webnovel

Cinta dalam dendam

Cinta yang hadir tanpa Rakha sadari karena tetutup oleh dendam, membuat ia sangat membenci Novia. Gadis yang sangat berarti pada kehidupannya dulu. Saat sebuah kenyataan mulai terungkap serta ingatan yang mulai muncul sedikit demi sedikit membuat ia sadar bahwa kebenciannya tak beralaskan. Seolah takdir tak memihak padanya saat semua ingin ia ulang kembali kenyataan bahwa saudaranya sendiri adalah rival untuknya, belum lagi ia harus berurusan dengan orang misterius yang juga bagian dari masa lalu Novia. Akaknkah Rakha bisa memperjuangkan Cintanya kembali ataukah harus merelakan Novia dimiliki oleh Nicho saudaranya atau sang pria misterius yang seorang Mafia.

Tika_Mutiara · 都市
レビュー数が足りません
16 Chs

kegelisahan

Rakha kini hanya bisa duduk di kursi kebesarannya. Pertemuannya dengan Damar tadi sungguh memguras emosi serta pikirannya. Bahkan pekerjaannya tak tersentuh sama sekali. Otaknya entah berkelana dimana. Ia kembali mengingat perkataan Damar empat jam yang lalu.

"Kalo lho mau samperin Nadine, buat nanyak soal ini, percuma! dia bakalan tutup mulutnya rapat-rapat. Setelah keluar dari penjara gue cari tuh cewek, bahkan dia rela mati daripada buka mulut."

perkataan itu terus berputar di otaknya. Segala pikiran dan kenangan bersama Sofia ia buka kembali. mencari siapa yang sebenarnya menjadi dalang dari kecelakaan itu. Ia bahkan berniat bertemu dengan Nadine menanyakan saol ini, tapi ucapan Damar membuat ia urung.

"Gue juga lagi selidikin siapa yang maksa Nadine buat lakuin ini. Udah tiga bualn ini gue selalu buntutin dia. mungkin dengan itu gue bisa dapet titik terang, please lho juga bantu gue ya, gue nggak bisa hidup tenang sebelum gue bisa nemuin siapa otak dari kecelakaan itu."

Kembali ia mengingat ucapan Damar, membuat kepalanya rasanya ingin pecah saat ini juga.

"Please lho jaga Novia. Gue yakin hidupnya masih dalam incaran orang-orang yang berniat bunuh dia tujuh tahun lalu." sungguh saat ini kata-kata itu rak bisa membuat ia konsentrasi.

"Siapa sebenernya yang ngincar nyawa kamu Nov?" Rakha berkata lirih, melihat keluar jendela, berfikir apa yang salah dengan hidup gadis itu. Yang mungkin sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya.

"Gue nggak bisa gini terus, Gue harus selidikin siapa otak dari ini semua." setelah ia bermonolog dengan dirinya sendiri, Rakha bangkit dari duduknya, tanpa mengerjakan satu berkas pun yang sudah menjulang tinggi seperti gunung itu. Kini pikirannya hanya berpusat cara membongkar kasus kecelakaan yang menewaskan kekasih hatinya itu.

Mobil Rakha berhenti di sebuah restaurant. Kakinya menuntun ia berjalan ke salah satu meja yang sudah di isi oleh seseorang. Tanpa sapaan atau sekedar basa basi, ia menggeser kursi tepat di depan lawan

bicaranya.

"Saya mau, kamu selidikin gadis ini," Rakha memberikan sebuah kertas yang di dalamnya ada foto seorang gadis yang tersenyum manis. "Berikan saya informasi apapun tentangnnya, tanpa terkecuali." Sambungnya lagi, ucapnya tegas dengam sorot mata yang tajam

"Anda tenang saja," pria itu mengambil kertas yang di serahkan oleh Rakha, pria misterius itu melihat gambar seorang gadis di dalamnya kemudian tersenyum miring. "Semua akan beres, dan saya pastikan, info tentang gadis ini segera ada di tangan anda." ucapnya percaya diri. Lantas pria yang bersetelan rapi, namun wajahnya tertutup oleh topi serta kacamata yang menghalangi pandangan mereka, beranjak dari duduknya.

"Saya tidak suka buang waktu tuan, ingat! pekerjaan saya harus sesuai dengan imbalannya." tutur pria misterius itu.

"Anda tidak perlu khawatir," jawab Rakha yang mulai bangkit dari tempatnya. "Selama anda memberikan saya informasi yang berguna dan nyata, soal bayaran saya pastikan anda akan dapatkan yang setimpal.

Pria misterius itu tersenyum miring,

"Saya suka cara kerja anda tuan, semoga kita bisa saling menguntungkan." ucap pria itu lantas mengulurkan tangan untuk berjabat dengan Rakha. Rakha yanb melihat itupun membalasnya.

"Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik, saya tunggu hasilnya." ucap Rakha.

"Jangan khawatir tuan saya bisa anda percaya." jawab pria itu. Lantas mereka pun berpisah. Tanpa Rakha tau ada orang yang tersenyum iblis dan menertawakan kebodohannya.

"Carilah Rakha, sampai kapanpun kau tak akan bisa menemukanku." ucap seseorang yang masih setia dalam duduknya, mengecap rasa pahit dalam kopinya.

"Hidup mu akan pahit seperti ini Novia, sampai kau sadar bahwa aku adalah orang yang terbaik buatmu." lirih seseorang itu. Netranya melihat Rakha yang telah memasuki kuda besi miliknya, dan meninggalkan tempat itu.

Setelah makan malam bersama keluarganya. Rakha kini membersihkan diri di kamar mandi, sejak lima belas menit yang lalu, ia masih enggan beranjak dari bathtub yang membuat pikirannya sedikit tenang. Hari ini ia lebih memilih pulang cepat karan sungguh memikirkan kejadian demi kejadian membuat otaknya terkuras.

Setengah jam berlalu kini Rakha pun selesai mandi, berpakain santai, ia tak berniat untuk tidur lebih awal, walau waktu telah menunjukan pukuk sebelas malam. Ia lebih memilih melihat beberapa email yang sekertarisnya kirimkan. Tak berapa lama, dering benda pipih miliknya berbunyi.

Lantas ia pun memilih melihat isi pesan itu terlebih dahulu.

Mr. Roman

"Berhati-hatilah, nyawa seorang gadis bernama Novia kini dalam bahaya. Aku akan mengirimkan beberapa dokumen untukmu, temui aku di caffe pinklest besok jam dua siang."

Sedetik kemudian perasaannya mulai tak tenang. Wajah yang tadinya terlihat santai kini mulai gusar. Ia lantas mengambil jaket hitam hendak menemui Novia di kediamannya. Tapi niat hanya tinggal niat, baru saja ia mengambil kunci mobil, terlihat pintu di buka tanpa di ketuk menampilkan Nicho yang berjalan ke arahnya. Perlahan tapi pasti kunci yang ia pengang ia letakkan kembali di atas meja.

"Lho mau kemana Kha? Kok udah keliatan rapi gitu?" tanya Nicho yang melihat Rakha dari atas kebawah kembali lagi dari bawah ke atas.

"Mau nongkrong ma temen," kilahnya. Tak mungkin sekali bukan jika ia mengatakan akan menemui Novia, gadis yang sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluarga besarnya.

"Jangan pulang terlalu malam Kha, Mama khawatir ma lho, takut terjadi apa-apa." Ucap pria itu memperingatakan adiknya dengan lembut.

"Gue bukan anak kecil lagi kak, jadi kalian nggak usah terlalu ikut campur." bantahnya, ia paling tak suka jika kegiatannya selalu mendapat hal seperti ini.

"Bukan ikut campur Kha," tutur Nicho lembut. "Hanya saja Mama sayang sama lho, dia takut lho kenapa napa." sambungnya lagi, kembali pria itu mengingatkan adiknya. Namun Rakha tak terlalu memusingkan ucapan kakaknya.

"Ya, nanti gue usahain pulang cepet, cuman nongkrong doang." jawabnya, setelah mengucapakan itu, Rakha lalu mengambil kunci mobil yang sempat beberapa saat ia letakkan. Kemudian melenggang melewati Nicho yang masih mematung di tempatnya.

Nicho menghela napas berat, setelah bayangan tubuh Rakha tertutupi oleh pintu, dadanya mengempis menghirup banyak-banyak oksigen untuk mengisi paru-parunya, guna menghilangakan rasa yang ada di dalam hatinya.

Entah mengapa ada perasaan yang sulit untuk Nicho gambarkan, rasa khawatir yang entah berantah datang dari mana, sejak beberapa hari yang lalu.

"Semoga tuhan tetep ngelindungin lho dimana pun lho berada Kha, gue berharap ini cumam rasa khawatir gue yang terlalu sayang sama lho." ucapnya pada diri sendiri, sambil meninggalkan kamar Rakha.

******

Di tempat lain tepatnya di sebuah ruangan ada dua gadis yang saling tertawa, berbagi cerita tentang keseharian mereka.

"Serius beb, kamu di lamar kak Nicho?" tanyanya antusias, Febri yang di minta menemani Novia di rumahnya dengan senang hati mau. Dan disinilah mereka sekarang.

"Ya, aku nggak tau kalo jodohku ternyata orang yang ada di deket aku." ujarnya malu-malu.

"Cie.... cie.... yang lagi kasmaran, hhhhh!" tawa Febri memenuhi isi ruangan tersebut.

Brakkkkk

Tringggggg...

Suara jendela yang terkena lemparan benda padat sukses membuat mereka terkejut setengah mati, belum lagi vas bunga yang berada di sisi jendela pecah.

"Apa itu say?" tanya Novi dengan suara bergetar. Dan hal yang sama pun terjadi pada Febri. Mereka memberanikan diri mengambil sebuah benda yang mungkin itu sebuah batu yang di bungkusi kertas berwarna merah.

Setelah mendekat Febri menjerit ketakutan. Kertas itu bukan warna merah melainkan itu darah.

Di detik yang sama dering ponsel Novi berbunyi terpampang nama Rakha. Tanpa babibu Novi menekan ikon berwarna hijau.

"Kak tolong kami, aku takut." kata Novi.

"Kalian nggak papa kan?" tanya Rakha di sebrang telpon.

Belum lagi menjawab suara Febri membuat Novia bungkam.

"Itttt....itt....itu..darrr....darahhhBeb...!" suara Febri yang terdengar ketakutan itu tentu sangat jelas terdengar oleh Rakha, bergetar dan menangis.

"Kalian tunggu disana. Jangan kemana-mana sampai aku datang. Dan jangan buka pintu untuk siapapun." perintah Rakha. Namun tak mendapat jawabn apapun, hanya suara tangis yang ia dengar. Hatinya dan perasaanya semakin tak karuan, tanpa sepatah katapun ia meninggalkan para sahabatnya dan bergegas menuju ke rumah Novia. Ia tak perduli bahwa waktu sudah menunjukan angka dua lewat lima belas menit. Yang ada dalam pikirannya hanya Novia.