webnovel

Cinta dalam dendam

Cinta yang hadir tanpa Rakha sadari karena tetutup oleh dendam, membuat ia sangat membenci Novia. Gadis yang sangat berarti pada kehidupannya dulu. Saat sebuah kenyataan mulai terungkap serta ingatan yang mulai muncul sedikit demi sedikit membuat ia sadar bahwa kebenciannya tak beralaskan. Seolah takdir tak memihak padanya saat semua ingin ia ulang kembali kenyataan bahwa saudaranya sendiri adalah rival untuknya, belum lagi ia harus berurusan dengan orang misterius yang juga bagian dari masa lalu Novia. Akaknkah Rakha bisa memperjuangkan Cintanya kembali ataukah harus merelakan Novia dimiliki oleh Nicho saudaranya atau sang pria misterius yang seorang Mafia.

Tika_Mutiara · 都市
レビュー数が足りません
16 Chs

Pemberitahuan

"Kamu serius beb?!" Febri masih tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh sahabatnya, hingga ia berusaha meyakinkan pendengarannya sekali lagi dan di angguki oleh Novia.

"Gila emang bener ya kata orang kalau jodoh nggak bakalan kemana, terus-terus," tanyanya antusias "Kamu kasih jawaban apa buat kak Nicho?" sambungnya lagi.

"Aku masih minta waktu buat mikir Feb, hatiku masih belum yakin buat jawab 'iya'.'' ia memang terlihat masih ragu juga khawatir takut-takut jika jawabannya akan salah untuk kemudian hari yang menyebabkan ia menyesal.

"Lahhh!! kok gitu sih!, Febri memajukan bibirnya lima sentimeter karena kesal dengan kelemotan sahabatnya ini, ia kembali meneruskan kata-katanya. "Kenapa nggak kamu jawab iya aja langsung!" ucapnya.

"Ihhhh, kamu ini, kan aku juga perlu pertimbangan Feb!, ya kali aku langsung jawab iya gitu aja" ia merunggut kesal dengan saran Febri.

"Yang buat kamu ragu itu apa? tanyanya tak kalah kesal. "Kamu kenal kak Nicho udah 7 tahun, kamu juga tau kalau kak Nicho dari keluarga baik-baik juga berada, nah! yang bikin kamu masih bimbang itu apa?" Febri menopang dagunya dengan kedua tangan gan matanya tak berpaling sedikitpun dari Novia yang ada di depannya.

"Aku belum tau banyak tentang kak Nicho, sifatnya, hobbynya, makan yang iya suka dan nggak suka, aku perlu tau itu Feb!" jawabnya mencoba memberi pengertian pada sahabatnya yang menjadi masalah dalam otak cantiknya hingga membuat ia gelisah tak karuan. Febri menghela nafas panjang hingga membuat kedua bahunya terangkat.

"Yaelah cuman itu doang?" tanyanya setelah sedikit mengatur emosi dirinya yang seakan ingin menjambak sahabatnya ini karna terlalu tulalit dalam berfikir dan bertindak.

"Kamu kok bilang cuman itu doang sih!? itu tuh penting Feb, gimana kalau nanti aku nikah belum tau apa-apa tentangnya, yah emang bener sih aku kenal dia dengan baik, dari keluarga baik. tapi kan itu cuman secara umum, kalau secara pribadi kan aku nol besar Feb, malahan nggak tau apa-apa" jelasnya panjang kali lebar dan itu membuat Febri semakin kesal.

"Terus..! kamu maunya ngajak pacaran sampe bertahun-tahun terus di tinggal nikah gitu? ya kali beb, kamu cuman jagain jodoh orang aja sampe bertahun-tahun gitu?" katanya kesal. kembali ia berucap sebelum mendapat respon dari Novia. "Kamu bisa kenal kak Nicho lebih dalam nanti saat kalian udah nikah pacaran setelah menikah juga nggak rugi kok beb!" ucapnya

Entah kata yang mana yang membuat ia sedikit berfikir bahwa apa yang selama ini ia lakukan hanya menjaga jodoh orang dan itu memang benar adanya. "Kayaknya aku bisa ngambil keputusan sekarang." ucapnya.

"Nah tuh baru bener, sekali-kali di kondangin beb, jangan cuman kondangin orang aja." Febri terkekeh dengan ucapannya.

"Kalau boleh tau kamu mau kasih jawaban apa buat kak Nicho?" godanya sambil menaik turunkan kedua alisnya. Novia tersenyum simpul.

"Entar juga kamu tau!" jawabnya.

"Cie,cie, yang mau di kondangin, hihi!" Febri tak tahan tak terkikik geli menampilkan deretan gigi putih nan rapinya, melihat senyum malu-malu sahabatnya itu. Setelah selesai melakukan ritual makan siang mereka kembali ke tempat masing-masing.

"Apa aku kasih tau sekarang aja ya!" ucapnya pada diri sendiri. Novia kini berada di kamarnya mondar mandir bak setrika di depan meja rias yang menampilkan wajah cantiknya.

"Nggak-nggak." ucapnya lagi dengan menggelengkan kepalanya dramatis.

"Mendingan aku kasih tau mama sama papa dulu aja, mungkin mereka punya pendapat yang beda" kembali ia bermonolog sendiri pada bayangan dirinya di cermin. "Iya, iya aku harus kasih tau mama sama papa.

"Ma! Pa!" ucap Novia yang berada di ruang keluarga, sementara Fitri segera menoleh ke sumber suara dimana Novia kini tertunduk dengan memaikan jari-jarinya seolah sedang ingin mengatakan sesuatu yang penting namun takut.

"Kamu kenapa sayang?" suara lembut sang ibu membuat ia mengangkat kepala, berusaha untuk melihat netra hitam milik ibunya. Matanya beralih melihat sang ayah yang kini juga melepas kacamata miliknya guna melihat sang putri lebih jelas.

"Ada yang mau Novi katakan sama mama dan papa" ucapnya. Kembali iya menunduk memainkan jari tangannya sampai jari-jari merah.

"Mau ngomong apa?" Suara tegas milik Wawan sang ayah membuat ia semakin bergetar.

"Nov!," Fitri kembali buka suara melihat gelagat aneh putrinya rasa penasaran juga khawatir mendomonasi pikirannya.

"Ma, Pa, Itu...," ucapnya takut-takut ia mengatakan kebenaran akan membuat kedua orang tuanya salah sangka.

"Itu apa Nov?" kembali terdengar Suara Wawan.

"Itu, anu, kak Nicho....," masih juga terpotong membuat sang ibu menjadi tambah khawatir tak pernah ia membayangkan jika putri bungsunya melakukan hal yang ia pikirkan. Segera Fitri menggeleng kan kepalanya mengenyahkan pikiran itu.

"Iya Nicho kenapa nak" Wawan sedikit melembutkan suaranya agar sang putri tak takut.

"Kak Nicho ngelamar Novia tadi pagi" ucapnya menunduk.

Fitri dan Wawan saling pandang Fitri yang tau maksud tatapan suaminya hanya mengangkat bahu tanda tak tau menau.

"Emang kamu pacaran sama Nicho Nov?" tanya Wawan selembut mungkin.

dan di balas gelengan kepala oleh Novia. "Terus kok tiba-tiba dia ngelamar kamu sih?" tanya nya curiga.

"Aku juga nggak tau Pa, tiba-tiba aja kak Nicho ngomong gitu tadi pagi, aku juga bingung harus apa, aku belum ngasih jawaban apaun padanya, makanya aku tanya ke mama, dan papa, aku harus apa?"

"Kalau menurut kamu gimana?" tanya Fitri.

"Aku nggak masalah ma, toh juga kita kenal sama keluarga mereka dari dulu, jadi mungkin emang lebih baik aku jawab iya." Setelah mendengar itu Wawan juga Fitri kembali saling pandang dan tersenyum bersamaan dengan anggukan dari keduanya. Dan setelah aksi saling kode-kodean dari mata, mereka kembali memandang sang putri.

"Papa akan setuju dengan siapapun kamu menikah asalkan dia bisa menjaga juga mencinta kamu." ucap Wawan.

"Jadi menurut papa nggak masalah aku nikah ma kak Nicho?"

"Kenapa nggak, toh dia juga pria yang baik kan" ucap Wawan.

"Kapan Nicho akan dateng ngelamar kamu secara resmi kesini?" tanya Fitri.

"Aku belum ngasih jawaban untuknya

Ma!"

"Ya udah mendingan kamu bicarain sama dia dulu, Nanti kalau udah pasti tinggal nunggu kesiapan mereka aja, kalau mama sama papa kapanpun mereka mau datang pasti kamu siap" ujar Fitri dengan senyum yang terus mengembang.

Setelah mendapat sedikit pendapat atas keputusannya Novia kwmbali kekamar dan memgambil benda pipih yang tergeletak di tengah ranjang.

Ada notifikasi panggilan tak tetjawab dari Nicho juga Rakha. Ia segera menekan aplikasi warna hijau dengan cover telepon itu mengetik beberapa kata untuk Nicho juga Rakha.

ME

Kak bisa kita ketemuan besok?(send to Nicho).

dua centeng biru langsung terlihat karna memang dia sedang online.

NICHO

Dimana dek? jam berapa? dan langsung terbaca oleh Novia.

ME

Di tempat biasa aja kak, mungkin jam makan siang.

NICHO

Ok. sampai ketemu besok.

ME

Ok kak. Ia menyelipkan emoji senyum pada pesan terakhirnya.

NICHO

Ya udah kamu istirahat ya, moga mimpi indah. Good night SWEETY, dan diakhir pesannya Nicho menambahkan emoji senyum dengan satu gambar love di bibirnya.

Novia senyam senyum sendiri membaca pesan itu. "Kok aku jadi degdegan ya? rasanya kok beda banget kak Nicho bilng gini! tauh ah" ia kembali tersenyum membaca ulang pesan itu. Sementara di tempat lain jantung Nicho seolah sedang maraton menunggu hari esok yang mendebarkan bahkan pesan terakhirnya tak Novi balas.

"Jantung gue kok detak nggak karuan sih? ini gue gugup apa gimana? astaga Nich, jantung lho lebih parah dari pada detak saat lho ngelamar Novia." ia bermonolog sendiri sambil memegang dadanya.

"Tenang jantung lho bakalan baik-baik aja, positif thingking aja deh" monolognya lagi. Setelah itu ia pun merebahkan diri ke pulau ternyaman yang membawanya ke alam mimpi.

sementara Novia masih memberi penjelasan pada Rakha melalui pesan singkat mengapa ia tak mengangkat panggilannya.

ME

Kak maaf tadi nggak bisa angkat telponnya, aku tadi di bawah sama papa dan mama ada yang aku bicarain ma mereka. Dua centeng abu masih setia disana, sambil menunghmgu balasan ia membersihkan diri ke kamar mandi sampai ia selesai ritualnya, kembali ia mengecek benda pipih itu. Ada satu pesan dari Rakha.

RAKHA

Nggak papa santai aja.

ME

Emangnya ada apa kakak nelpon aku jam segini? novia melihat jam yang terpanjang di atas meja riasnya menunjukan pukul dua bels lewat sepuluh menit.

RAKHA

Nggak papa cuman kangen aja.

Novia mengerutkan dahinya heran tumben-tumbenan Rakha bilang kangen. Tapi tak urung juga ia segera mebalas pesan itu.

ME

Owhhh, Ya udah kalau nggak ada yang mau di bicarain aku tidur dulu ini udah malem besok bangun pagi buat kerja.

Rakha tersenyum sinis membaca pesan dari Novia. Kemudian ia pun hanya mengetik satu kata sebagai balasan OKE.

Setelah dua centeng biru terlihat ia memasukkan benda pipih itu kedalam hoddy miliknya.

"Lihat saja Nov! Hari menyedihkanmu akan segera tiba"

Hhhhhhh

Tawa devil miliknya beradu dengan musik serta kelap kalip warna lampu yang juga sedang menyala.

"TUNGGU TANGGAL MAINNYA NOVIA" batinnya. Senyum miring dari bibir indahnya kembali tercetak. Entah rencana apalagi yang ia akan lakukan untuk membuat Novia kembali menangis. Padahal dendam yang ia balas sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan Novia. Namun rasa yang ia klaim sudah menjadi miliknya akan selalu menjadi miliknya.