webnovel

Chapter 4

Hari yang panjang.

Mungkin hal itulah yang ada di benak beberapa orang hari ini. Termasuk seorang gadis muda berparas menawan yang tengah berjalan di lorong koridor sekolah. Iris matanya menatap ke sekeliling, memerhatikan suasana sekitarnya yang mulai melenggang karena jam sekolah memang sudah berakhir sejak beberapa jam yang lalu dan murid-murid sudah kembali ke asrama.

Matahari yang mulai tenggelam menandakan hari telah berganti menjadi malam. Pendar cahaya lampu yang menghiasi malam membuat suasana di sekolah pada malam hari jauh dari kata menyeramkan, terutama cahaya lampu pada lorong bersekat kaca yang memisahkan antara sekolah perempuan dan sekolah laki-laki.

Lorong tersebut adalah tempat paling ramai di siang hari, saat waktu istirahat, karena di sanalah para murid laki-laki dan murid perempuan dapat melihat satu sama lain. Selain lorong tersebut, di sekolah ini juga terdapat lapangan upacara dan auditorium luas yang digunakan untuk mengumpulkan murid laki-laki dan perempuan pada acara tertentu.

Menjalankan aktivitas dan bersinggungan hanya dengan murid dengan berjenis kelamin yang sama tentu saja membuat sebagian besar murid penasaran. Apalagi, di usia remaja di saat hormon mereka tengah menggebu-gebukin, mereka tentu saja memiliki ketertarikan dengan lawan jenis.

Sekolah Menengah Atas ini sengaja memisahkan murid laki-laki dan perempuan karena tak menginginkan hal buruk terjadi di lingkungan sekolah yang dapat merusak citra sekolah. Hal tersebut tentu saja didukung oleh orang tua murid yang sangat menginginkan keamanan dan kenyamanan untuk anak mereka.

Alice melangkahkan kakinya melewati lorong demi lorong sekolah menuju asrama. Sesekali ia meregangkan otot-otot tangannya yang kaku. Hari ini merupakan hari yang cukup melelahkan untuknya. Setelah selesai memberikan hukuman untuk Romeo dan Juliet, ia juga harus meredam murid-murid yang merasa jika hukuman tersebut terlalu ringan dan mereka pantas mendapat hukuman yang lebih berat dari itu. Untung saja setelahnya suasana kembali kondusif dan mereka bisa melanjutkan pelajaran seperti sedia kala.

Sesampainya di asrama, Alice berniat untuk segera membersihkan diri dan istirahat. Namun, naas, harapan tak selamanya seperti yang ia harapkan. Dirinya justru mendapati Juliet tengah tersenyum menyambutnya dengan ekspresi—yang menurut Alice—cukup mencurigakan.

"Ada apa?" tanya Alice, to the point.

"Tidak ada," jawab Juliet sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia terkekeh pelan.

Alice memicingkan matanya, curiga, kemudian melangkah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Di asrama ini, setiap kamar—tergantung ukuran kamar—ditempati oleh dua hingga empat murid. Beruntungnya Alice hanya menempati kamarnya bersama Juliet sehingga ia bisa sedikit mendapat ketenangan di malam hari. Yah, meskipun Juliet yang tak mau berhenti berbicara terkadang cukup mengganggunya.

"Apakah kamu mau aku memijat tubuhmu? Atau membuatkannya minuman hangat? Atau memasak sesuatu untukmu?" tanya Juliet beruntung layaknya kereta yang tak mau berhenti membabi buta.

Alice mengerutkan dahinya. Tangannya bergerak untuk menyentuh dahi Juliet, memastikan tak ada yang salah dengan teman sekamarnya itu. 'Tidak panas,' ucapnya dalam hati. 'Tidak biasanya Juliet bersikap seperti ini.'

"Apakah kamu salah minum obat hari ini? Atau kamu baru saja terbentur sesuatu?" tanya Alice dengan bingung. Ia menatap Juliet dengan satu alis terangkat. Sementara Juliet justru terbahak saat mendengar celetukan yang keluar dari bibirnya.

"Tentu saja tidak! Aku hanya ingin membalas kebaikanmu karena tadi sudah menolongku."

Alice menghela napas. "Sudah kubilang jangan khawatir. Kita berdua itu berteman, jadi wajar saja kalau aku membantumu."

Setelah mengatakan hal tersebut, Alice masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Juliet yang masih berdiri di tempatnya sembari menggaruk-garuk tengkuknya.

*****

Keesokan harinya.

Arthur baru saja keluar dari kafetaria saat matanya tak sengaja mendarat pada seorang gadis yang sedang berdiri di dekat sekat kaca di lorong yang memisahkan sekolah laki-laki dan perempuan. Kaca tebal nanti transparan itu memudahkannya untuk melihat dan mengawasi apa saja yang terjadi di balik tembok pemisah gedung sekolah.

Laki-laki itu berjalan mendekati kaca tersebut dengan santai. Sesampainya di depan sana, ia memasukkan sebelah tangannya ke saku celana, sementara tangannya yang satu lagi mengetuk-ngetuk kaca dua kali hingga membuat gadis yang berada di seberangnya tersentak dan menoleh ke arahnya dengan mata terbelalak.

Alice yang sedang menunggu Juliet awalnya tak menyadari jika keberadaannya yang nampak dari balik kaca besar itu cukup menarik perhatian seseorang. Jantungnya seolah melompat dan berdetak dengan cepat saat ketukan di kaca menyadarkannya dari lamunan.

'What the hell? Apa yang orang sadis ini lakukan di sana?' tanya Alice dalam hati.

Arthur tersenyum simpul sambil melambai-lambaikan tangannya, seakan ingin menunjukkan jika ia adalah ketua OSIS yang ramah kepada siapa pun, termasuk Alice.

Alice membalas senyuman Arthur dengan senyuman samar yang terkesan cukup dipaksakan. Tak lupa ia juga melambaikan tangannya ke arah Arthur meskipun ia tak begitu menyukai laki-laki itu. Lebih tepatnya, sikap Arthur kemarin cukup membuat first impression yang buruk di matanya. Ia tak suka dengan pria tak berperasaan yang suka bertindak semaunya hanya karena memiliki kekuasaan.

Tembok kaca penghalang antara sekolah perempuan dan laki-laki itu memang kedap suara. Tidak heran jika para murid hanya saling memandang karena rasa penasaran tanpa bisa benar-benar berinteraksi dengan satu sama lain. Hal itu pulalah yang membuat tempat ini menjadi salah satu tempat paling ramai di jam istirahat.

Alice memandang sekelilingnya, mencari keberadaan Juliet yang tak kunjung datang. Dirinya hanya mendapati kerumunan murid-murid yang memang senang menghabiskan waktu di lorong untuk melihat murid di gedung sebelah.

Oh, sudahkah Alice bercerita jika hal itu pulalah yang mengawali kedekatan hubungan antara Romeo dan Juliet? Awalnya keduanya hanya tak sengaja saling menatap melalui kaca besar tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, keduanya mulai mengobrol dan tumbuhlah perasaan saling suka. Keduanya pun diam-diam sering bertemu di luar jam sekolah, bertemu di lorong ini atau di lapangan upacara di mana tak ada pemisah antara murid perempuan dan laki-laki.

Tak heran jika mereka akhirnya ketahuan karena sikap yang mereka tunjukkan cukup membuat para murid menaruh curiga. Ditambah lagi, keduanya bukanlah pembohong yang handal. Sekali tertangkap basah, mereka tak akan mampu untuk mengelak.

Brak!!!

Suara benturan cukup keras tersebut menarik perhatian beberapa murid yang berada di sans, terutama Arthur dan Alice. Mereka menolehkan kepala pada sumber suara. Saat menyadari apa yang terjadi, mereka berdua tanpa sadar mendengus dan berjalan mendekati sumber suara tanpa sepatah kata. Keduanya tanpa sadar melakukan hal yang sama di waktu bersamaan.

Alice memijat pelipisnya, tak kuasa lagi untuk menyikapi masalah yang sepertinya akan terjadi jika ia tak bergerak dengan cepat. Ugh! Dirinya tak habis pikir dengan apa yang sedang dilakukan Romeo dan Juliet saat ini di sana.