webnovel

Chapter 20

"Aku tidak bisa menerimanya. Bagaimana jika pengirim go-send tersebut ingin mencelakaiku?"

Wendy mengerutkan dahinya sementara Juliet memutar bola matanya. Mana mungkin hal-hal yang membahayakan keselamatan siswa bisa lolos dari pengawasan satpam. Biasanya jika ada pengiriman barang seperti ini, satpam sekolah selalu mengeceknya dan memastikan jika benda yang akan diterima muridnya bukanlah barang yang berbahaya.

"Itu mustahil, Alice," komentar Juliet.

"Tidak ada yang mustahil di dunia ini Juliet," balas Alice sambil mencebikkan bibirnya. "Memangnya kamu tidak pernah menonton film tentang penggemar rahasia yang berakhir membunuh gadis yang dikaguminya? Atau kamu tidak pernah melihat film snow white?"

"Snow white?"

Alice mengangguk. "Ya, dia memakan apel beracun dari ibu tirinya."

Juliet terbahak sambil mengibaskan tangannya di udara. "Sepertinya kamu terlalu banyak menonton film, Alice! Pertama, kamu tidak punya ibu tiri. Kedua, jika penggemar rahasia mu ingin membunuhmu, dia tidak akan mengirimkan go-send melalui gerbang depan! Satpam pasti sudah mengecek isi kiriman ini."

"Juliet benar, Alice," ucap Wendy, setuju dengan apa yang diucapkan Juliet. Menurutnya, ucapan kali ini benar-benar tidak masuk akal. Kini, Wendy semakin menyodorkan kantung keresek tersebut ke arah Alice. "Lihat dulu isinya. Jika memang isinya mencurigakan, kamu bisa membuangnya nanti dan lapor kepada guru."

"Tapi ...." Alice menghentikan ucapannya sejenak.

"Terima saja, Alice." Wendy kembali berucap sembari menarik sebelah tangan Alice dan memaksa Alice untuk menerima kantung keresek tersebut. Awalnya Alice masih tampak ragu, namun dengan terpaksa gadis itu akhirnya menerimanya.

"Bagaimana jika—"

"Siapa tahu yang mengirim orang tuamu," ujar Juliet cepat, memotong ucapan Alice.

Alice mengangguk pasrah. "Terima kasih, Wendy," ucapnya, lalu membuka kantong keresek tersebut. Gadis itu mengerutkan dahinya saat melihat ada secarik notes di dalam kantong keresek. Tangannya bergerak untuk mengambil notes tersebut dan membaca catatan yang tertulis di sana.

[Cepat sembuh, Alice. Ketua OSIS, kok, lemah? —Dari laki-laki yang semalam menyelinap keluar asrama bersamamu.]

'Ini dari Romeo? Tapi, itu tidak mungkin. Tadi pagi aku tidak bertemu dengan Romeo. Lalu siapa, ya? Atau jangan-jangan ini dari Arthur? Laki-laki yang hari ini bertemu denganku, kan, cuma Arthur,' pikir Alice dalam hati sambil mencerna tulisan yang tertulis di secarik kertas tersebut.

Pemikiran jika Arthur adalah pengirim go-send itu tanpa sadar membuat perasaan Alice menghangat. Hati gadis itu merasa tersentuh dengan apa yang dilakukan Arthur. Namun, saat ia kembali mencerna kalimat yang terkandung di dalam notes tersebut, ia juga merasa sedikit kesal karena Arthur juga meledek bahwa dirinya lemah.

Alice kembali membuka keresek tersebut untuk melihat isinya yang lain. Di dalam sana terdapat obat demam, obat flu, dan bubur ayam. Alice tersipu malu, jantungnya berdebar kencang akibat perlakuan manis dari Arthur. Rona merah mulai menyambangi pipinya.

Gadis itu senyum-senyum dan merasa salah tingkah. Di satu sisi ia merasa senang dan tersentuh dengan apa yang Arthur lakukan. Tapi, di sisi lain, ia juga merasa jika hal ini tidak mungkin karena seingatnya ia tak mengatakan jika ia sedang sakit saat mereka bertemu tadi pagi. Laki-laki itu juga tidak bertanya mengenai sesuatu yang berhubungan dengan kesehatannya. Ah, mungkin saja Arthur hanya iseng mengirim semua ini dan kebetulan Alice sedang sakit. Bisa jadi, bukan?

"Dari siapa?" tanya Juliet sambil berbisik di telinga Alice. Ia tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya sama sekali. Baginya, rasa penasaran seperti dengan ulat di gigi; bisa menggerogoti jika tak segera terobati.

"Dari Arthur," jawab Juliet dengan lirih. Pipinya semakin memanas dan jantungnya berdetak semakin cepat saat menjawab pertanyaan Juliet.

Bibir Juliet terngaga. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Arthur yang terkenal cool itu mau berbuat semanis ini untuk seorang perempuan? Oh, Tuhan! Juliet benar-benar tak bisa membayangkannya. Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangan, menahan teriakan histeris yang hendak keluar dari bibirnya karena masih ada Wendy di sana. Jangan sampai Wendy tahu jika kiriman itu dari murid sekolah laki-laki.

Juliet menyenggol bahu Alice dengan bahunya sambil tersenyum penuh arti, membuat Alice semakin salah tingkah dibuatnya. Keduanya tertawa kecil. Namun saat menoleh ke arah Wendy, Alice langsung menghentikan gawang dan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir untuk membuat Juliet juga ikut diam.

"Shh!"

Wendy yang melihat sikap aneh kedua gadis yang berdiri di hadapannya menyernyitkan dahinya. Ia menatap curiga ke arah mereka. Gadis berambut bob yang sedikit lebih tinggi dari Juliet itu melibatkan tangannya di dada sambil menatap Alice dan Juliet dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

Menyadari hal tersebut, Alice langsung buru-buru memasukkan notes tadi ke dalam keresek. Namun, tanpa sepengetahuannya, Wendy yang memiliki mata yang jeli sempat melihat ada tulisan 'asrama' di kertas itu. Gadis itu kemudian menatap Alice dengan penuh selidik.

"Ketua OSIS, notes itu pasti ada nama pengirimannya, kan?" tanya Wendy dengan curiga. "Katakan siapa pengirimnya!" imbuhnya lagi dengan tegas.

Alice gelagapan, tak tahu harus menjawab dengan apa. Gadis itu bergerak gelisah karena rasa takut. Dengan cepat ia meraih kertas itu lagi lalu meremasnya dan memasukkannya ke dalam saku roknya. Jika sampai Wendy tahu mengenai sesiapa yang telah mengirimkan go-send kepadanya maka bisa habis dirinya. Oh, jangan lupa jika notes tersebut berisi tulisan yang melanggar peraturan sekolah; menyelinap keluar asrama.

"B-bukan dari siapa-siapa, kok," jawab Alice terbata seraya menyunggingkan senyum kikuk. Alice lantas menarik tangan Juliet dan mengajak Juliet untuk pergi dari kantin, meninggalkan Wendy yang merasa tak puas dengan jawaban Alice yang menurutnya cukup ambigu.

Alice dan Juliet terus berjalan beriringan menyusuri koridor sekolah menuju ke taman. Keduanya lantas memilih untuk duduk di salah satu bangku taman yang letaknya di bawah pohon akasia yang rindang. Di sana, sinar matahari tak terlalu terik sehingga Juliet tak perlu takut jika Alice akan merasa kepanasan.

"Jadi, apa hubunganmu dengan Arthur?" goda Juliet.

Alice menggelengkan kepalanya. "Tidak ada," jawabnya singkat.

"Jika tidak ada kenapa dia sangat perhatian kepadamu?"

"Oh, ayolah, Juliet. Ini hanya kebetulan, jangan dilebih-lebihkan," gerutu Alice sambil mendengus.

Juliet tertawa kecil. "Lalu kenapa pipimu memerah seperti itu, Alice?" tanyanya.

Refleks, Alice langsung menyentuh pipinya sambil tersenyum malu, membuat tawa Juliet semakin pecah.

Gadis itu sangat mengenal Alice. Tidak biasanya Alice salah tingkah dan tersipu seperti ini. Biasanya, gadis itu selalu bersikap biasa saja. Bahkan, saat Juliet bercerita tentang bagaimana romantisnya Romeo, Alice tak terlihat trenyuh atau semacamnya. Akan tetapi, beda dengan kali ini, Alice kali ini terlihat sangat tersentuh dengan perlakuan Arthur.