webnovel

Terima kasih dokter untuk hari ini

3 jam Alfa berada di ruang operasi, hingga akhirnya Alfa bisa menyelesaikan operasinya. Pasien segera di pindahkan ke ruang rawat inap, Alfa memutuskan duduk di lorong rumah sakit yang sepi.

Nazwa menghampiri Alfa, dengan menyodorkan gelas kopi kertas ke tangan Alfa.

"Terima kasih suster...", Alfa memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman, kemudian meminum kopi pemberian Nazwa.

"Hati-hati panas dokter...", Nazwa bicara cemas.

Alfa segera menjauhkan gelas kopi dari bibirnya, "Telat suster", Alfa bicara pelan.

"Maaf dokter...", Nazwa merasa bersalah, kepalanya tertunduk tidak berani menatap wajah Alfa. "Terima kasih dokter untuk hari ini", Nazwa bicara lembut.

"Untuk apa...?", Alfa menatap lekat wajah Nazwa.

"Untuk hari ini, dokter sudah bersedia membantu operasi pasien", Nazwa bicara dengan makna yang jauh lebih dalam.

"Sudah tugas saya sebagai dokter", Alfa menjawab santai, kemudian kembali meneguk kopi pemberian Nazwa.

"Terima kasih juga... Karena dokter sudah datang hari ini", Nazwa bergumam pelan.

"Maksudnya...?", Alfa bertanya bingung.

"Em... Dokter... Punya waktu luang malam ini...?", Nazwa bertanya dengan penuh keraguan.

"Memangnya kenapa...?", Alfa bertanya jauh lebih bingung.

"Dokter Alfa bisa meluangkan waktu sedikit, untuk... Makan malam bersama sama saya", Nazwa bicara dengan menundukkan kepalanya.

"Beri saya satu alasan, kenapa saya tidak bisa menolak permintaan suster", Alfa bicara santai sembari menatap lekat wajah Nazwa yang masih menatap lantai, Alfa sengaja ingin mengerjai Nazwa.

"Hari... Ini... Hari ulang tahun saya dokter", Nazwa bicara lirih.

Alfa terdiam mendengar jawaban Nazwa.

"Bagaimana dokter...?", Nazwa bertanya penuh keraguan.

Baru saja Alfa ingin membuka mulutnya, Kahfi sudah menyerbu. "IGD...", Kahfi bicara dengan terengah-engah.

"Ada apa dengan IGD...?", Alfa bertanya dengan memasang muka yang tidak senang.

"Erfly di IGD...", Kahfi tidak bisa melanjutkan ucapannya, karena Alfa sudah menyerbu menuju ke arah IGD.

Nazwa masih duduk diam di posisinya, "Masih saja tentang Erfly...", Nazwa menelan ludah pahit.

"Suster...", Kahfi menghentikan langkahnya yang baru beranjak beberapa langkah, menoleh ke belakang menatap Nazwa dengan tatapan penuh tanya.

"Ya dokter...?", Erfly bertanya bingung.

"Suster tidak mau kembali ke IGD...?", Kahfi bertanya bingung.

"Em... Dokter duluan saja. Saya... Mau mengambil HP yang ketinggalan", Nazwa melemparkan alasan sekenanya.

***

Alfa segera menghampiri Erfly yang terbaring di tempat tidur IGD. Alfa tidak mau buang-buang waktu, Alfa segera mengecek keadaan Erfly dengan teliti.

"Kenapa Ilen bisa pingsan...?", Alfa bertanya asal kepada Satia.

"Dia bertengkar dengan Cakya", Satia menjawab jujur apa adanya.

Alfa menghentikan jemari tangannya yang memegang stetoskop, "Manusia satu itu lagi...?!", Alfa bertanya kesal.

Satia tidak pernah melihat Alfa sepanik ini dalam hidupnya.

Di sisi lain, Nazwa terdiam menahan api cemburu yang tiba-tiba saja membakar tanpa minta izin.

"Nazwa begok, harusnya kamu sadar. Dokter Alfa ketinggian buat kamu", Nazwa merutuki dirinya sendiri tanpa ampun.

***

Gama duduk di samping Cakya. Sejak kepergian Erfly, Cakya masih duduk seperti patung di kursinya.

"Erfly adatnya memang keras, dia bukan orang yang asal dalam mengambil keputusan. Semua tindakannya sudah dipikir matang-matang olehnya", Gama mengingatkan Cakya.

Cakya hanya diam seribu bahasa.

"Di dalam marah, tidak pernah ditemukan jawaban yang manis", Cakya bicara lirih.

"Kamu tahu itu, tapi... Kamu tetap saja ngelakuin itu", Gama menimpali sengit.

"Kamu g'ak mau pulang lihat keadaan Erca...?", Gama kembali bertanya.

"Om keganggu ya ada Cakya disini...?", Cakya bertanya lirih.

"Pertanyaan kamu ini aneh, Om justru senang kamu disini Cakya. Tapi... Ada orang lain yang pasti akan khawatir nyariin kamu.

Walaupun kamu g'ak pernah menganggap Nanya itu ada. Kamu g'ak bisa pungkiri, kamu punya Erca. Darah daging kamu sendiri. Kamu ingat Cakya, g'ak ada namanya mantan anak, walau bagaimanapun dan sampai kapanpun Erca tetap putra kamu", Gama memberikan penekanan kepada setiap kata yang meluncur dari bibirnya.

Adam melangkah keteras rumah sudah menggunakan pakaian dengan rapi.

"Mau kemana kamu Dam...?", Gama bertanya bingung.

"Lha... Abang pasti lupa ini. Kan Erca seleksi terakhir untuk porda hari ini", Adam bicara pelan.

"Astagfirullah... Iya, Erca ada seleksi panjat tebing hari ini", Cakya mengusap kasar mukanya.

Cakya segera meraih kunci motornya yang sedari tadi diletakkan begitu saja di atas meja.

"Om, Cakya pergi dulu. Adam, kamu sama bang Cakya saja", Cakya menaiki motornya.

"Hati-hati kamu", Gama mengingatkan.

"Assalamu'alaikum", Adam bicara setengah berteriak, setelah menaiki motor Cakya.

"Wa'alaikumsalam", Gama menjawab pelan.

Cakya memacu motornya menuju lapangan pemda, tempat Erca sering latihan. Sudah banyak yang hadir di lapangan, bahkan sudah ada yang sedang memanjat tebing.

"Cakya...", Kang Untung berteriak dari samping dinding buatan.

Cakya segera melangkah menghampiri kang Untung.

"Erca belum datang kang...?", Cakya bertanya lirih.

"Lho... Ercakan sudah mengundurkan diri", kang Untung bicara bingung.

"Mengundurkan diri...? Kapan...?", Cakya bertanya dengan kebingungan yang sama dengan kang Untung.

"Pelatihnya cerita kemarin, Erca sudah 3 hari tidak ikut latihan. Begitu datang ke lapangan kemarin, dia malah bilang mengundurkan diri dari seleksi", kang Untung menjelaskan panjang lebar.

"Kamu belum ketemu Erca...?", kang Untung kembali bertanya.

"Cakya dari Lombok langsung ke Bali kang, ini baru nyampe tadi pagi. Dan... Belum sempat pulang kerumah juga", Cakya bicara jujur.

"Kamu coba temui Erca, sayang kalau dia melewatkan selesai ini. Erca punya potensi yang besar", kang Untung kembali menambahkan.

Cakya meraih HPnya, kemudian menelfon nomor Erca. Cakya langsung tersambung dengan operator yang memberitahukan HP sedang tidak aktif. Cakya beralih menelfon nomor Nanya, akan tetapi sama saja.

"Nomornya g'ak aktif kang, Cakya coba susul ke rumah", Cakya bicara pelan.

"Adam disini aja bang, mau lihat yang seleksi", Adam segera menentukan sikapnya.

Cakya hanya mengangguk pelan, kemudian berlalu bersama motornya.

***

Alfa bisa sedikit tenang, saat Erfly sudah berbaring di ruang rawat inap. Alfa memutuskan untuk mencari Nazwa di meja resepsionis.

"Maaf suster, suster Nazwanya ada...?", Alfa bertanya lembut, saat perempuan yang dia cari tidak ada di tempat.

"Suster Nazwa sudah pulang dokter", suster jaga menjawab pelan.

"Kapan...?", Alfa kembali mengejar jawaban.

"Baru saja, paling... 5 menit yang lalu", suster jaga menjawab kurang yakin.

"Terima kasih suster", Alfa segera berlari menuju arah gerbang rumah sakit, berharap Nazwa belum pergi jauh.

Alfa menangkap seluet tubuh perempuan yang dia cari, sedang berdiri di pinggir trotoar. Detik berikutnya perempuan itu melambaikan tangan ke arah tukang ojek pangkalan.

Alfa berlari sekuat tenaga mengejar perempuan yang berdiri di trotoar, "Suster...", Alfa meraih jemari tangan kiri perempuan yang nyaris saja menaiki motor ojek yang telah berhenti tepat dihadapannya.

"Dokter...?", Nazwa berbalik menatap siapa yang tiba-tiba meraih pergelangan tangan kirinya.