengan wajah heran dan dahi sedikit mengkerut.

"Ah, Ayah. Itumh cuma iseng-iseng aja Ayah enggak serius, lupain!" jelas Sabrina. Ia menjawab sekenanya, meyakinkan lagi kepada semua orang jika Ia tidak apa-apa

"Rin! Kamu sudah harus menentukan teman hidup Kamu, jangan sibuk terus. Mentang-mentang baru usia 23 jangan santai begitu, jodoh juga harus di prioritaskan," tegas Bramantio kepada Sabrina, agar segera mencari jodoh.

"Iya, Ayah. tenang aja deh. Yang paling penting sekarang Cantika menikah, dan aku bahagia banget," sahut Sabrina, sembari memeluk cantika dari samping.

Terasa sekali kehangatan keluarga Bramantio malam itu, dari mulai diskusi serius mengenai pernikahan Cantika, senda gurau dan tertawa bersama. Kebahagiaan yang sangat sempurna. kesedihan Sabrina pun seperti hilang begitu saja.

Satu hari kemudian, tibalah di saat waktu yang di tunggu-tunggu Cantika. Terdengar suara deru mesin mobil berhenti di depan rumah Bramantio. Ternyata, keluarga Tio telah tiba di depan rumah Bramantio.

"Kayanya sudah pada datang tuh, Dek. Kakak mau bantuin Bibi dulu ya nyiapin makanan dan minuman di dapur," ucap Sabrina, ia berkata pada Cantika dengan menyodorkan senyuman manis. terlihat semangat sekali sabrina menyiapkan makanan & minuman untuk acara Adiknya itu.

Terlihat kaluarga Tio, Baramantio & Mesya. duduk d ruang tamu sambil saling menyapa satu sama lain. Berbicang-bincang sederhana sebagai pembuka acara pertemuan dua keluarga. Cantika di panggil untuk segera menemui keluarga Tio.

Cantika keluar dengan gaun dan make Up yang cantik sekali. Tubuhnya yang tinggi semampai, berkulit putih & berambut ikal, terlihat cantik sekali di hadapan keluarga Tio.

"Kakak kamu mana, Dek? kok enggak ikut keluar," tanya Bramantio heran.

"Oh iya, Yah. Kakak bantuin Bibi nyiapin minum," jawab Cantika sambil tersenyum manis.

Cantika & Tio saling berpandangan satu sama lain, mereka seolah tidak menyangka akan secepat ini kisah cintanya bersatu.

Dua keluarga itu berbicara serius tentang pernikahan putra-putrinya. Hingga di tengah-tengah perbincangan, Sabrina & Bibi membawa makanan serta minuman ke ruang tamu.

Sabrina berjalan menunduk mengatur makanan dan minuman di meja, Bramantio pun mengenalkan Sabrina kepada keluarga Tio.

"Ini putri saya yang pertama, bernama Sabrina kakanya Cantika," ucap Bramantio, yang begitu antusias memperkenalkan putrinya, yang berdiri berdampingan dengan Sabrina.

Sementara Sabrina terperanjat, tegang dan kebingungan, "Kenapa ada reyno di sini, siapa yang mengundang Reyno?" gumam Sabrina. bertanya-tanya di dalam hati, dengan wajah dan mata tertuju tajam kepada Reyno dan Sabrina mulai tidak nyaman.

"Oh iya, Sabrina. kenalin kita orang tua Reyno Prasetiyo," sapa Orang tua Reyno, memperkenalkan diri dan menyodorkan tangan seraya bersalaman.

Sementara, Sabrina semakin kebingungan dan mencium tangan kedua orang tua Reyno.

"Ini Tio, Kak," tambah Cantika memperjelas

Sabrina tercengang, kakinya gemetar seolah tidak ada kekuatan lagi untuk berdiri. Sabrina menoleh ke arah Reyno. Dengan wajah sedu dan mata berkaca-kaca menatap tajam ke arah Reyno.

Begitupun sebaliknya dengan Reyno, dia berdiri terperanjat, wajahnya seketika kaku. Reyno sama sekali tidak tahu jika Cantika adalah Adik dari Sabrina

"Semuanya, Saya minta maaf. tiba-tiba kepala saya pusing. Saya ke kamar ya. Saya minta maaf," lirih Sabrina terbata-bata, Ia berbicara dengan bibir gemetar, berjalan kencang meninggalkan ruangan dan kemudian memasuki kamar pribadinya.

Seketika air mata Sabrina pecah di dalam kamar. Dadanya terasa sesak sekali, bahkan kakinya pun terasa tak ada tenaga lagi untuk berdiri. kepalanya tiba-tiba pusing, badannya gemetar lemas tidak berdaya. Sakitnya hati Sabrina, bagai tertusuk ratusan belati. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang akan segera menikahi adiknya adalah Reyno pacarnya, yang baru saja beberapa hari putus.

Air mata Sabrina mengalir deras, sabrina sampai tidak bisa mengatur nafasnya. ia menutup mulutnya dengan bantal agar isak tangisnya tidak dapat di dengar orang.

Sabrina tidak tahu kepada siapa harus mengadu, tidak tahu kepada siapa harus bersandar. Ia serasa hidup tetapi mati.

Orang yang selama 3 tahun di pacarinya, ternyata akan menikahi adiknya, Reyno akan menjadi adik ipar Sabrina.

"Nak! Kamu kenapa? Kok tiba-tiba pusing, kamu sakit?" Bramantio mengetuk pintu kamar Sabrina, dengan mecerca pertanyaan.

Sabrina tak kuasa menampakkan wajah di depan Ayahnya. Ia mengunci pintu kamar rapat-rapat.

Teganya Reyno menghianati kesetiaan Sabrina, bahkan rela membuangnya tanpa belas kasihan. yang lebih menyayat hati, kenapa harus Cantika. Andaikan bukan Cantika orangnya, mungkin tak akan sesakit ini.

Bramantio terus mengetuk pintu kamar Sabrina, karena belum ada jawaban.

"Sabrina! Tolong jawab Ayah, Nak. apa yang terjadi?" panggil Bramantio, batinnya semakin bertanya-tanya dengan sikap putrinya itu.

"Ya sudah. Mungkin nanti saja aku ajak Sabrina bicara. Sekarang situasinya lagi ada tamu, jadi tidak enak rasanya", gumam Bramantio di dalam hati.

Sekembalinya Bramantio ke ruang tamu. Terlihat jelas dari wajah-wajah yang ada di ruang tamu, semuanya tercengang seperti tidak nyaman.