webnovel

Chapter 17

Pandangan gadis itu menyerbu ke seluruh penjuru. Angin malam menerbangkan rambutnya yang tergerai, mendayu-dayu di antara kesunyian malam. Di saat hawa mulai intens menyusupi kulit seputih saljunya, Alice masih memilih untuk berdiri di balkon kamarnya sembari memerhatikan keadaan sekitar karena khawatir dengan kondisi Juliet saat ini.

Jarak antara gedung sekolah dengan gedung asrama tidaklah begitu jauh sehingga ia bisa sedikit banyak melihat apa yang terjadi di sana.

Berbeda dengan gedung sekolah yang didominasi dengan cat warna putih dan abu-abu, gedung asrama perempuan lebih didominasi oleh cat warna hijau sage, sementara gedung asrama laki-laki didominasi oleh cat warna aquamarine. Hal tersebut tentu saja untuk memudahkan murid, guru, dan satpam sekolah untuk memebedakan antara gedung yang satu dengan yang lain.

Setengah jam sudah berlalu sejak ia kembali ke kamar asrama, namun Juliet tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Jujur saja Alice sangat khawatir dengan teman satu kamarnya itu. Ia khawatir jika Juliet tertangkap oleh satpam sekolah dan harus mendapat hukuman di malam yang dingin ini.

Alice mengusap-usap telapak tangannya lalu menempelkannya di pipi untuk memberikan rasa hangat. Setelahnya, ia kembali memeluk tubuhnya sendiri sambil terus menatap lurus ke bawah balkon.

"Hachu!"

Alice mengusap-usap hidungnya karena sedari tadi ia tak kunjung berhenti untuk bersin. Tubuhnya pun terasa semakin menggigil bersamaan dengan hawa dingin yang semakin menjarum kulitnya.

Gadis itu akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dan menutup pintu balkon karena rasa kantuk bercampur pusing mulai menghinggapinya. Ia memijat kepalanya sejenak sembari memejamkan matanya.

'Mungkin ini karena aku tidak terbiasa keluar dan menghirup udara malam,' pikir Alice dalam hati. Gadis itu kemudian membaringkan tubuhnya di kasur dan menarik selimut untuk menghangatkan tubuhnya. Ia percaya jika besok tubuhnya akan baik-baik saja dan ia akan kembali seperti sedia kala.

Sebelum memejamkan matanya, gadis itu berdoa agar Tuhan melindungi Juliet dan gadis itu bisa segera kembali ke asrama tanpa harus berurusan dengan satpam sekolah.

*****

Keesokan paginya Alice terbangun dengan tubuh yang terasa sakit dan pegal. Kepala gadis itu juga terasa berat seolah ada balok kayu besar yang menindih kepalanya. Tubuhnya masih terasa menggigil meskipun sinar matahari sudah menyusup masuk ke kamar asrama.

Mengingat apa yang terjadi semalam, Alice segera menoleh ke ranjang sebelahnya untuk mencari keberadaan Juliet. Gadis itu tersenyum lega saat mendapati Juliet tengah membaringkan tubuhnya di kasur dan masih memejamkan matanya.

Gadis itu tak tahu jam berapa Juliet kembali ke kamar. Ia akan menanyakannya nanti saat Juliet sudah bangun atau saat mereka sudah di kelas karena saat ini ia harus buru-buru bersiap ke sekolah untuk menghadiri rapat OSIS yang diagendakan sebelum jam pelajaran sekolah.

Alice segera berjalan menuju kamar mandi dengan tubuh sempoyongan. Ia pikir, tidur akan membuat tubuhnya terasa jauh lebih baik. Namun yang terjadi malah sebaliknya, kepalanya terasa semakin berputar-putar dan ia masih mengalami bersin-bersin.

"Oh, come on, Alice. Kamu harus kuat," ucapnya untuk menguatkan dirinya sendiri.

"Hachu!" Lagi dan lagi ia mengalami bersin. Nampaknya hawa dingin semalam membuat imunnya melemah sehingga virus semakin mudah menghinggapinya.

Setelah selesai mengguyur tubuhnya di bawah pancuran shower, Alice segera mengenakan seragam sekolah; rok rempel kotak-kotak selutut berwarna maroon dan hitam, kemeja putih panjang dengan dasi berwarna senada dengan rok, vest berwarna hitam dengan logo sekolah yang terbordir di sisi dada kanan, dan tak lupa jas berwarna hitam yang melengkapi seragam sekolahnya.

Gadis itu mematut dirinya di depan cermin sembari mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Melihat bibirnya yang nampak kering dan pucat pasi, Alice kemudian mengambil lip balm dari kabinet yang berada di kamar mandi, lalu mengoleskan lip balm tersebut di bibirnya untuk membuat bibirnya terlihat lebih segar.

"Tidak buruk juga," ucapnya lalu mengembalilam lip balm tersebut ke kabinet. Memang, sih, ia tak harus selalu nampak fresh di sekolah. Akan tetapi, ia juga tak ingin terlihat seperti mayat hidup yang menyusup di antara kerumunan murid-murid.

Sesudah selesai mengeringkan rambutnya, ia lantas mengikat rambutnya menjadi pony tail dengan hiasan pita berwarna maroon.

Gadis itu berjalan ke luar kamar mandi sambil menahan rasa pusing yang menderanya. Sebisa mungkin ia berusaha terlihat baik-baik saja meskipun ia tahu jika tubuhnya sedang tidak terlalu sehat. Oh, bahkan tulang-tulangnya terasa seperti remuk dan hancur!

"Hachu!"

Alice sontak menutupi mulutnya dengan sebelah tangan untuk meredam suara bersinnya agar tak mengganggu tidur Juliet. Awalnya ia hendak membangunkan temannya itu, namun, jika mengingat jika Juliet mungkin saja kelelahan dan baru tidur sebentar, ia jadi tak tega. Ia pun mengurungkan niatnya dan memilih untuk bersiap-siap.

Gadis itu mengambil tasnya yang berada di atas nakas dekat tempat tidurnya. Tak lupa ia memasukkan beberapa buku yang ia butuhkan untuk mengikuti pelajaran hari ini.

Ia melirik jam dinding yang tergantung tepat di dinding tengah kamar tersebut, masih ada waktu empat puluh lima menit sebelum pelajaran di mulai. Itu artinya, ia akan menghadiri dan memimpin rapat OSIS paling tidak selama tiga puluh menit sebelum akhirnya ia harus bergelut dengan pelajaran di kelas.

Saat hendak membopong tas punggungnya, iris mata Alice tak sengaja melihat sticky-notes yang berada di atas nakas. Ia kemudian mengingat percakapannya kemarin siang dengan Arthur. Laki-laki itu memintanya untuk membawa sesuatu yang dapat mempermudah komunikasi di antara mereka. Alice tentu saja tak mau membawa ponsel ke sekolah dan melanggar aturan.

Gadis itu lantas meraih sticky-notes yang ada di meja lalu memasukkannya ke dalam tas. Meskipun ia tak yakin jika ia akan bertemu Arthur lagi, rasanya tidak ada salahnya jika ia ingin berjaga-jaga, bukan?

Memikirkan Arthur tanpa sadar membuat pipi Alice merona. Gadis itu kembali mengingat kejadian semalam saat Arthur melindunginya dari satpam sekolah, lalu saat laki-laki itu memegang tangannya, hingga memastikan jika dirinya benar-benar memasuki area asrama perempuan.

Ah, Alice jadi penasaran apakah laki-laki itu semalam juga lolos dari kejaran satpam sekolah? Atau justru tertangkap dan mendapatkan hukuman karena sudah berbohong?

Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya, menyingkirkan Arthur dari pikirannya.

"Hachu!"

Alice mengusap hidungnya, lalu menyempirkan tasnya di punggung. Saat hendak meninggalkan kamar asramanya, tak lupa ia berpamitan dengan Juliet meskipun ia yakin seratus persen bahwa Juliet tak akan mampu mendengarnya.

"Aku berangkat dulu, Juliet," ujarnya sambil mengusap rambut Juliet. "Maaf, tadi malam aku meninggalkanmu."

Juliet terlihat menggeliatkan badannya sebagai respon atas tindakan Alice. Mata gadis itu juga masih tertutup rapat. Alice menghembuskan napas panjang, lalu melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar asrama.