Malam, namun langit mendung kelabu terlihat di sana seorang pemuda tampan tengah mengendarai mobil mewahnya. Dia adalah pemuda kaya raya pengusaha tekstil dan juga memiliki beberapa resto terkenal di Jakarta.
"Iya sayang. Aku akan segera menjemputmu," kata pemuda tampan bermanik hitam itu. Dia tiba-tiba tersenyum dan kemudian melihat kotak cincin di hadapannya.
Sepertinya dia akan segera melamar sang kekasih, rasa tidak sabar pun membuat dia cemas.
"Ini kenapa lampu merah lama sekali hijaunya," protes pemuda tampan ini.
Seketika lampu merah berubah menjadi lampu hijau dan segera dia mengegas mobil pun melaju.
"Disya, Sudah lama aku menunggu ini, menurutku ini adalah moment yang paling mengharukan dan yang paling membahagiakan untukku. Aku akan melamarmu akan menjadikan kamu Ibu dari anak-anakku kamu adalah wanita pilihanku. Aah ... kenapa tiba-tiba aku sangat gugup dan rasanya semua panas dingin. Ayolah Radit kamu pasti bisa!"
Ya, dia adalah Radit seorang pemuda mandiri dan sukses di usianya yang masih 29 tahun dan hidup hanya bersama Oma. Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia di saat usianya masih 18 tahun.
Sepanjang perjalanan dia terus bernyanyi sambil terus mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di setir. Berusaha rileks agar bisa melamar sang kekasih dengan lancar tanpa gugup.
"Disya ... ah. Betapa bucinnya aku. Huft ..." Radit melihat arlojinya dan lalu fokus mengemudi kemudian berbelok.
Tinnn!
Tinnn!
Klakson dari mobil Radit.
Bruakkk!
Tarrr!
Mobil Radit tergelincir hingga berbalik. Kaca bagian depan pun runtuh pecah hingga melukai Radit. Radit yang tidak berdaya dan terluka di bagian kepala pun akhirnya tak sadarkan diri.
*****
Seorang dokter cantik segera berlari untuk memeriksa dan memberi pertolongan kepada Radit. Namun tiba-tiba dokter itu lemas ketika melihat wajah Radit. Dia berusaha profesional dalam menangani pasien. Tindakan operasi pun harus segera dilaksanakan namun gadis cantik itu menunjuk dokter lain untuk melakukan operasi.
Gadis itu menghela napas panjang setelah membersihkan wajahnya.
Sementara di tempat lain terlihat Radit berusaha mengambil cincin yang akan dia berikan kepada Disya. Anehnya dia tidak dapat mengambil cincin itu. Susah payah sampai menguras emosinya.
"Kenapa aku seperti arwah!"
"Kabar terkini, sebuah kecelakaan lalu lintas yang dialami pengusaha muda bernama Radit Gunawan."
Belum selesai mendengar hal itu Radit berusaha meyakinkan diri, dia menampar dirinya namun seperti kabut dia tidak tersentuh. Matanya membulat dan rasa syok menghantuinya. Radit hanya dapat menelan salivanya.
Rasanya masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Radit kemudian melihat orang yang berjalan. Dia menghadang dan orang itu melintasinya begitu saja. Radit yang tidak berkutik pun masih belum percaya.
"Apa aku memang sudah mati?" gumamnya bertanya. Dia kemudian melihat berita lagi. Melihat tubuhnya sedang koma di rumah sakit Graha Medika. Radit pun segera menemui jasadnya.
Tangisan Oma membuat dia sangat sedih, namun melihat Disya adalah obat baginya. Dia mendekati Disya.
"Aku ada di sini Disya ... Aku ada di belakangmu. Tolong lihat aku, dan percayalah aku masih hidup, tolong rasakan kehadiranku. Aku sangat mencintaimu dan aku ingin segera menikah denganmu. Tapi kenapa takdir berkata lain. Disya ... Disya ..." Sekeras mungkin Radit bersuara Disya tetap tidak mendengar dan tidak dapat melihatnya.
"Oma ... Oma, ini aku Oma." Radit berusaha menyentuh sang omah namun tetap saja sentuhan itu seperti angin. Radit terlihat frustasi dia hanya dapat menyaksikan kedua orang yang sangat ia cintai sedang menangisi keadaannya.
"Huft ... ya Allah, ampuni hamba yang baru saja menyebut namaMu. Apa ini karma karena aku telah lalai dalam kewajiban terutama malas mengerjakan shalat?" tanya Radit yang lalu duduk.
Radit kemudian menatap Disya dengan kepiluan. Tiba-tiba Radit berdiri dan kembali ke tempat saat ia mengalami kecelakaan. Radit berusaha mencari bukti, karena dia sangat yakin jika kecelakaan itu adalah rencana dari seseorang.
"Sangat susah jika tidak ada yang dapat melihatku. terlebih bagaimana jika keadaan Oma semakin parah!
Ya Allah ... ah!"
Dengan keadaan susah payah, letih dan tak karuan, tiba-tiba muncul ide yang menurutnya brilian. Hingga membuat Radit kembali ke rumah sakit dan berusaha masuk ke dalam tubuhnya.
Tubuh yang tidak berdaya dan penuh dengan alat mempertahankan hidupnya. Radit menatap tajam tubuhnya yang terbujur itu. Dengan bismillah berkali-kali Radit berusaha masuk dengan berbaring sama seperti letak tubuhnya. Dia terus berusaha menggerakkan tangannya yang berada di dalam raganya namun tetap tidak bisa. Dia bangun dan hanya dengan ruhnya.
Ingin menangis berteriak, dia tidak menerima kenyataan yang tengah menimpa. Radit kemudian bangun dan memilih untuk menemui sang Oma atau kekasihnya.
"Apa mungkin aku bisa menulis surat? Konyol sekali, tidak mungkin lah, sedangkan tadi saat aku mengambil cincin, aku tidak bisa meraihnya. Oh ... bagaimana aku menyampaikan kepada orang-orang yang aku cintai bahwa aku masih ada di dunia ini. ini benar-benar gila. Aku kira cerita seperti ini yang hanya ada di dalam novel, atau drama dan tidak akan menjadi kenyataan, ternyata menimpa aku. Tetapi aku tidak akan putus asa, aku akan segera menemui Oma dan aku akan memberitahukan keberadaanku. Tapi ... bagaimana jika Oma kena serangan jantung. Aku kan tidak terlihat, nama orang tua mudah terkejut lagi! Oh ... gila."
Radit terus bergumam tidak henti, dia berjalan di taman dan berusaha menyentuh apa pun. Namun semua hanya sia-sia. Pandangan Radit teralihkan, dia menatap seorang gadis cantik yang sedang teleponan.
"Aku sudah lelah dengan semuanya! Aku ingin mengakhiri hubungan kita! Lagian selama ini hanya aku yang berjuang dan hanya aku yang merasakan sakit, aku akan mendoakanmu agar kamu menemukan orang yang baik dan bisa mengerti kamu! Aku mohon jangan lagi mengganggu aku! Bukankah kamu sedang mengejar wanita itu? Jadi dapatkan saja dia karena hatiku sudah benar-benar tertutup, aku akan bisa memaafkanmu, tapi aku tidak bisa menerima kamu di hidupku lagi! Oke ... aku harap kamu mengerti!"
"Nadira ... itu Nadira? Aku tidak salah lihat, dia Nadira. Jadi dia dokter?" gumam Radit setelah mengamati gadis yang memutuskan hubungan lewat telepon. Gadis yang tidak lain adalah seorang dokter yang tadi juga memeriksa keadaannya.
Nadira masuk ke mobilnya.
"Jika dia dokter, dia pasti tahu apa yang terjadi pada tubuhku. Kenapa aku tidak dapat memasuki tubuhku? Ya, aku harus tanya. Tapi mana mungkin? Dia tidak akan melihatku! Ah ... huft ... dalam keadaan seperti ini hanya Allah yang dapat membantu."
Ditengah keputusasaan Radit pun berjalan keluar halaman rumah sakit, hujan deras malam itu membuat dia berjalan hampa tanpa tujuan.
Tinnn!
Tinnn!
"Hai, kamu minggir! Haiii. Minggir!"