webnovel

Chapter 28

Dug!

Arthur yang menghentikan langkahnya secara tiba-tiba membuat Romeo yang sedari tadi berjalan sambil merunduk tanpa sengaja menabrak punggungnya. Laki-laki itu mengusap wajahnya sambil meringis.

"Kamar mereka di mana?" tanya Arthur begitu mereka sampai di depan gedung asrama murid perempuan.

Setelah melewati beberapa rintangan dan bergelut dengan nyamuk, mereka akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Letih dan perjuangan mereka akhirnya dapat terbayarkan.

"Mungkin kamar yang menghadap ke luar," jawab Romeo dengan enteng.

"Mungkin?" Arthur mengernyit. "Bagaimana jika kamar mereka bukan kamar yang jendelanya menghadap ke luar?" tanya Arthur sambil menyisir pandangannya ke deretan kamar yang terletak di gedung yang berdiri kokoh di depan matanya.

Romeo menjentikkan jarinya, dengan santai laki-laki itu menjawab, "Mudah saja. Aku tahu kamar mereka yang mana. Kamu cari saja balkon kecil yang memiliki handuk kecil tergantung di sana, itulah kamar Juliet."

Arthur mengerutkan dahinya. Sejauh ia memandang, hampir semua balkon di asrama perempuan memiliki handuk berwarna merah muda yang tergantung di depan balkon, di antara seragam dan jemuran yang lainnya.

Apakah Arthur harus mengetuk satu per satu pintu balkon untuk mengetahui di mana kamar asrama Juliet dan Alice? Jangan bercanda! Ia tak akan melakukan hal seperti itu. Lagipula, memangnya Romeo tak punya informasi lebih rinci mengenai kamar Juliet? Toh, mereka sudah agak lama berpacaran.

"Hahahaha!"

Arthur tergelak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ide jahil langsung menghinggapi pikirannya. Segera ia membalik tubuhnya untuk menghadap ke Romeo—karena daritadi tubuhnya menghalangi pandangan Romeo—lalu membuka mata Romeo dengan lebar menggunakan jemarinya.

"BUKA MATAMU!!" ujar Arthur. Wajahnya tepat berada di depan wajah Romeo, membuat Romeo mengerjap berkali-kali karena tak paham.

"Lihat, semua balkon memiliki handuk berwarna pink!! Jadi, yang manakah kamar Juliet?" bisik Arthur, sedikit geram, sambil mencengkeram kerah polo yang dikenakan Romeo.

Romeo tergagap. "Ta-tapi ...."

"Memangnya kamu tidak tahu?" tanya Arthur, menyela ucapan Romeo. "Semua siswi perempuan mempunyai warna handuk yang sama, hanya ada kode dan angka yang berbeda di setiap kamar. Sama seperti di asrama laki-laki."

Romeo menatap sekeliling mereka. Benar kata Arthur, hampir semua balkon memiliki handuk berwarna merah muda yang tergantung di depan balkon. Hampir semua kamar asrama juga terlihat identik dari tempat mereka berdiri saat ini.

Ia mendongakkan kepalanya, mencoba menebak-nebak letak kamar Juliet. Seingatnya, Juliet hanya berkata jika kamarnya berada di lantai satu gedung asrama. Namun, ia tak tahu tepatnya yang mana.

"T-tapi k-kata Ju-ju ... Juliet ...."

Cakar sakti elang milik Arthur dengan sigap mencaplok bibir bebek Romeo, membuat laki-laki itu bungkam dalam sepersekian detik.

"DIAM KAU ULAR!" cerca Arthur dengan geram. Setiap kata yang keluar dari bibir Romeo saat ini entah mengapa justru membuat emosinya memuncak.

"Muhmm ... Mhmm ...." Romeo yang bibirnya terkatup tak bisa mengatakan apa yang ada di benaknya dengan jelas.

Lelaki itu ingin sekali protes dengan mengatakan, 'Bukankah seharusnya bebek dan bukan ular?'. Akan tetapi keterbatasan membuatnya tak bisa mengatakan apa yang ingin ia katakan. Ia pun memilih untuk menyerah saja.

Arthur menghela napas panjang. Ternyata mendengar suara cicitan Romeo yang seperti suara tikus got jauh lebih menyebalkan daripada mendengarkan cerocos laki-laki itu. Ia pun akhirnya melepaskan tangannya dari bibir Romeo karena ia tak bisa menangkap maksud dari ucapan Romeo.

"Sudahlah. Lebih baik kamu telepon Juliet dan suruh dia keluar sekarang," ucap Arthur sambil menyentil dahi Romeo.

"Baik, Bos!" jawab Romeo.

Laki-laki itu lantas meraba-raba pakaiannya dan merogoh kantung samping celananya untuk mencari ponselnya. Nihil, ia tak dapat menemukan ponselnya.

"Di mana tadi aku meletakkannya?" gumam Romeo. Menyadari akan sesuatu, matanya langsung membelalak lebar. "Jangan-jangan handphone-ku jatuh saat kita tiarap tadi?!" tanyanya dengan heboh sambil menepuk dahinya beberapa kali.

Arthur memijat pelipisnya. Pusing dengan kelakuan Romeo. Jangan bilang usaha mereka untuk datang ke tempat ini akan menjadi sia-sia karena mereka tak bisa menemukan kamar Juliet dan juga karena Romeo lupa membawa ponselnya.

Saat memerhatikan Romeo yang saat ini tengah berjalan mondar-mandir sambil mengingat di mana ponselnya berada, Arthur tak sengaja melihat benda pipih yang terselip di kantung celana Romeo bagian belakang.

"Arthur, bagaimana jika handphone-ku hilang?"

Arthur mendecih. "Itu yang ada di saku belakang celanamu apa?"

Romeo mengerjapkan matanya, lalu meraba dan merogoh kantung celananya yang bagian belakang. Dengan cengengesan ia mengeluarkan ponselnya dari sana.

"Aku lupa jika celana yang kugunakan memiliki banyak kantong," ujarnya sambil tertawa kikuk. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena salah tingkah. Dirinya benar-benar merasa sangat bodoh karena tak sadar mengenai hal sesederhana itu.

Arthur menepuk dahinya. "Apalagi yang kamu tunggu? Cepat telepon Juliet!"

"Iya-iya, Bos. Sabaaaar!"

"Orang sabar nanti perutnya lebar," celetuk Arthur.

"Salah! Orang sabar itu disayang Tuhan, Bos!" balas Romeo.

Arthur menghela napas. "Romeo, cepat telepon Juliet," ujarnya dengan senyum yang dipaksakan. Nada bicaranya pun terdengar seolah ia sedang menekan emosinya yang sewaktu-waktu bisa meledak, apalagi jika Romeo terus membuatnya semakin kesal.

"Hehehe ... Iya, Bos."

Sesudah mengatakan hal itu, Romeo lantas mencari nama 'Baby Juliet' di antara deretan nama yang berada di kontaknya, lalu meneleponnya.

Tutttt ... Tuuuutt ....

"Halo, my baby Juliet," sapa Romeo begitu sambungan teleponnya dijawab oleh Juliet.

Dari seberang panggilan, Juliet menjawab, "Halo, Roro—"

"Jonggrang," sambung Arthur dengan lirih, kemudian tertawa terbahak-bahak.

Melihat hal itu, Romeo langsung memukul punggung Arthur agar laki-laki itu terdiam. Matanya memicing ke arah Arthur dengan curiga. Sepertinya dugaannya jika Arthur ingin merebut Juliet darinya memang benar. Jika tidak, untuk apa laki-laki itu tertawa seperti ini saat ia bisa mendengar suara Juliet.

Hmm ... Sepertinya Romeo harus buru-buru pasang badan jika ia tak mau kehilangan Juliet yang sangat disayanginya.

"Juliet, bisakah kamu keluar balkon?"

"Memangnya ada apa, Romeo?"

Romeo terdiam sejenak, memikirkan jawaban untuk Juliet.

"Katakan saja jika kamu punya kejutan untuk dia," timpal Arthur.

Romeo kembali memicingkan matanya dengan penuh selidik. 'Kejutan? Apakah maksudnya dia adalah kejutan untuk Juliet? Tidak! Aku tidak boleh membiarkan hal itu terjadi!' ucapnya dalam hati.

"Baby Romrom, ada apa di luar memangnya?" tanya Juliet sekali lagi karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari Romeo.

Romeo menghela napas, sepertinya ia memang tak punya pilihan lain selain mengikuti saran dari Arthur.

"Aku punya kejutan untuk kamu. Keluarlah!"

"Wahhh, baby Romeo romantis sekali seperti pangeran Romeo. Okay, aku akan ke balkon sekarang juga."

Tut. Sambungan telepon terputus setelah Juliet mengatakan hal tersebut.