webnovel

Chapter 10

[Lain kali bawa hand-phone atau apa pun itu supaya kita bisa mengobrol]

'Bawa hand-phone? Bukannya itu melanggar peraturan? Apakah laki-laki ini sudah tidak waras?' pikir Alice dalam hati. Aneh saja rasanya jika ketua OSIS sekolah laki-laki tersebut mengajaknya untuk ikut melanggar aturan, hal yang Alice tak pernah ingin lakukan selama bersekolah di sana.

Alice rasa, ada cara lain yang bisa gadis itu lakukan untuk dapat berkomunikasi dengan Arthur tanpa mereka harus melanggar peraturan sekolah. Ia pikir, akan lebih baik jika ia menggunakan alat tulis seperti notes dan pensil.

Sebetulnya, Alice merasa ragu untuk mengiyakan permintaan Arthur. Untuk apa ia harus mengobrol dengan Arthur? Ia sudah terlalu terbiasa tidak mengobrol dengan lawan jenis selama bersekolah di sekolah ini. Namun, ada separuh hatinya yang merasa jika ia juga ingin bisa mengobrol dengan Arthur, entah karena alasan apa.

Tidak mungkin jika ia tertarik dengan Arthur, bukan? Alice membuang pikiran itu jauh-jauh darinya. Ia dan Arthur baru bertemu secara langsung satu kali, tidak mungkin ia memiliki ketertarikan dengan seseorang yang tak ia kenal dengan baik.

Memang, sih, suara lembut penuh ketegasan milik Arthur pasti mampu untuk membuat perempuan mana saja takluk padanya. Ditambah lagi pesona laki-laki itu yang sungguh menggoda. Oh, dan jangan lupa jika laki-laki itu memiliki banyak kemampuan lain di luar akademik seperti bermain basket dan memprogram komputer. Gadis-gadis mempunyai banyak alasan untuk tertarik padanya, bukan?

Alice menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia yakin sekali jika ia tak tertarik dengan Arthur seperti gadis lain. Ia hanya penasaran. Ia juga sangat yakin jika rasa penasaran itu perlahan akan menghilang seiring berjalannya waktu. Ya, ia sangat yakin akan hal itu.

Sebagai respon atas permintaan Arthur, Alice pun menganggukkan kepalanya sambil mengacungkan jempol. Alice kemudian komat-kamit sembari memberikan isyarat kepada Arthur jika ia harus segera pergi.

Tanpa menunggu tanggapan dari Arthur, gadis itu langsung melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana. Arthur yang melihat kepergian Alice hanya bisa menghembuskan napas pasrah dan ikut pergi dari sana.

Di saat yang bersamaan, di tempat lain, Romeo dan Edward tengah berada di sebuah ruangan dengan kondisi saling membisu. Mereka berdua duduk berhadapan—dipisahkan oleh sebuah meja—di ruangan yang gelap dengan satu lampu kecil yang berada tepat di atas kepala mereka, layaknya ruang interogasi di kantor kepolisian.

Bagi Romeo, sosok Edward yang jauh lebih tinggi dan besar darinya tampak seperti raksasa yang siap menerkam dan memangsanya. Ditambah lagi dengan wajah garang laki-laki itu yang membuat aura yang terpancar darinya semakin terasa gelap dan dingin.

Laki-laki itu, Edward, bertopang dagu sembari menatap tajam ke arah Romeo yang terlihat seperti orang linglung. Dengan suaranya yang menggelegar layaknya gemuruh, ia berkata, "Cepat katakan siapa sindikat yang menyembunyikan hand-phone!"

"Maksudnya ketua komplotan saya?" tanya Romeo dengan wajah bingung dan tanpa dosa.

"Itu sindikat!! Saya yakin pasti ada orang dalam yang memicu kalian, parah murid laki-laki, untuk bawa hand-phone," balas Edward.

Kecurigaan Edward bermula saat ia tak sengaja memergoki sekelompok siswa yang sedang bermain ponsel di sekolah. Saat diinterogasi, mereka sempat berkata jika banyak murid lain yang juga membawa ponsel ke sekolah. Setelah hari itu, ia kerap kali memergoki siswa yang sedang memainkan ponsel. Sudah tak terhitung sebanyak apa ponsel yang ia sita selama beberapa minggu belakangan ini.

Edward yakin sekali jika tak akan ada asap jika tak ada api. Kemungkinan besar ada siswa 'berpengaruh' yang juga melakukan hal yang sama sehingga murid lain menganggap hal tersebut adalah hal yang lumrah meskipun sebetulnya jauh di dalam lubuk hati mereka juga tahu jika hal tersebut melanggar peraturan sekolah.

Dan setelah kejadian tempo hari di mana Arthur membebaskan Romeo dari ancaman dikeluarkan dari sekolah membuat kecurigaan Edward semakin mengerucut. Dan ... Lihatlah, saat ini dia sedang menginterogasi seseorang yang kemarin juga melanggar peraturan!

"Aku tidak mengerti."

"Jangan pura-pura bodoh di depanku!"

"Ta-tapi aku memang tidak mengerti," jawab Romeo.

Brak!

Edward yang kesal karena tak kunjung mendapatkan jawaban yang dia inginkan dari Romeo tiba-tiba saja menggebrak meja, membuat jantung Romeo hampir copot karenanya.

"Cepat beri tahu aku siapa dalang di balik sindikat kalian!! Atau ...."

Dengan gerakan slow-motion dan dramatis, Edward meraih saku celananya dan mengeluarkan bulu ayam yang lentik dari sana. Ia menggerak-gerakkan bulu tersebut di depan wajah Romeo selama beberapa detik dengan senyum miring yang tercetak jelas di wajahnya. Kemudian dengan tatapan tajam ia mengancam Romeo.

"Atau ... Akan kukelitik kamu sampai mati!" ancam Edward.

Romeo meneguk salivanya. Keringat dingin perlahan membanjiri tubuhnya. Digelitik adalah salah satu kelemahan terbesarnya. Namun, ia juga tak bisa membocorkan begitu saja mengenai sesiapa saja yang turut melanggar peraturan. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan raut wajah ketakutan.

"Walaupun saya mati, saya tidak akan mengkhianati bos!" serunya di sela rasa takut yang perlahan menyusup ke ulu hatinya. Tak lupa juga ia membusungkan dadanya untuk menunjukkan kepada Edward jika ia tak takut jika harus digelitik, meskipun sejujurnya ia takut setengah mati.

Edward tak langsung percaya dengan jawaban Romeo. Ia pun mendekatkan bulu ayam tersebut ke depan muka Romeo, untuk menakut-nakuti laki-laki itu. Ia pikir mendapatkan informasi dari Romeo akan sangat mudah mengingat laki-laki itu bibirnya tidak bisa menjaga rahasia dan sering kali keceplosan. Namun, sepertinya ancaman pun tak langsung membuatnya takut.

Ah, sepertinya ia tahu cara memancing informasi agar keluar dari bibir Romeo. Edward memicingkan matanya dan berkata, "Aku dengar nama bosmu adalah Arthur? Benar, dia?"

'Bagaimana dia bisa tahu?' pikir Romeo. Kalau sudah begini, rasanya percuma saja jika ia berbohong. Sepertinya Edward memang sengaja ingin menakut-nakutinya saja. Romeo menghembuskan napasnya. Jika Edward sudah tahu siapa bosnya, untuk apa laki-laki itu menginterogasinya?

Romeo menelan ludah tatkala Edward semakin mendekatkan bulu ayam tadi ke wajahnya. Ia kemudian menganggukkan kepalanya dengan pasrah.

"Arthur yang menarik pedang excalibur dari batu itu?!!" tanya Edward dengan sangat yakin.

Romeo memutar bola matanya dengan raut wajah kesal. Tak lupa ia menepuk wajahnya karena keheranan. "Apakah kamu menghisap ganja?? Atau memang kamu tak punya otak dan hanya punya otot besar saja?" bisik Romeo sambil menghadapi ke samping agar Edward tak bisa mendengarnya. "Human are envolving ... but backwards!"

Romeo mendecakkan lidah, lalu kembali menatap Edward dengan muka polos. Pergantian ekspresinya begitu cepat layaknya topeng opera. Di kondisi yang terhimpit seperti ini, Romeo pun juga bisa bermuka dua.