webnovel

Aksa Akhirnya Jinak

"Gimana, Nar?" tanya Bang Arnan begitu Naraya keluar dari apartemen Aksa.

"Udah. Sekarang Risky balik kerja lagi. Kalo dia nyusahin lo cepat kasih tahu gue, biar gue yang kasih dia pelajaran," ujar Naraya.

Bang Arnan akhirnya bisa bernapas lega. Ternyata memang keputusan yang benar dirinya meminta Rizky untuk menghubungi Naraya. Aksa memang akan sedikit melunak jika Naraya menuruti permintaannya.

"Dia nggak macam-macam di dalam kan, Nar?" tanya Bang Arnan lagi.

Naraya menggeleng. "Aman, kok. Ya udah, Bang Arnan lanjutin jagain personil yang lain aja. Biar Rizky aja yang di sini. Gue cabut dulu, ya, Bang, Ky."

***

"Eh, Bang. Itu kok Aksa sama Naraya tumben akur gitu? Aksa nggak kejedot, kan, kepalanya?" Lengkara melontarkan pertanyaan itu karena dia sedikit penasaran apa yang sudah terjadi pada Naraya dan Aksa ketika melihat dua orang itu berinteraksi dengan aman tidak seperti biasanya.

Bang Arman mengedikkan bahu. Dia juga sebenarnya tidak tahu cara Naraya membuat Aksa jadi penurut seperti sekarang ini.

Lihat saja sekarang. Aksa dengan tanpa membantah sedikit pun menuruti permintaan Naraya untuk tidak duduk terlalu dekat dengannya. Padahal kan Aksa bukan orang yang mudah menurut akan perintah orang lain. Perinta Bang Arnan saja sering dia tidak indahkan.

"Kayaknya ini karena tadi pagi, deh," ucap Bang Arnan dengan menatap penuh selidik ke Naraya dan Aksa yang sedang bicara dengan Anggun sebagai penengah.

"Emang apa yang terjadi tadi pagi? Lo ke apartemen Aksa, kan? Emangnya Naraya ada di sana juga?" berondong Lengkara karena dia sudah terlanjur penasaran dengan ucapan Bang Arnan tadi.

"Tadi si Aksa nggak mau syuting. Setelah datang, mereka bicara cukup lama berdua aja di apartemen Aksa dan setelah itu Aksa udah mau syuting. Bahkan kata Rizky, dia nggak ngeyel seperti biasa, lho," beber Bang Arnan.

"Oh, ya? Aksa diapain Naraya, sih, kok bisa jadi jinak gitu? Lo yakin Aksa nggak macem-macemin Naraya, kan?"

"Nggak mungkin. Naraya juga bilang nggak terjadi apa-apa kok sama mereka. Gue tentu saja percaya sama Naraya karena dia nggak mungkin punya otak kayak Aksa."

Lengkara mengangguk setuju dengan ucapan Bang Arnan. Sejauh pengamatan Lengkara selama beberapa kali bekerja bersama Naraya, dia bisa menilai setidaknya gadis itu tidak akan berbuat hal melenceng seperti wanita-wanita yang sering ada di dekat Aksa selama ini.

Lengkara bergabung bersama Naraya dan teman-temannya yang lain. Gadis itu terlihat sedang fokus dengan script yang ada di pangkuannya.

"Lagi apa, Nar?" tanya Lengkara saat dia duduk di sebelah Naraya.

Naraya mendongak dan menatap sebentar ke arah Lengkara. "Oh, ini naskah buat syuting bentar. Gue mau ubah dikit karena kurang sreg sama yang ini."

"Bukannya ini tugasnya tim lain, ya?"

"Iya, tapi cuman dikit kok. Bisa gue handle," jawab Naraya tanpa mengalihkan atensinya dari kertas yang sedang dia kerjakan.

"Leng, bisa nggak Lo duduknya di sini aja? Harus banget gitu duduk dekat-dekat dia?"

Semua perhatian orang yang ada di tempat itu langsung teralihkan ke orang yang baru saja menegur Lengkara dengan nada sinis.

"Kok Lo sensi, sih?" celetuk Ekamatra yang duduk di samping orang yang baru saja menegur Lengkara tadi.

"Lah, iya. Biasa aja dong liatnya, Sa," timpal Batara.

Ya, orang yang menegur dengan nada sinis itu adalah Aksa. Orang yang duduk berseberangan dengan Naraya dan Lengkara saat ini.

"Kenapa, Sa? Masalah buat Lo? Ganggu penglihatan Lo gue duduk di sini?"

"Bukan gue yang keganggu, tapi Naraya," jawab Aksa.

Alis Naraya seketika saling bertaut karena bingung. Lengkara pun sama.

"Lah, emang iya? Lo beneran keganggu gue duduk sini, Nar?" tanya Lengkara.

Naraya menggeleng. "Nggak, kok. Biasa aja."

"Tuh dengar. Lo kenapa, sih? Cemburu, Pak?" celetuk Ekamatra.

Aksa mendelik tajam ke arah Ekamatra karena tidak terima dengan tuduhan temannya itu. Mana ada dia cemburu. Dia kan hanya teringat akan cerita Naraya tadi pagi. Katanya dia tidak bisa dekat-dekat dengan lelaki asing. Kok sekarang malah santai-santai saja Lengkara duduk di dekatnya. Padahal tadi pagi dia saja disuruh duduk jauh-jauh darinya.

Karena kesal, Aksa akhirnya bangkit dan keluar dari ruang latihan itu. Teman-temannya yang lain tertawa puas melihat Aksa yang tidak terima dengan celetukan Ekamatra tadi.

Setelah Aksa pergi, ponsel Naraya tiba-tiba berdering. Ada satu pesan masuk yang ternyata dari Aksa.

'Katanya nggak bisa dekat-dekat sama laki-laki asing. Kok sama Lengkara mau-mau aja, sih?'

'Giliran gue aja disuruh jauh-jauh.'

Naraya sedikit terkekeh mendapat dua pesan laki-laki itu. Dasar Aksa. Dia salah menafsirkan ceritanya kemarin ternyata.

***

Besok adalah hari keberangkatan The Heal untuk tour mereka. Naraya dan timnya pun tentu saja ikut. Itulah kenapa saat ini Naraya dan dua orang timnya sedang sibuk dengan surat izin dinas mereka.

Terhitung selama seminggu Naraya dan timnya harus mengikuti The Heal yang manggung di tiga kota di pulau Jawa. Kota pertama yang akan mereka kunjungi adalah Bandung dan dilanjutkan ke Solo dan terakhir adalah Surabaya.

Sementara Naraya dinas ke luar kota, tugasnya sebagai produser acara musik di minggu keberangkatannya akan di handle oleh asistennya. Dia hanya perlu memantau beberapa hal saja lewat email.

Naraya sedikit antusias dengan pekerjaan kali ini karena selama dua tahun terakhir, ini kali pertama bagi Naraya melakukan perjalanan ke luar kota lagi. Apalagi saat ini tidak ada keluarga atau sahabatnya. Dia semakin tertantang karena harus kerja jauh tanpa ada orang yang memperhatikan dirinya nanti.

Melalui perjalanan kerja ini pula Naraya seakan menantang dirinya sendiri untuk bisa lebih mengontrol dirinya saat di luar tanpa ada keluarga atau sahabatnya.

Semalam juga dia sempat berkomunikasi dengan Dokter Hendra. Bahkan, dokternya itu ikut senang akhirnya Naraya mau mengambil pekerjaan yang berada di luar zona nyamannya. Pesan Dokter Hendra hanya satu. Naraya diminta untuk percaya bahwa orang-orang yang ada di sekitarnya tidak akan membahayakan dirinya.

"Gimana surat dinasnya? Udah beres?" tanya Wanodya saat gadis itu baru kembali dari acaranya di studio.

Naraya menggeser kursinya mendekati meja kerja Wanodya. Dia ingin membicarakan sesuatu dengan Wanodya sebelum dirinya kembali disibukkan dengan pekerjaannya.

"Seneng banget, ya, kerja bareng idolanya?" sindir Wanodya seakan tahu isi kepala Naraya.

Naraya sedikit terkekeh. "Lo tau aja, deh."

Wanodya mendengus dan mendorong sedikit tubuh Naraya yang saat ini tengah merangkul lengannya. Seperti inilah Naraya jika ingin menceritakan banyak hal kepada Wanodya.

"Udah nggak takut lagi sama Aksa?"

Pertanyaan Wanodya sukses melunturkan senyum Naraya. "Itu anak pengecualian."

"Terus gimana lo mau kerja bareng dia kalau masih takut gini? Lo tau nggak gue khawatir biarin lo kerja bareng dia tapi guenya nggak ada?"

"Udah tenang aja. Dia udah gue peringatin kok buat nggak dekat-dekat gue."

"Yakin?" tanya Wanodya ragu. Naraya mengangguk untuk meyakinkan sahabatnya itu.