webnovel

Choice Lover

Meysa berusaha menerima perjodohan demi membalas budi pada orangtuanya. Menikah dengan duda beranak dua. Akan tetapi anak tiri tak menyukainya dan mantan istri selalu mengusik hidup mereka. Seiring berjalannya waktu, rasa suka dan sayang tumbuh di antara mereka berdua. Dan berencana dalam waktu dekat ini akan melangsungkan pernikahan. Segala cara di upaya sang mantan untuk menggagalkan pernikahan mereka. Mulai dari menghasut kedua anaknya agar membenci calon ibu sambung mereka. Lalu memfitnah Meysa saat bekerja di kantor suaminya dengan sebutan pelakor. Hingga menyuruh orang untuk mencelakakan penghulu, agar pernikahan mereka gagal. Akankan semua usaha sang mantan membuahkan hasil? Ikuti terus kisah cinta Meysa dan Harry hingga selesai. Untuk pembaca setia, jangan lupa tinggalkan like, komen serta ratenya ya. silakan mampir di ceritaku yang lainnya 1. The Wound in my heart 2. It's my dream

Novita_Adha · 都市
レビュー数が足りません
204 Chs

Mantan buat ulah

Bab 25.

Jam di hape menunjukkan pukul tiga sore, berhubung besok masuk week end dan libur panjang, butik aku tutup selama tiga hari. Ayu dan Dina langsung senyum-senyum sendiri saat ku beri kabar tersebut.

"Hmm ... kalian bisa puas berlibur dengan keluarga atau pasangan masing-masing," ledekku.

"Aihh, Bu Meysa paling tau kalau kami berdua butuh piknik, biar gak panik," seloroh mereka berdua.

"Iya, dong ... Saya kan bos yang pengertian, jangan kecewakan pasangan kalian. Quality timelah istilahnya, itu pun kalau punya pasangan. Iya kan?!" Sindirku.

"Kka Dina sih udah enak, Bu. Sebentar lagi ia mau di lamar. Lah saya baru pedekate, itu pun kalau cocok dan berhasil," ucap Ayu sambil memanyunkan bibirnya.

"Ya-sudah, saya doa kan semoga urusan kalian di lancarkan, aamiin," ucap kami serentak.

"Siap-siap, yuk! Kita tutup butik lebih awal, karena sebentar lagi Mas Harry datang menjemput, saya mau berbelanja untuk keperluan liburan besok," imbuhku.

"Cieee, bos kita makin romantis aja, deh," ledek mereka berdua.

"Haa ... haa, doakan saja rumah tangga saya bahagia demikian juga dengan hubungan kalian berdua," doaku.

Tak terasa urusan beberes pun siap, aku dan Melly meletakkan perlengkapan beby Zahrana di depan butik sambil menunggu jemputan. Aku menelfon Mas Harry, ternyata ia sedang menuju ke arah sini, tak menunggu lama suara klakson mobilnya sudah nyaring di telinga. Ayu dan Dina berpamitan padaku lalu naik ke sepeda motor masing-masing.

Mas Harry turun dari mobil lalu membuka bagasi mobil, Melly memasukkan stroller dan tas ke dalamnya. Beby Zahrana langsung kesenangan melihat papanya, suamiku menggendongnya dulu, lalu mencium kedua pipi gembilnya, kemudian memberikan lagi padaku. Beby Zahrana mulai merengek, aku langsung membujuk dan membawanya masuk ke dalam mobil.

Mas Harry melajukan mobil dengan kecepatan sedang, tujuan kita berbelanja ke supermarket untuk membeli semua keperluan selama berlibur. Beby Zahrana sudah duduk di strollernya menemani kami memilih belanjaan. Satu jam lebih memilih kebutuhan yang sudah di catat dalam list, saatnya membayar di kasir.

Mas Harry mengeluarkan kartu kreditnya, tak mau kalau aku ikut membayar, padahal uangnya sudah ku siapkan. Lumayanlah uang yang di tangan ini bisa masuk tabungan lagi. Semua barang di angkut menggunakan troli oleh pramuniaganya menuju ke parkiran mobil. Mas Harry terlebih dahulu menggeser mobil hingga ke halaman luar parkir, jadi tak jauh mendorong trolinya. Shooping pun selesai, kami segera pulang ke rumah.

*******

Sesampainya di rumah, pagar langsung di buka oleh Pak Dirman, dari kejauhan ia sudah mendengar suara klakson mobil Mas Harry. Klakson di bunyikan sekali agar Mbok Nah segera membukakan pintu rumah, tetapi tak ada tanda-tanda orang keluar dari dalam. Lalu Mas Harry membukakan pintu mobil untukku, Melly sudah lebih dulu turun, ia langsung menuju bagasi mobil.

Aku ketuk pintu rumah sambil mengucapkan salam, tapi tak ada jawaban dari dalam. Melly memegang handle pintu, dan pintu terbuka dengan sendirinya. Kami pun masuk sambil beriringan, menenteng belanjaan dan mendorong stroller beby Zahrana. Terlihat sepi-sepi saja, tumben penghuni rumah tak ada yang keluar. Biasanya Rey dan Mona menyambut dengan ciri khasnya.

"Mbok Nah ... Rey ... Monaaa!" Jeritku sambil membuka kamar Rey, kosong tak ada orang.

"Pak Dirmaaan, kemari sebentar!" panggilku.

"Iya, Bu," security paruh baya ini, berlari sambil tergopoh-gopoh masuk ke rumah.

"Kok gak orang di rumah, Pak?" tanyaku.

"Di kamar atas juga gak ada siapa-siapa!" teriak suamiku.

"Loh, kemana ya? Tadi saya hanya sebentar ke toilet karena mendadak perut saya mulas," jelas Pak Dirman.

"Mbok Nah gak biasanya keluar, ini kok bisa hilang berbarengan dengan anak-anak?"

Aku duduk termenung di ruang tamu sambil menyusui beby Zahrana. Kemana mereka ya? padahal rencana malam ini kita akan berangkat bersama keluarga besar untuk berlibur selama tiga hari. Mas Harry turun dari lantai atas, ia langsung duduk di sebelahku sambil menelfon seseorang, sejurus kemudian ia mengernyitkan dahinya.

"Kenapa, Mas?" tanyaku penasaran.

"Aku hubungi ke hape Rey tak di angkat, dan Arini, hapenya gak aktif," jelasnya.

"Sepertinya mereka bersama Arini," ucap suamiku.

"Untuk apa mereka membawa Mbok Nah?" tanyaku lagi.

"Mungkin Arini tau, kalau kita hendak pergi berlibur, dan ia mengacaukan situasi!" Tuduh Mas Harry.

Gegas ku telfon Mama, ingin berpesan kalau nanti malam kita akan berangkat liburan. Jadi sore ini beliau bisa menyiapkan bekal makanan untuk kita bawa nanti. Tugas Mbok Nah harusnya menyiapkan bekal untuk nanti malam, tapi mereka menghilang dan belum bisa di hubungi. Mas Harry terus menelfon ke nomor Rey, terdengar operator yang bicara bahwa jaringan sedang sibuk.

Habis menyusui, beby Zahrana ku berikan pada Melly, aku naik ke lantai dua lalu masuk ke kamar, untuk menyusun pakaian kami bertiga, yang hendak di bawa selama berlibur. Barang belanjaan dari supermarket tadi sudah tersusun rapi, tinggal di masukkan kembali ke bagasi. Pikiran masih berkecamuk kemana Mbok Nah dan anak-anak, di mana mereka sekarang?

********

Selepas Magrib, Mas Harry mengeluarkan mobil dari dalam garasi. Ketika ku tanya, ia hendak ke rumah Mbak Arini, karena ia yakin Mbok Nah dan kedua anaknya pasti ada di sana. Pagar di buka lebar oleh Pak Dirman, lalu mobil Mas Harry menghilang di ujung komplek. Belum ada lima belas menit, tiin ... tiin ... suara klakson mobil berbunyi di luar pagar. Gegas aku keluar dari kamar dan mengintip dari balik gorder jendela ruang tamu. Ada dua mobil di luar pagar, yang satu mobil Mas Harry dan yang satu lagi ... aku tertegun. Bukannya mirip mobil Pak Angga, mantan bosku di kantor dulu.

Gegas ku buka pintu lalu keluar melihat mereka. Pagar terbuka, mobil Mas Harry masuk dan parkir di halaman rumah. Kemudian ia keluar dari mobil langsung menemui pengemudi mobil yang masih di luar pagar. Dan benar Pak Angga keluar dari dalam mobil di susul oleh Mbak Arini. Yang lebih mengagetkan lagi, dari pintu mobil bagian belakang Mbok Nah juga keluar bersama kedua anak Mas Harry. Ketiganya langsung masuk ke halaman dan menemui aku. Sedangkan Mas Harry masih berbicara dengan Pak Angga dan Mas Harry.

Setelah masuk ke dalam rumah, Mbok Nah langsung ku cecar dengan pertanyaan.

"Mbok, kenapa keluar rumah gak izin ke saya lebih dulu?"

"Loh, kata Bu Arini, Bu Meysa sudah di beritahu dan mengizinkan Rey dan Mona untuk di bawa ke rumah Mamanya," jawab Mbok Nah.

"Mana ada Mbak Arini menelfon saya! Lalu kenapa Mbok Nah ikut juga bersama mereka?" tanyaku lagi.

"Bu Arini bilang, kalau saya ikut Non Mona pasti betah sampai malam di sana."

"Mbok kan tau, kalau malam ini kita hendak berangkat liburan ke puncak, kenapa gak jelaskan ke Mbak Arini?" aku mulai sewot.

"Saya lupa menjelaskannya, maafkan saya, Bu!" ucap Mbok Nah sambil menunduk.

"Ya-sudah, kalian bertiga siap-siap! Sejam lagi kita berangkat, siapkan baju ganti Rey dan Mona, ya, Mbok!" perintahku. Kedua anak Mas Harry hanya diam mendengar omelanku

Bersambung ....