webnovel

Siapa Si Nomor Satu? – bagian 2

編集者: Wave Literature

Saat ini, Linley telah mencapai puncak dari seorang Warrior tingkat kedua. Dari kekuatan fisik seorang Warrior biasa tingkat pertama saja sudah cukup untuk mengangkat beban seberat 50 kilo, seorang Warrior tingkat kedua dapat melempar benda seberat 50 kilo.

"Kau.. uhuk… uhuk…" Sambil memegang tenggorokannya, Rand batuk beberapa kali kemudian menatap Linley dengan amarah. "Kau… Kau adalah…"

"Yeah!" Yale tiba-tiba berteriak dengan keras, wajahnya dipenuhi kegembiraan. "Bagus sekali saudara ketiga, aku tak mengira kamu sekuat itu!"

"Anak itu meski agak kecil tapi sangat kuat…"

Mage tingkat kelima dan keenam itu terkagum. Disana juga ada seorang guru didalam hotel itu dan mereka semua melihat Linley dengan terkejut.

Seorang anak yang terlihat seperti anak berusia dua belas atau tiga belas tahun itu bisa melemparkan seseorang seberat 40 kilo hanya dengan satu tangan.

Dan anak ini adalah seorang Mage!

"Oi Rand, kau tadi kan menyombongkan diri jika kau nomor satu dari seluruh kelas satu yang ada?" Ejek Yale.

Wajah Rand memerah dan seluruh hatinya terisi dengan kemarahan dan malu. Melihat ke Linley, dia berteriak dengan kencang, "Kau, kau seorang Mage? Kalau kau punya kemampuan, lawan aku dengan Magic. Perlakuan macam apa itu? Seorang Mage terhormat menggunakan kekuatan seorang Warrior rendahan." Rand dipenuhi dengan amarah dan penghinaan. Ia baru saja menang di turnamen tahunan untuk kelas satu namun saat ini, Linley dapat mencengkram tenggorokannya dan mengangkatnya, dia merasakan hal yang menakutkan seperti nyawanya telah berada di tangan orang lain.

"Benar, kalau kau punya kemampuan, lawan dia dengan Magic! Apa kau benar siswa institut Ernst?" Kawan Rand yang berada disekitar mendukungnya.

Tapi dihadapan Linley, keempat anak itu merasakan ketakutan dalam hati mereka. Kekuatan yang ditunjukkan Linley barusan membuat mereka terkejut.

"Magic?"

Reynolds mulai tertawa keras selagi ia bicara dengan sombong, "Rand, kau pikir hanya karena menang di turnamen kelas satu kau adalah yang terkuat di seluruh kelas satu? Jangan bermimpi. Orang nomor satu di kelas satu adalah Linley dari asrama kita. Kau? Minggir saja."

"Saudara ketiga, tunjukkin sedikit kekuatanmu." Kata Yale.

George yang baru saja disentak oleh Rand tidak ingin berurusan dengan Rand lagi. "Rand, kuberi tahu sesuatu. Kenali kemampuanmu. Banyak ahli di sekolah kita yang memang tak ingin bergabung dengan turnamen tahunan itu. Jangan pernah pikir kamu spesial."

Wajah Rand semakin memerah.

"Kau akan baru tau kebenarannya dengan duel. Rand, duel dengan mereka." Siswa kelas lima dan enam itu menyorakinya. Mereka melihat pertarungan dari siswa kelas satu tidak lebih dari sekedar hiburan.

Rand berusia sepuluh tahun, lagipula dia telah disebut sebagai jenius sejak kecil.

Bahkan di institut Ernst, dia adalah yang terbaik di angkatannya. Kapan dia pernah mendapatkan penghinaan separah ini?

"Nomor satu?" Rand mulai angkat suara. "Nomor satu bukan dari sebuah pernyataan. Nomor satu didapat dari kompetisi. Kalau kau punya kemampuan, lawan aku dalam duel." Rand sangat percaya diri dengan kekuatannya. Lagipula, dia telah memenangkan turnamen untuk siswa kelas satu.

"Hei, kenapa pengurus hotel ini Cuma berdiam diri saja?" Beberapa yang melihat baru saja tersadar akan hal itu.

Sebenarnya, pengurus hotel Huadeli itu berdiri dari kejauhan namun tak ingin ikut campur.

Karena dia mengenal siswa-siswa itu.

Dia tak ingin membuat mereka semua marah karena mereka semuanya memiliki kedudukan yang tinggi. Terutama… Yale.

"Tuan muda Yale disini? Ah lupakan. Dia bisa melakukan semaunya. Meskipun menghancurkan seisi hotel, itu bukan urusanku." Pengurus hotel menggelengkan kepalanya. Dia tentu tak ingin berurusan dengan tuan muda Yale.

Dan setelah memasuki institut Ernst, kedudukan yale bahkan semakin meningkat jauh lebih tinggi lagi.

"Bagus. Nomor satu bukanlah dinyatakan, tapi dimenangkan." Linley juga akhirnya berdiri selagi tatapanya sangat tajam terhadap Rand. "Rand, jika kita bertarung menggunakan Magic, kita taruhan. Kalau kau menang, saat aku melihatmu di masa depan, aku akan menyingkir dan tak akan mengganggumu. Jika aku menang, kau harus melakukan hal yang sama."

Rand langsung mengejek, "Kau bilang itu sebuah taruhan? Jika yang kalah bertemu dengan yang menang, dia tak hanya harus menyingkir, tapi juga harus memberikan seratus keping emas. Bagaimana?"

Linley mengerut.

Seratus keping emas?

Ia hanya mendapatkan seratus keping emas tiap tahunnya untuk biaya hidup. Ia tak kaya seperti siswa lainnya.

"Haha! Rand, Cuma seratus keping emas? Tak malu dirimu hanya taruhan segitu saja? Bagaimana kalau begini. Yang kalah bayar sebanyak sepuluh ribu keping emas ke yang menang, setuju?" Kata Yale dengan keras.

"Sepuluh ribu keping emas?"

Mendengar perkataan itu, banyak siswa di hotel itu berkeringat dingin. Sepuluh ribu keping emas bukanlah jumlah yang sedikit. Mungkin hanya beberapa siswa saja yang bisa mengeluarkan uang segitu banyak.

"Sepuluh ribu keping emas?" Rand mulai takut.

Meskipun klannnya besar, tiap tahunnya dia hanya menerima tiga ribu keping emas saja untuk biaya hidup. Dia tidak menghabiskan uangnya di hotel ini setiap hari. Karena hari ini saja dia berniat untuk merayakan kemenangannya dan juga Rickson yang menjadi juara tiga di turnamen itu.

"Haha, takut?" Yale mengeluarkan magicardnya, dan mengayunkannya selagi dia bicara.

"Rand, setujui saja." Kata Rickson. "Kita empat sekawan dapat patungan untuk sepuluh ribu keping emas. Aku tak terima anak brengsek yang tak jelas darimana datangnya ini bisa mengalahkanmu."

Rand dan ketiga kawannya saling menatap.

"Baik! Sepuluh ribu keping emas!"

Rand berkata dengan lantang kemudian mengejek Linley, "Ayo, tempat ini terlalu kecil, kita pergi ke arena dimana turnamen itu diadakan. Kalau kau berani, ikuti aku!" Setelah itu Rand dengan sombong meninggalkan hotel itu dan ketiga kawannya mengikutinya.

"Ayo." Mata Yale mulai bersinar.

Reynolds dan George juga tertarik. Linley mengangguk kemudian tertawa kecil, "Seseorang akan memberiku sepuluh ribu keping emas dengan Cuma-cuma? Bagaimana bisa aku menolak?"

Linley, Yale, Reynolds dan George pun juga meninggalkan hotel dan menuju arena.

Seluruh hotel itu dipenuhi dengan kegemparan. Sebuah duel dengan mempertaruhkan sepuluh ribu keping emas itu jarang terjadi bahkan bagi mereka siswa kelas enam. Terlebih lagi peserta duelnya adalah seseorang yang baru saja memenangkan turnamen untuk kelas satu itu Rand, dan yang satunya adalah anak misterius yang tak seorangpun tahu.

Seketika banyak orang membayar tagihan mereka dan juga mengikuti mereka menuju arena turnamen.

….

Lantai arena itu terbuat dari batu yang sangat kuat.

Saat ini Rand dan Linley saling berdiri berhadapan di arena itu.

Diatas area duel itu terdapat banyak sekali orang-orang. Lagipula saat ini sudah petang, jadi ketika perjalanan kemari dari hotel Huadeli, satu orang menjadi sepuluh, kemudian sepuluh menjadi seratus. Dalam waktu yang singkat, segerumbulan orang berkumpul disana. Duel yang menarik dengan taruhan sepuluh ribu keping emas ini membuat menarik yang menonton.

Melihat betapa banyaknya yang menonton dan seberapa ramainya tempat itu, terlihat wajah Rand penuh dengan percaya diri.

"Hari ini, aku akan berduel dengan anak ini Linley, dengan taruhan yang kalah membayar sebesar sepuluh ribu keping emas dan tidak boleh bertemu dimasa depan. Semuanya, mohon jadi saksi." Kata Rand. Dia menikmati rasa menjadi sorotan oleh orang banyak. Dia juga tak demam panggung sama sekali.

Langsung saja banyak sorakan terdengar dari sana. Saat turnamen tahunan itu, Rand sudah memiliki banyak pendukung, sedangkan sangat sedikit sekali yang mendukung Linley.

Tapi Linley berdiam diri saja di area duel itu.

"Sudah selesai bicaramu?" Kata Linley dengan tenang.

Rand tersenyum dengan sombong. "Ayo."

Rand dan Linley hampir mengeluarkan mantra secara bersamaan. Karena mereka berdua adalah seorang Mage tingkat kedua, sihir yang digunakan adalah sihir tingkat pertama dan kedua yang cukup mudah untuk dikeluarkan, hanya membutuhkan satu atau dua mantra saja.

"Wuuuusss!"

Tujuh pedang tajam yang terbuat dari angin tiba-tiba muncul yang akan menyayat ke arah Rand.

"Seorang Mage tingkat kedua?" Penonton yang berpengalaman dapat langsung menyadari itu.

Tapi Rand telah mengeluarkan Magic di saat yang bersamaan dan lima bola api meluncur kearah Linley. Namun pedang angin itu jauh lebih cepat dibandingkan bola api, sehingga Rand terpaksa harus menghindari dengan gerakan yang memalukan. Tapi Linley dapat menghindari bola api itu dengan tenang. Dan selagi menghindari bola api itu, Linley terus melanjutkan Magic keduanya.

Magic elemen Bumi – Earth Tremor!

"Grrrrkkkk…."

Rand merasa lantai dibawah kakinya itu seketika bergetar dengan hebat. Dalam keadaan seperti ini, Rand tak bisa fokus untuk mengeluarkan Magic apapun. Kemudian setelah itu, Linley mengeluarkan Magicnya yang ketiga dan lima kepalan batu berwarna coklat itu menuju arahnya dengan cepat.

Rand tak bisa menjaga keseimbangannya di tanah yang bergetar itu. Dia hanya bisa menghindari satu atau dua batu saja.

"Duk."

Sebuah batu mengenai tepat di perut Rand dan dia mengeluarkan darah dari mulutnya seketika. Rand langsung menggunakan tangannya untuk melindungi dadanya. Kemudian terdengar dua suara itu lagi dan Rand terlempar dari area duel itu dan tubuhnya diselimuti oleh debu.

Pertarungan Magic, Linley pemenangnya!

Linley dengan tenang melihat ke Rand sekali. Linley sangat yakin dengan serangan yang digunakannya. Dalam sebulan, Rand akan dapat pulih kembali. Jika Linley memutuskan untuk tak menunjukkan belas kasihan, ia bisa saja melemparkan batu itu kekepala Rand yang akan berakhir membunuhnya.

"Seorang Mage elemen ganda tingkat kedua. Kita punya seorang jenius di kelas satu?"

Penonton dari kelas satu itu bersorak dan terkagum. Karena seorang Mage tingkat kedua muncul di kelas satu adalah hal yang sangat jarang terlebih lagi seorang Mage elemen ganda, yang tentu saja terkuat dari mereka semua.

"Anak ini mengendalikan Magicnya dengan sangat tepat, dan pergerakannya juga sangat lincah."

Beberapa siswa kelas lima dan kelas enam sedikit terkejut. Tadinya, ketika menghadapi bola api itu, Linley dapat menghindari bola api itu semua dan melanjutkan mengucapkan mantranya. Dari sini seseorang tahu betapa lincahnya Linley.

"Haha Rand, kau pikir kau yang nomor satu? Kawan dari asrama kita meski hanya menggunakan Magic masih bisa mengalahkanmu." Tawa Yale terbahak-bahak.

"Uhuk. Uhuk." Rand berdiri sambil memegang dadanya.

Rand tahu betul bahwa Linley tadinya menunjukkan belas kasihan.

"Yale besok ajaklah Linley. Aku akan pergi denganmu ke Golden Bank dari empat kekaisaran untuk mentransfer sejumlah uang. Sepuluh ribu keping emas. Aku pegang janjiku." Rand melihat ke Linley dari kejauhan. Kekalahan di tangan Linley ini telah menyadarkan dirinya dari kesombong karena ingin dianggap jenius.

Meski seseorang itu berbakat, namun jika seseorang itu lemah tentu saja masih bisa dikalahkan dengan orang lain!

"Linley, terima kasih!" Kata Rand membungkuk yang membuat Yale dan yang lainnya terkejut. Kemudian Rand menatap Linley dan berkata. "Tapi akan ada suatu saat dimana aku akan mengalahkanmu."

Kemudian Rand sambil memegang dadanya meninggalkan tempat itu bersama kawannya menuju asramanya.

"Linley, kau memang sangat hebat. Kau membuat saudaramu ini bangga!" Reynolds langsung berlari ke Linley yang saat itu sedang turun.

Linley melihat sekitar.

Banyak orang melihatnya dan membahasnya. Kebanyakan orang berbakat di institut Enrst sudah terkenal. Tak ada yang mengira seseorang akan muncul entah dari mana di kelas satu dan dengan mudahnya dapat mengalahkan Rand yang menjadi juara turnamen itu.

"Hai Linley, namaku Danni [Dan'ni] seorang Mage elemen air tingkat pertama. Aku senang bertemu denganmu." Tiba-tiba seorang gadis berambut pirang bertubuh tinggi dan langsung itu berjalan menuju Linley dan tersenyum.

"Hai, aku Linley." Linley tak memiliki kebiasaan untuk berbicara dengan orang asing. "Maaf, aku akan pergi berlatih dan bermeditasi."

Setelah itu Linley menatap ketiga kawannya itu. Yale dan yang lainnya tahu betul apa yang ada dipikirannya, kemudian keempat sekawan itu tak menggubris kerumunan yang disekitarnya dan beranjak pergi dan juga meninggalkan gadis itu Danni, yang mengerut tak senang.