webnovel

Chapter 14

"Ini semua gara-gara kamu, Juliet! Seharusnya aku tidak mengizinkan kamu untuk menyelinap ke sini," gerutu Alice. "Pokoknya kalau kita sampai tertangkap, ini semua salahmu!"

Gadis itu, Alice, terus mengomel tanpa henti. Ia sama sekali tak melihat ke belakang karena terlalu panik, takut jika satpam tadi berjalan mengikuti mereka. Ia bahkan tidak menyadari jika seseorang yang ia tarik bersamanya bukanlah teman sekamarnya, Juliet, melainkan orang lain.

Arthur yang berjongkok di belakang Alice tertawa kecil. "Ternyata ketua OSIS Alice tidak se-cool kata orang-orang, ya," celetuknya dengan senyum jahil yang tercetak jelas di bibirnya.

Mendengar suara itu, Alice membelalakkan matanya dan menoleh. Ia sontak berteriak kaget hingga Arthur terpaksa harus menutup mulut Alice dengan tangannya. Tak lupa laki-laki itu menyentil dahi Alice karena kesal, gadis itu bisa saja membuat mereka ketahuan.

Benar saja, beberapa saat kemudian, suara langkah terburu-buru terdengar mendekat ke arah mereka. Sorot lampu senter pun beberapa kali terlihat menyorot ke sekitar mereka. Tak lama sesudahnya, suara teriakan dari satpam tadi terdengar.

"Siapa pun yang ada di sana, cepat keluar!" teriak satpam berkumis tebal tersebut.

Alice merutuki dirinya dan kecerobohan yang dia lakukan. Sekarang, nasibnya sudah di ujung tanduk. Sebentar lagi, ia akan ketahuan dan mungkin bisa saja dikeluarkan dari sekolah. Karena tak hanya ketahuan menyelinap, mungkin satpam tersebut juga akan berpikir jika ia sedang berpacaran mengingat dirinya kini sedang bersembunyi bersama dengan murid laki-laki, Arthur.

"Mampuslah kita berdua," lirihnya ketakutan.

Tak tega melihat raut wajah Alice yang terlihat sangat tertekan dan ketakutan, Arthur memutar otak untuk memikirkan cara agar mereka tak tertangkap basah sedang menyelinap. Hingga satu ide menghinggapinya.

Arthur menjentikkan jarinya sambil berkata, "Aku punya ide!"

Sesudah mengucapkan hal tersebut, Arthur tanpa ba-bi-bu langsung keluar dari tempat persembunyian mereka sambil merentangkan tangannya, seolah sedang menegangkan ototnya sembari menguap lebar.

Alice yang melihat hal itu hanya bisa membelalakkan matanya karena ia sendiri tak mengerti dengan arah pikiran Arthur. Gadis itu hanya terdiam di balik semak-semak sembari menatap Arthur tak percaya. Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Ia bahkan beberapa kali harus menelan ludahnya untuk menekan rasa gugup yang menghinggapinya.

"Ternyata kamu?!" pekik satpam sekolah tadi sambil menatap tajam ke arah Arthur dan menyorot senternya ke wajah murid laki-laki itu. "Untuk apa kamu berada di sini?"

Arthur mengerjap-ngerjapkan matanya sambil memasang ekspresi bingung. "Untuk apa, ya?" Ia balik bertanya. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Sesudah itu, ia menepuk dahinya pelan. "Kenapa saya bisa ada di sini, Pak?"

"Mana saya tahu!"

"Ah, sepertinya kebiasaan sleep walking-ku kambuh lagi, Pak," ucapnya dengan wajah memelas untuk meyakinkan satpam tersebut.

Satpam sekolah itu mengerutkan dahinya sambil menimang-nimang. Baru kali ini ia mendengar ada seorang murid di sekolah ini yang memiliki kebiasaan sleeping-walk. Namun, jika mengingat bahwa Arthur adalah murid teladan yang tak mungkin membohonginya, satpam tersebut langsung percaya dengan apa yang diucapkan laki-laki itu.

"Hati-hati, Nak. Lain kali jangan lupa kunci pintu atau pakai sensor di pintu supaya hal seperti ini tidak terjadi lagi," ujar satpam tersebut, menasihati Arthur.

Arthur mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menyunggingkan sebuah senyuman tipis. Laki-laki itu masih tak menyangka jika satpam tadi akan langsung mempercayai ucapannya. Ternyata ide yang sekilas hinggap di kepalanya tidak buruk juga. Setidaknya, ia tak akan dihukum dan Alice pun aman.

Entah apa yang terjadi padanya, tapi ia merasa tak tega jika harus mengorbankan Alice atau membuat Alice dihukum. Mengingat lagi jika dirinya dan Alice menyelinap bukan karena keinginan mereka berdua, melainkan karena keinginan Romeo dan Juliet yang merindukan satu sama lain kemudian memaksa.

Persetan! Arthur bahkan tak tahu ke mana perginya dua sejoli itu sekarang. Batang hidung mereka seolah lenyap ditelan kegelapan malam. Andai saja ia tidak menuruti keinginan konyol dari Romeo, pastinya saat ini ia sudab bisa tertidur dengan nyaman di kamar asrama tanpa harus membohongi satpam.

"Mau saya antar ke gedung asrama, Nak?" tanya satpam tadi, menawarkan bantuan.

Arthur sontak langsung menolaknya. "Tidak perlu, Pak. Saya bisa pergi ke sana sendiri," ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Baiklah," balas satpam itu. "Ayo, kembali ke asrama!"

"Eeeeh, tunggu."

"Ada apa lagi?"

"Sepertinya hand-phone saya jatuh, Pak. Saya mau cari hand-phone saya dulu," jawab Arthur sambil celingukan mencari ponselnya di tanah meskipun sebetulnya ponselnya tidak hilang. Ia hanya mencari alasan agar satpam tersebut mau meninggalkannya.

Di luar dugaan Arthur, satpam tersebut justru tidak meninggalkannya dan malah menawarkan diri untuk membantunya mencari ponselnya. Karena tak ingin terlihat terlalu mencurigakan, ia akhirnya menerima bantuan satpam tersebut meskipun dirinya tahu jika mereka tak akan pernah menemukan sesuatu yang sejatinya tidak pernah hilang.

Sementara Arthur dan satpam tersebut sibuk mencari ponselnya, Alice nampak pucat pasi di tempatnya. Gadis itu mengintip ke arah Arthur dengan jantung yang berdetak dua kali lipat lebih cepat dari biasanya. Rasanya ia ingin sekali segera berlari dan kabur dari tempat itu, namun, ia tidak tahu bagaimana caranya. Karena sepertinya sekali saja ia salah melangkah, maka kebohongan Arthur akan terbongkar dan mereka berdua akan ketahuan.

Akan tetapi, di sisi lain, ia juga tak tahu harus sampai kapan ia akan bersembunyi di sana. Nyamuk mulai menggigiti kulitnya sementara dingin angin malam mulai menusuk-nusuk tulangnya. Tubuhnya mulai menggigil karena tak kuasa menahan hawa lembab di tempat itu.

"Di mana terakhir kali kamu memegang hand-phone, Nak?"

Arthur menggaruk rambutnya dengan senyum canggung yang dipaksakan. "Pak, kalau saya ingat, nggak mungkin kita mencarinya sekarang. Lagipula, saya, 'kan, tidak sadar karena tadi saya sleep-walking," jawabnya sambil mendengus kasar.

"Ya sudah, kalau begitu, tadi kamu berjalan ke mana saja? Mungkin hand-phone kamu jatuh di tempat lain."

"Pak, saya sudah bilang kalau saya tidak sadar. Bagaimana saya bisa ingat tadi saya sempat jalan ke mana saja?" tanya Arthur dengan polos.

'Benar juga,' ujar Pak Satpam dalam hati. Memangnya ada orang yang sadar dan mengingat ke mana mereka pergi dalam kondisi seperti itu?

Satpam tersebut menghembuskan napasnya, lalu mengangguk paham. Mereka kemudian kembali melanjutkan pencarian mereka dengan bantuan cahaya senter. Arthur berusaha keras untuk mendistraksi satpam tersebut agar tidak menyoroti senternya ke arah semak-semak tempat ia dan Alice bersembunyi tadi.

Saat matanya menyisir ke arah semak-semak tersebut, senyuman yang tercetak di bibirnya perlahan memudar, digantikan oleh raut wajah tegang karena syok mendapati Alice yang sedang menahan napasnya dengan raut wajah yang pucat pasi.