webnovel

Chapter 19

Sesampainya di ruang UKS, seorang guru penjaga UKS langsung meminta Alice untuk berbaring di ranjang yang tersedia di sana. Tak lupa ia juga memberikan obat dan segelas air minum untuk Alice. Setelah meminum obat dan beristirahat, lima belas menit kemudian Alice merasa jika tubuhnya sudah lebih baik. Rasa pusing yang dirasakannya sejak kemarin berangsur menghilang. Kini yang tersisa hanya flu dan batuk yang memang mustahil bisa langsung menghilang dalam hitungan menit.

Setelah merasa jauh lebih baik, Alice berterima kasih kepada guru yang menjaga UKS lalu mengajak Juliet untuk keluar dari ruang UKS. Dengan sabar Juliet memegangi lengan Alice dan menuntun Alice meskipun gadis itu berkata jika ia baik-baik saja dan Juliet tak perlu memperlakukannya layaknya orang yang menderita sakit parah.

"Apa kamu yakin kalau kamu sudah baik-baik aja?" tanya Juliet, mengutarakan kegelisahannya. "Kalau kamu masih sakit, kita kembali ke UKS aja. Aku nggak masalah, kok, kalau harus nunggu kamu dan ketinggalan pelajaran."

Alice terkekeh. "Itu, sih, alasan supaya kamu juga bisa bolos kelas!"

Mendengar itu, tawa Juliet langsung pecah. Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa sedikit malu karena niat terselubungnya langsung diketahui oleh Alice. Memang setelah jam istirahat usai, ia akan mendapatkan pelajaran matematika; pelajaran yang paling tidak disukainya. Maka dari itu pula ia akan merasa senang jika ia harus menunggu Alice di UKS dan melewatkan pelajaran tersebut.

"Tadi pagi kamu udah sarapan?"

Setiap pagi, murid-murid memang biasanya langsung menyerbu kantin untuk mendapatkan jatah sarapan yang disediakan oleh pihak sekolah sebelum memulai aktivitas. Tak terkecuali Alice dan Juliet. Akan tetapi, karena tadi Alice langsung menghadiri rapat OSIS yang memakan cukup banyak waktu, ia akhirnya terpaksa harus melewatkan sarapan dan langsung masuk ke dalam kelas seusai rapat OSIS.

Alice menggeleng. "Belum." jawabnya dengan jujur.

Juliet menepuk jidatnya, tak habis pikir dengan temannya yang satu ini. Bahkan di saat kondisinya tidak baik-baik saja ia masih bisa melewatkan sarapan hanya karena rapat OSIS. Padahal menurut Juliet, sebagai ketua OSIS seharusnya Alice juga memiliki wewenang untuk membatalkan rapat jika memang ia sedang tidak sehat. Anggota yang lain tentu tak akan keberatan karena mereka juga sangat menyegani Alice.

"Kalau begitu, ayo kita ke kantin!" seru Juliet.

"Nanti aja, sebentar lagi jam istirahat akan selesai."

Juliet menatap Alice dengan tajam. "Pokoknya kita ke kantin sekarang! Aku tidak menerima kata penolakan," ucap Juliet dengan telak lalu menggandeng tangan Alice dan menuntun Alice menuju kantin. Ia benar-benar tak ingin kondisi Alice semakin buruk jika gadis itu kembali melewatkan jam makan.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju ke kantin. Begitu sampai di sana, mereka menghembuskan napas lelah saat mendapati suasana kantin yang sesak dan gaduh. Suara tawa, teriakan, dan denting sendok yang beradu dengan piring tak terelakkan. Para siswi berebut oksigen di satu ruangan yang sama, membuat keadaan terasa begitu gerah.

"Kamu duduk aja, biar aku yang pesan makanannya," ucap Juliet.

Alice memilih untuk duduk di bangku yang berada di pojok belakang karena bangku tersebut adalah satu-satunya bangku yang kosong di sana. Sementara itu, Juliet menerobos di antara kerumunan siswi dan menyerobot antrean agar bisa segera memesankan makanan untuk Alice.

Berbeda dengan sarapan yang menunya sudah ditentukan dan setiap murid mendapatkan jatah yang sama, menu makan siang jauh lebih bervariasi dan fleksibel. Menu yang tersedia di jam makan siang juga menu yang digemari anak-anak muda pada umumnya dan para murid bebas menentukan makanan apa yang ingin disantapnya. Menu makan siang pun sering berganti dari satu hari ke hari yang lain agar siswa tak merasa bosan.

"Bu, ada bubur?" tanya Juliet kepada ibu kantin.

"Wah, kalau bubur tidak ada. Yang ada seblak sama tteokbokki untuk hari ini," jawab ibu kantin.

"Masa orang sakit disuruh makan makanan pedas," gerutu Juliet. Pandangan gadis itu menyisir ke jajanan yang tertata rapih di meja panjang yang disediakan di kantin. Sejauh matanya memandang, ia hanya menemukan gorengan seperti fish cake, rolade, risol mayones, dan gorengan yang lainnya. Benar-benar makanan yang tidak cocok disantap oleh orang yang sedang sakit.

"Jadinya mau makan apa, Neng?"

Juliet mengibaskan tangannya dengan raut wajah kesal. "Tidak jadi, Bu," ucapnya lalu pergi dari sana dan bergabung dengan Alice.

Begitu mendaratkan bokongnya di bangku, Juliet mendesah pelan. "Tidak ada bubur di kantin ini, Alice. Menu hari ini juga makanan pedas yang tidak baik jika dikonsumsi oleh seseorang yang sedang sakit seperti kamu."

"Aku tidak masalah, kok, kalau harus makan makanan pedas."

Juliet menggelengkan kepalanya kuat-kuat sambil menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri. "Nopeeeee! Tidak boleh! Kamu sedang sakit, tidak baik mengkonsumsi makanan pedas. Apalagi, kamu belum sarapan dari tadi pagi. Yang ada nanti kamu diare!"

Alice menghela napas. "Terus bagaimana, dong?"

Belum sempat Juliet menjawab pertanyaan Alice, seseorang tiba-tiba saja datang dan menepuk bahu Alice, membuat Alice dan Juliet menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati gadis berambut bob tengah beridiri tak jauh dari mereka.

Gadis itu adalah Wendy, gadis tomboy yang tak lain adalah ketua komite kedisiplinan di sekolah perempuan. Selain tomboy, gadis itu juga terkenal gahar dan tegas tanpa pandang bulu. Jika ada siswa yang melanggar peraturan dan tertangkap basah olehnya, ia tak segan untuk memberikan hukuman terburuk untuk siswa tersebut. Di sekolah ini, tak ada murid yang ia takuti. Kecuali Alice. Well, dia tidak takut dengan Alice, sih. Ia hanya merasa segan dengan ketua OSIS tersebut.

"Ada kiriman dari go-send untuk kamu, Alice," ucap Wendy sambil menyodorkan sebuah kantung keresek ke hadapan Alice.

Alice mengerutkan dahinya. Ia tak merasa memesan apa pun. Lagipula, murid-murid, kan, dilarang membawa ponsel. Sejak tadi Juliet juga bersamanya dan ia tak melihat Juliet memainkan ponselnya sama sekali. Lantas siapa yang mengirimnya. Apa mungkin dari orang tuanya? Tidak biasanya mereka mengirim sesuatu tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

"Dari siapa, Wen?"

Wendy mengedikkan bahunya. "Aku juga tidak tahu. Tadi, yang mengirimkan go-send cuma bilang kalau ada pesanan untuk kamu. Dia juga tidak bilang siapa pengirimnya."

"Mungkin saja dari pengagum rahasiamu," bisik Juliet sambil tersenyum menggoda.

Alice memutar bola matanya saat mendengar apa yang diucapkan Juliet. Sepertinya Juliet sudah terlalu banyak menonton film romantis yang membuatnya tak bisa membedakan dunia nyata dan dunia fiksi. Pengagum rahasia di dalam film mungkin saja terlihat sangat manis. Tapi, pengagum rahasia di dunia nyata kebanyakan justru membahayakan keselamatan orang yang dikaguminya. Membayangkannya saja sudah membuat Alice merasa ngeri.

"Kamu yakin tidak tahu siapa yang mengirimnya?" tanya Alice kepada Wendy sekali lagi.

Lagi-lagi Wendy hanya bisa menggelengkan kepalanya.