webnovel

Chapter 29

Setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, Romeo menoleh dan mendapati seorang perempuan tengah melangkahkan kakinya keluar dari kamar menuju balkon yang ternyata tidak begitu jauh dari tempat Romeo dan Arthur berdiri, di dekat sebuah pohon besar tempat persembunyian mereka.

Romeo dan Arthur lantas berlari ke arah sana. Romeo kemudian mengambil barang yang tadi sempat ia masukkan ke balik bajunya sebelum mereka meninggalkan asrama laki-laki tadi.

Arthur melongo saat melihat barang yang dikeluarkan oleh Romeo. Dua buah gelas pelastik yang berkilau di bawah cahaya rembulan yang malu-malu mulai menunjukkan sinarnya.

'Buat apa Romeo membawa gelas plastik? Mau minum sop buah?' tebak Arthur dalam hati

"Saatnya menunjukkan potensiku sebagai atlet olympic!!" teriaknya sambil mengambil ancang-ancang. Sinar remang-emang rembulan dan lampu gedung yang memantul di mata Romeo membuat wajahnya nampak sangar berseri.

Woosh woosh!

Romeo mengambil benang yang menghubungkan dua gelas plastik itu, kemudian memutar-mutarkannya layaknya baling-baling helikopter di atas kepalanya. Setelah berputar-putar selama beberapa detik, salah satu gelas plastik berhasil mengait ke jeruji besi balkon sementara satu gelas yang lain masih berada di dalam genggaman Romeo.

Melihat kehebatannya, Romeo memalingkan pandangannya ke arah Arthur sambil menyeringai dan mengacungkan jempol. "Perfecto!" serunya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Romeo membungkukkan badannya. Ia langsung mencabuti beberapa helai rumput yang berada di sekitarnya lalu berlutut sambil mengacungkan kumpulan rambut yang nampak seperti buket bunga tersebut. Ia berlutut tak begitu jauh dari balkon kamar Juliet sementara Juliet melangkah mendekatinya dan menunduk untuk menatapnya.

Juliet membungkam bibirnya dengan kedua tangannya. Matanya berseri-serius sementara rasa panas mulai menjalar ke wajahnya, membuat pipinya tampak merah akibat tersipu malu.

Di bawah pancaran sinar rembulan, Romeo ingin membuktikan kepada dunia jika hanya dirinyalah yang bisa membuat Juliet jatuh cinta. Tatapan matanya saja sudah bisa membuktikan jika cinta yang dimilikinya untuk Juliet sangat tulus dan tak tertandingi.

"Juliet sayang ...."

"Romeo babyyyy ...," jawab Juliet dengan suaranya yang melengking. Pipinya bersemu merah. Bibirnya perlahan terangkat dan membentuk sebuah senyuman yang sangat memabukkan.

Setiap kali melihat senyuman Juliet, Romeo rasanya seperti dibuat terbang ke langit ke tujuh. Hal pertama mengenai Juliet yang membuatnya jatuh cinta adalah senyuman gadis itu. Baginya, sejauh ini tidak ada gadis yang bisa menyaingi cantiknya senyum milik Juliet.

Arthur yang melihat adegan yang berada tepat di depan matanya hanya bisa melongo. Laki-laki itu menatap Juliet dan Romeo secara bergantian dengan mulut ternganga. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, ingin memastikan jika yang saat ini dilihatnya adalah hal yang nyata dan bukan ilusi semata.

"Apa aku gila? Apakah aku berimajinasi? Apakah aku bermimpi? Kalau tidak, bagaimana bisa balkon kamar Juliet berada di lantai satu dan hanya sepuluh senti lebih tinggi dari tanah tapi Romeo dan Juliet bertingkah layaknya mereka terpisah sangat jauh seperti ini?" tanya Arthur kepada dirinya sendiri sambil menepuk dahinya.

Arthur menarik napas panjang, berusaha untuk menahan emosinya. Tapi ....

Tangannya secara refleks mencengkeram kepala Romeo dari belakang, lalu mengguncang-guncangkannya dengan keras hingga Romeo merasa sedikit pusing. Romeo bahkan merasa jika isi kepalanya saat ini seolah diaduk-aduk tak karuan.

"OTAKMU ITU ISINYA APA? KENAPA KAMU SOK LEMPAR CUP PLASTIK SEPERTI ITU? KAMAR JULIET ITU DI LANTAI SATU, YOU SON OF BITCH!" teriak Arthur dengan geram. Laki-laki itu sudah kehilangan kesabarannya dan merasa sangat kesal.

Romeo hanya cengengesan dibuatnya. "Hehehe ini, kan, namanya lempar lembing, Bos."

Arthur memutar bola matanya sambil mengomel-ngomel tidak jelas.

Romeo memilih untuk mengabaikan Arthur dan kembali mengambil gelas plastik yang berada di dekatnya. "Juliet, ambil cup yang ada di sebelah sana," katanya.

Juliet menganggukkan kepalanya, lalu menuruti ucapan Romeo. Keduanya kini mulai mengobrol melalui gelas plastik itu layaknya sedang mengobrol melalui telepon kuno yang sering digunakan anak sekolah dasar yang terbuat dari gelas plastik dan benang.

"Aku sangat merindukanmu, my baby Juliet."

Juliet merasa trenyuh. Ia pun tersenyum malu-malu sambil terus menatap ke arah Romeo. "Aku juga sangat merindukanmu, Romeo."

"Tidak ada yang mengganggumu selama kita tidak bertemu, kan?" tanya Romeo sambil melirik Arthur yang kini tengah berdiri sambil berkacak pinggang.

Juliet menggeleng. "Tidak, Baby."

Arthur memijat pelipisnya sembari terus menatap dua sejoli di hadapannya itu. 'Mereka itu bodoh atau bagaimana? Mereka itu bisa mengobrol secara langsung. Tapi mereka malah memilih mengobrol lewat telepon gelas plastik dan benang??!' tanyanya dalam hati.

Romeo dan Juliet terus mengobrol seolah Arthur hanyalah obat nyamuk di antara mereka berdua. Atau mungkin sih lebih tepatnya mereka hanya menganggap Arthur sebagai angin yang tak terlihat sama sekali di mata mereka. Cinta memang kadang membuat pasangan merasa dunia milik mereka berdua dan yang lain mengontrak! Menyebalkan sekali.

"Sudah-sudah," kata Arthur. "Juliet, bagaimana keadaan Alice?" tanyanya, penasaran.

Tujuannya datang ke sana tak lain dan tak bukan hanya karena ingin mengetahui keadaan Alice. Tentu saja melihat 'keromantisan' Romeo dan Juliet adalah hal terakhir yang ada di pikirannya. Jika bukan karena Alice, ia tak mungkin memaksa Romeo untuk menemaninya datang ke sana mengingat mereka hampir ketahuan oleh satpam sekolah lagi.

"Alice sudah lebih baik. Demamnya sudah turun jika dibandingkan tadi siang," jawab Juliet. "Apakah kamu datang ke sini untuk Alice?"

Dari kemarin, Juliet sebenarnya sudah curiga jika mungkin saja ada sesuatu di antara Arthur dan Alice. Tapi, sepertinya baik Alice maupun Arthur tidak ada yang mau mengakuinya. Atau mungkin belum? Entahlah, Juliet juga tidak tahu.

Dengan malu-malu Arthur berkata, "Apakah dia bisa keluar? Sebentar saja." Arthur hanya ingin memastikan keadaan Alice, jadi ia tidak akan menyita waktu Alice terlalu lama mengingat gadis itu sedang sakit.

Juliet sedikit menimbang-bimbang. Namun, ia akhirnya mengangguk dan masuk ke dalam kamar setelah melihat wajah Arthur yang terlihat penuh harap untuk bisa bertemu dengan teman satu kamarnya itu.

Romeo berusaha mencerna apa yang barusan terjadi. Mulai dari Arthur yang menanyakan tentang keadaan Alice, hingga Juliet yang pergi untuk memanggil Alice. Tunggu dulu, jika Arthur bertanya mengenai keadaan Alice dan tahu jika Alice sedang sakit, itu artinya ....

JDER!

'Aku kira dia mengincar Juliet! Ternyata dia ke sini untuk bertemu Alice. Oh, bodohnya aku! Bisa-bisanya aku tertipu karena muka polos Arthur. Aku harus balas dendam! Awas kamu, Arthur!' teriak Romeo dalam hati.

Pantas saja Arthur sangat memaksanya untuk menemaninya ke sini. Oh, atau jangan-jangan kemarin saat mereka menyelinap Arthur juga sebenarnya ingin bertemu dengan Alice?

Nampaknya Romeo harus segera mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berhasil menyita perhatiannya.