Alesha berdecak kesal saat melihat ke arah ruangan Samudra, pria tampan yang kebetulan menjadi sosok bosnya serta sosok pria yang memang ia cintai. Sosok pria baik yang membantu mengeluarkan dirinya dari sebutan pengangguran karena tidak memiliki pekerjaan. Sumpah demi apa pun juga, ia merasa gondok bukan main dengan semuanya. Gondok karena ia ingin memusnahkan wanita yang kini tengah tertawa sembari menutupi mulutnya di hadapan Samudra, ketawa jaim andalan banyak wanita memang.
Ya tentunya kalian tahu siapa yang ada di hadapan Alesha sekarang, melihat pemandangan bagaimana tawa renyah sosok Samudra mengudara saat berbicara dengan Fanesha. Menyebalkan! Sebenarnya kelebihan Fanesha itu apa, sih? Sampai-sampai Alesha sama sekali tak pernah dilirik oleh Sam. Sam malah terus terpana dengan wanita tersebut.
"Gak! Gak ada yang kurang dari diri gue sama sekali. Gue sama Fanesha itu jauh lebih menang gue dong pastinya! Fanesha enggak ada apa-apanya dibandingkan gue! Gue cantik, Fanesha kalah jauh sama gue! Gue baik, gue kenal sama Sam dengan baik juga. Enggak mungkin lah kalau Sam lebih memilih Fanesha daripada gue. Enggak, jelasnya enggak mungkin banget."
Kalimat penenang yang padahal Alesha tahu sendiri bagaimana faktanya. Kalimat yang hanya menjadi sebuah semangat bahwa Alesha pasti bisa mendapatkan sosok Samudra Keith. Padahal aslinya Alesha sangat tahu jika Samudra adalah sosok yang begitu menyukai Fanesha.
"Astaga, Sam! Kamu bisa aja, deh!" Suara tersebut terdengar di telinga Alesha berbarengan dengan pintu ruangan Samudra yang terbuka, memunculkan sosok rivalnya yang melangkahkan kaki keluar dari ruangan tersebut. "Aku pulang dulu ya, Sam. Kalau kamu butuh bantuan aku, dua puluh empat jam, aku siap membantu kok. Kamu juga jangan lupa main ke kantorku, dong! Masa aku terus yang main ke kantor kamu! Sesekali kamu juga perlu ke kantorku ya," ujar gadis cantik tersebut dengan nada lembut. Sorot matanya teduh kepada pria di hadapannya. Tentu saja orang yang melihat kejadian ini dengan mudah bisa menebak jika sang pria akan luluh.
Ya siapa juga yang tidak luluh dengan sorot mata teduh seperti itu? Sorot mata yang menenangkan. Sorot mata yang selalu menerbitkan lengkungan hebat di pipi sang lawan bicara.
"Siap, Ibu Fanesha yang terhormat! Nanti aku main ke kantor kamu ya. Kalau aku butuh bantuan juga pastinya aku bakalan minta ke kamu kok. Kamu tenang aja, Fanesh." Samudra menjawab dengan senyum yang selalu terpatri. Senyum yang seolah tak akan pernah Samudra padamkan saat berbicara dengan sosok wanita yang menjadi dambaannya. Sosok wanita sempurna yang memang sudah beberapa saat ini selalu hadir di pikirannya.
"Astaga, masih aja manggil 'Fanesh', tapi sumpah deh, Sam. Dari sekian banyaknya panggilan yang orang-orang kasih ke aku, panggilan dari kamu yang paling berarti dan terkesan sangat lucu, Fanesh. Gemes aja gitu," balas Fanesha sembari menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan tingkah Samudra.
Samudra yang mendengarkan perkataan Fanesha tersebut pun langsung tersipu malu. Tak menyangka jika banyak hal yang Samudra berikan kepada Fanesha dinotice sedetail itu. Hanya sekadar panggilan lucu saja dinotice oleh wanita tersebut. "Oh iya, dong! Panggilan gemes untuk orang yang gemes juga. Aku kan mau jadi yang spesial, jadinya panggilan aku ke kamu juga spesial dong!"
Siapa pun tolong bawa Alesha dari sini segera! Ia sudah sangat muak sekali mendengarkan celoteh antara Fanesha dan juga Samudra! Hatinya benar-benar terbakar melihat interaksi antara keduanya. Air matanya ingin menetes, namun dengan pandai ia cegah karena ia sendiri masih punya rasa malu untuk sekadar mempermalukan dirinya sendiri. Ia tak mau terlihat sebagai seorang yang menyedihkan di sini.
"Ekhem! Jangan pacaran terus kali, Pak, Bu. Ada saya yang dengerin semuanya nih." Alesha menyindir, harap-harap adegan yang membuat hatinya terluka ini bisa segera berakhir. Harap-harap jika Fanesha bisa segera enyah dari sini dan harap-harap semoga antara Fanesha serta Samudra tak akan pernah bertemu lagi. Ya intinya banyak harapan Alesha supaya dirinya yang menang mendapatkan hati Samudra.
***
"Menurut lo, kado apa yang pantes gue kasih ke Fanesh ya, Sha?"
Uhuk!
Satu pertanyaan yang berhasil membuat Alesha tersedak. Kaget bukan main dengan pertanyaan tersebut. Astaga, Samudra Keith, apakah ia tidak bisa melihat ketulusan dari mata Alesha? Apakah ia tidak merasakan bagaimana Alesha yang begitu mencintainya? Bagaimana Alesha yang berharap dibalas perasaannya. Apakah pria tersebut benar-benar tidak bisa melihatnya?
Sungguh, terlalu sekali Samudra. Yang ia lakukan malah bertanya kado apa yang pantas diberikan untuk Fanesha di hadapan Alesha. Jika saja Alesha tidak memiliki urat malu, ingin sekali rasanya Alesha berteriak di hadapan Samudra. 'Tega banget kamu, Mas! Tega kamu sama ayangmu yang satu ini!'
Sial, sayangnya urat malu Alesha masih sangat erat dan harap-harap tak putus juga. Lebih baik ia berpura-pura sabar dan tegar, daripada ia mempermalukan dirinya sendiri.
"Emangnya Ibu Fanesha yang terhormat lagi ulang tahun, Sam?" balas Alesha yang sedikit menyindir pria tersebut. Ya, ia sengaja menebalkan kalimat 'Ibu Fanesha yang terhormat' guna mengeluarkan semua kekesalannya. Kekesalan karena pada akhirnya ia sadar jika Samudra selalu menjadikan Fanesha tokoh utama dalam ceritanya, sedang Alesha hanya tokoh yang sama sekali tak dianggap.
"Enggak juga, sih. Cuman emang pengen aja kasih sesuatu sama Fanesh. Ya supaya Fanesh lebih sadar gitu kalau ada gue yang suka dan sayang banget sama dia. Lagian orang-orang kenapa pada gak peka ya, Sha? Padahal kan gue udah kasih clue gitu loh kalau gue suka banget sama dia. Eh, dianya malah gak sadar."
"Lo punya kaca di rumah gak sih, Sam? Rasanya pengen gue beliin kaca gitu loh supaya lo bisa ngaca gimana kondisi lo," sewot Alesha yang sudah melebihi batas kesabarannya. Hei, apakah Samudra tidak pernah melihat dirinya sendiri yang bego? Alesha yang terus memberikan pertanda, tetapi Samudra yang seolah menolak itu semua dan seolah menutup mata.
"Emangnya gue sejelek itu ya buat dapetin Fanesh?" balas Samudra dengan polosnya. Nada yang semua riang, kini menjadi sedih.
Tolol! Rasanya ingin sekali Alesha teriakan berbagai macam sebutan setan untuk pria satu ini yang kelewat bodoh. Bukan itu yang dimaksudkan oleh Alesha, Samudra sayang. Bukan, bukan karena Samudra jelek sehingga Alesha memintanya untuk ngaca. Tetapi Alesha meminta untuk ngaca karena Samudra sendiri tidak peka! Samudra sendiri tidak pernah sadar dengan apa yang dapatkan dari sekelilingnya!
"Anjing! Bodo lah kata gue mah, Sam. Gak ngerti lagi gue sama kebodohan lo! Tolong banget kalau goblok tuh jangan lama-lama ya, jangan diformalin makanya awet banget, diusir dong, setan!"