webnovel

Chapter 13

Sesaat setelah orang tersebut melepaskan pelukannya, barulah Juliet bisa melihat dengan jelas wajah orang tersebut. Senyum Juliet merekah, mata gadis itu berbinar, bahkan perasaan Juliet yang awalnya dipenuhi badai salju berubah menjadi musim semi dengan bunga bermekaran di dalamnya.

Gadis itu kemudian berhamburan untuk kembali memeluk sosok laki-laki yang berdiri di hadapannya sambil berkata, "Romeo, my baby, aku sangat merindukan kamu."

"Aku juga merindukanmu, Julietku sayang," balas laki-laki itu, Romeo, tak kalah dramatis. Mereka berdua saling memeluk satu sama lain untuk mencurahkan kerinduan yang sedari tadi mereka rasakan.

Tadi, rencananya memang Romeo dan Arthur hendak pergi ke sekolah perempuan—lebih tepatnya ke kamar asrama Juliet—karena Romeo merasa tak tenang dan merindukan Juliet. Namun, siapa sangka jika takdir berkata lain dan mereka justru dipertemukan di sini? Ah, Romeo semakin yakin jika ikatan batin antara dirinya dengan Juliet semakin kuat dengan kejadian ini. Pastinya Juliet juga merindukannya sebesar rasa rindunya terhadap gadis itu.

Melihat kemesraan antara Romeo dan Juliet, rasa canggung menghinggapi Arthur dan Alice. Kedua orang itu tanpa sadar berdeham secara bersamaan dan berkata, "Jangan lupa jika ada kami juga di sini."

Juliet dan Romeo lantas melepaskan pelukan mereka dan terkekeh. Namanya juga pasangan yang sedang di mabuk asmara, tentu saja sudah menjadi hal wajar jika mereka merasa jika dunia hanyalah milik mereka berdua. Sementara yang lain? Hanya mengontrak tentu saja! Mereka bedua terkekeh, lalu menggaruk tengkuk mereka yang tidak gatal.

"Maaf, Alice."

"Maaf, Arthur."

Tanpa memedulikan permintaan maaf dari Juliet dan Romeo, Alice justru menggerakkan bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman miring. Gadis itu lantas menatap Arthur sambil menyindir laki-laki itu dengan berkata, "Wah, ternyata ketua OSIS suka melanggar peraturan juga, ya?"

"Wah, aku juga baru tahu kalau ada ketua OSIS lain yang juga melanggar peraturan seperti diriku," balas Arthur dengan sarkas. Wajahnya dipenuhi oleh senyuman palsu yang terkesan sangat dipaksakan.

"Enak aja! Kebetulan aku cuman tidak mau jika Juliet berbuat yang tidak-tidak dengan Romeo. Sebagai teman, aku cuma ingin memastikannya," elak Alice. Gadis itu tak terima jika dianggap melanggar peraturan seenak hati karena sejujurnya ia pun juga terpaksa datang ke sana setelah bujuk rayu dan paksaan dari Juliet.

Menyadari jika jawaban dari Alice adalah jawaban yang skeptisisme, Arthur pun berkata, "Aku pun juga sama. Aku juga ingin memastikan Romeo tidak akan melakukan hal-hal bodoh di sini."

Mendengar itu, Alice tak lagi membalasnya. Gadis itu kini justru memalingkan wajahnya dengan kesal. Entah setan apa yang merasukinya, rasanya ia sangat tak suka dengan jawaban dan sindiran yang Arthur tujukan kepadanya.

"Kenapa kamu tidak membalas pesan singkat dariku dan mengabaikan teleponku? Apakah kamu sengaja? Apakah kamu sudah tidak mencintaiku lagi, Romeo?" tanya Juliet secara bertubi-tubi untuk mengeluarkan seluruh isi hatinya.

Rasanya aneh sekali mendapati Romeo yang hendak pergi menemuinya padahal laki-laki itu tak merespon kontak virtual yang dilakukannya. Bukankah membalas pesan dan mengangkat telepon jauh lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan harus menyelinap untuk bertemu?

"Jangan berpikir yang tidak-tidak, Sayang. Aku sangat mencintaimu," jawab Romeo. Raut wajahnya berubah sedih. Laki-laki itu tak menyangka jika Juliet sekecewa itu padanya. Ini semua gara-gara Arthur. Andai Arthur tidak mengorbankannya, maka ia pastinya masih bisa berkomunikasi dengan Juliet dan tak akan ada kesalahan pahaman antara mereka berdua.

"Lalu apa?"

"Hand-phoneku disita oleh Edward."

Romeo pun menceritakan apa yang tadi siang terjadi dengannya. Mulai dari dia yang tertangkap saat ada razia ponsel, hingga saat ia harus menyapu dan mengepel lapangan upacara selama berjam-jam karena Edward tak ingin ada setitik noda pun yang tertinggal di lapangan tersebut.

Mendengar jawaban dari Romeo, hati Juliet melunak. Gadis itu menghela napas panjang, lalu mencium pipi Romeo secara singkat.

Mata Alice dan Arthur terbelalak lebar ketika mereka melihat gerakan spontan yang dilakukan oleh Juliet. Mereka bedua akui, menjadi obat nyamuk di saat orang lain berpacaran memanglah pengalaman terburuk yang pernah terjadi di kehidupan mereka berdua.

Bagaimana tidak? Menyaksikan dua sejoli yang saling bermesraan dan memadu kasih tentu saja tidak baik untuk mental para jomlo seperti mereka. Rasa iri dan geli bercampur menjadi satu sehingga keduanya rasanya ingin sekali segera pergi dari tempat itu.

"Juliet, ayo kita kembali ke kamar. Kamu sudah bisa memastikan jika Romeo baik-baik saja, bukan? Ayo kita pergi dari sini," ucap Alice. "Kalau sampai ketahuan satpam, bisa mampus kita."

"Aku masih merindukan Romeo, Alice," balas Juliet sembari menatap Romeo dengan mata berkaca-kaca. Kerinduan yang ia rasakan benar-benar kerinduan yang teramat besar. Ia bahkan sempat berpikir jika ia akan kehabisan oksigen jika saja ia tidak segera dipertemukan dengan pujaan hatinya.

Lebay, memang. Tapi, begitulah yang Juliet rasakan saat ini.

"Ayolah, Juliet. Jangan sampai kita ketahuan," bujuk Alice.

"Sebentar lagi, Alice. Tunggu sebentar saja sampai aku puas memandangi wajah pacarku yang tampan ini."

Gadis itu sedikit kesal karena Juliet tak menepati ucapannya. Padahal jelas sekali jika gadis itu berkata jika ia hanya ingin memastikan keadaan Romeo, tadi. Akan tetapi, setelah bertemu dengan Romeo, Juliet justru tak mau diajak kembali ke kamar asrama dan malah bersikukuh jika ia masih ingin tinggal bersama Romeo.

"Romeo, kita juga harus segera kembali ke kamar." Kali ini gantian Arthur yang bersuara.

Laki-laki itu juga merasa cukup lelah dan ingin segera beristirahat setelah memenuhi janjinya untuk menemani Romeo yang ingin bertemu dengan Juliet. Tak hanya menemani Romeo, kini ia justru juga berperan sebagai obat nyamuk yang hanya bisa diam sambil mengamati kemesraan yang terjadi tepat di depan matanya.

Namun, seolah ucapan Alice dan Arthur tidak ada artinya. Kedua insan yang sedang saling menumpahkan kerinduan itu tetap tak bergeming. Mereka berdua masih menatap satu sama lain tanpa mau dipisahkan.

"Ayo, Juliet!"

Baru saja Alice menutup bibirnya, sebuah cahaya senter menyorot ke arah mereka. Tak lama kemudian, seseorang berteriak, "Siapa si sana?!"

Suara langkah kaki yang perlahan mendekat ke arah mereka pun tak terelakkan. Dengan dipenuhi rasa panik, Alice segera menarik tangan seseorang dan menyeret orang tersebut agar ikut bersembunyi bersamanya di balik semak-semak kebun.

Untuk saat ini, bersembunyi adalah pilihan yang tepat karena mereka tak mungkin membiarkan diri mereka tertangkap basah sedang menyelinap dan bertemu. Apalagi di malam seperti ini, di tempat minim penerangan pula. Pastinya orang yang melihat mereka akan berpikir jika mereka telah melakukan perbuatan yang menyimpang norma agama dan norma sosial.