webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Senyum itu

Di sebuah kamar berukuran 3x4 meter, Gama berguling-guling gelisah menunggu Cakya keponakannya yang tiba-tiba menghilang dari sekolah. Gama merupakan anak dari istri muda kakeknya Cakya, walaupun mereka satu kelas Cakya tetaplah keponakan yang selalu dijaganya selama ini.

Setelah adik perempuannya meninggal dalam kecelakaan, Cakya menjadi prioritas utama bagi Gama untuk dilindungi olehnya. Karena dia tidak mau kehilangan orang yang dikasihnya lagi.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar, "Om disuruh makan sama mama", gadis belia berusia 12 tahun tersenyum manis. Gama menepuk kasur sebagai isyarat agar gadis itu duduk disampingnya. Hanya patuh gadis dengan rambut sebahu, bola mata hitam pekat nan jernih, kulit putih duduk disamping Gama.

"Bang Cakya belum pulang...?", ucap Gama pelan.

"Belum, tadi pagi dia pulang ngambil seragam terus kesekolah", gadis itu bicara apa apanya.

Gama manggut-manggut seperti burung pelatuk. "Kita keruang makan, kasian mama nungguin", Gama bicara pelan. Dimeja makan telah duduk ibunya Cakya, ayah Cakya, dan adik laki-laki Cakya. "Makan dulu Gam...", ibu Cakya memaksakan senyum dari bibirnya. Tidak ada suara selama makan malam.

Setelah makan malam selesai Wulan dengan telaten merapikan piring kotor yang ada diatas meja. Ibu Cakya beranjak kearah teras disusul oleh Ayah Cakya dan Gama, sedangkan sibungsu Tio lebih memilih masuk kedalam kamarnya.

"Cakya belum pulang...?", ayah Cakya membuka topik pembicaraan.

"Belum pa", ibu Cakya menjawab lesu.

"Jangan terlalu dipikirkan kak, Cakya sudah dewasa, dia tahu apa yang terbaik untuk dirinya", Gama mencoba menghibur kakak sepupunya yang terlihat murung.

"Benar itu kata Gama", ayah Cakya bicara santai mencoba tidak menampakkan kecemasannya, takut istrinya jatuh pingsan lagi karena banyak pikiran.

"Papa mau ke rumah pak RT, katanya ada rapat untuk jadwal gotong-royong besok", setelah pamit ayah Cakya berlalu.

Tangis ibu Cakya pecah setelah ayahnya Cakya cukup jauh meninggalkan rumah. "Udah lah kak,Cakya sudah besar", Gama bicara pelan mencoba menghibur.

"Baru saja dia pulang tadi pagi setelah menghilang 3 hari", ibu Cakya bicara disela tangisnya yang tertahan.

"Tadi pagi Gama bertemu Cakya disekolah, keadaannya baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir. Mungkin dia hanya butuh waktu sendiri kak, kita kasih ruang sedikit ke Cakya", Gama mencoba menghibur sepupunya.

***

Cakya masih terpaku mematung tidak merespon pelukan Erfly. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, demikian juga Erfly. "Cakya, sholat magrib dulu", kang Untung sengaja berteriak dari dalam pos membuyarkan ketegangan yang terjadi diluar.

Cakya langsung masuk kedalam pos, menuju kamar kecil untuk berwudu. Kemudian Cakya membawakan seember air untuk Erfly wudhu diteras pos. Cakya dipaksa menjadi imam oleh kang Untung, sedangkan Erfly terpaksa sholat duduk menjadi makmum Cakya.

Setelah shalat magrib kang Untung mengajak mereka duduk diteras pos. "Suku sampean kunaon neng?", tanya kang Untung. (kaki kamu kenapa?)

"Kepala batu, jatuh terkilir", Cakya menjawab asal.

Kang Untung menatap heran kepada Cakya, sejak mengalami kecelakaan 6 bulan yang lalu, baru kali ini kang Untung mendengar lelaki muda ini angkat suara.

"Cakya tolong ambil GPU akang di mobil", kang Untung memberi perintah kepada Cakya, tanpa protes Cakya segera turun dari pos mengikuti perintah kang Untung.

"Kamu siapanya Cakya...?", kang Untung membuka topik pembicaraan yang lebih serius.

"Teman sekelasnya Cakya, Erfly siswa pindahan dari luar kota, belum juga seminggu"

"Saya kira kamu ada hubungan spesial sama Cakya"

"Maaf maksud akang...? "

"6 bulan yang lalu Cakya mengalami kecelakaan, saat itu hujan deras. Entah apa yang memicu Cakya kehilangan keseimbangan dan menabrak mobil yang terparkir, kejadiannya tepat posisi pemberhentian angkot terakhir. Sejak saat itu dia tidak pernah bicara"

"Erfly sudah dengar dari Gama, keluarga dan teman-teman Cakya berfikir kalau dia bisu"

"Saya bersyukur kalau dia ternyata tidak bisu, setidaknya itu cukup mengobati rasa bersalah saya"

"Maksud akang...?"

"Saat itu acara KBC 'Kerinci Bridcing Club' atau lebih dikenal kelompok penelitian burung, pada kecelakaan itu pacarnya Cakya meninggal ditempat. Cakya sangat terpukul dan berteriak sejadi-jadinya, bahkan dia menolak untuk dibawa kerumah sakit hanya memeluk gadis itu. Hingga akhirnya dia pingsan, dan itu terakhir kali saya mendengar suara Cakya"

***

"Kak sudahlah", Gama bicara pelan menghibur sepupunya.

"Kakak masih ingat sebelum kejadian 6 bulan lalu, Cakya pamit bersama Asri dengan canda tawa mereka yang berkelakar. Kakak masih ingat senyum Cakya saat dijahili Asri sebelum pergi. Kakak tidak menyangka senyum itu, senyum terakhir yang terlukis diwajah Cakya", tangis ibu Cakya kembali pecah.

***

Cakya kembali membawa pesanan kang Untung, kang Untung meminta izin sebelum membuka ikatan syal dikaki Erfly. Kang Untung mulai mengurut kaki Erfly perlahan, Erfly mencengkram tangan Cakya menahan sakit.

"Sebentar atuh neng, kalau tidak diurut bakal makin parah", kang Untung tetap melanjutkan mengurut kaki Erfly dengan telaten.

Setelah selesai kang Untung menutup GPU miliknya," Sok cobi leumpang", kak Untung bicara dengan percaya diri.

"Coba jalan sekarang", Cakya mentranslite ucapan kang Untung.

Erfly berusaha berdiri perlahan, kemudian melakukan perintah kang Untung." Alhamdulillah sudah tidak sakit lagi kang", Erfly berteriak kegirangan. "Alhamdulillah, ternyata g'ak sia-sia mbah nyai menurunkan ilmunya ke saya", kang Untung nyengir kuda memamerkan giginya putih nan bersusun rapi.

"Assalamualaikum", seorang lelaki yang terlihat jauh lebih muda dari kang Untung datang menghampiri.

"Wa'alaikumsalam", serentak jawaban tanpa aba-aba.

"Ada Cakya juga ternyata, kebetulan nih, saya bawa makanan lebih. Maklum baru dapat kiriman dari Emak tersayang", lelaki itu bicara sumringah karena ada yang membantu menghabiskan kiriman makanan ibunya yang selalu melebihi porsi makan seminggu.

Cakya langsung masuk membantu menyiapkan peralatan makan dengan lelaki tadi.

"Alhamdulillah, rejeki anak soleh. G'ak sia-sia nih saya dikasih nama Untung. Dewi fortuna selalu berpihak. Untung ada kamu Satia, kalau tidak bisa kelaparan kita disini", kang Untung bicara panjang lebar.

"Ini siapa kang...?", Tatapan Satia tertuju pada Erfly.

"Teman sekelasnya Cakya, mau ke Aroma Peco malah nyasar ke gunung tujuh"

"Jauh amat?! "

"Erfly siswa pindahan, dan parahnya ketiduran di angkot", Erfly menceritakan kronologi ceritanya sampai dia nyasar ke gunung.

Satia tertawa terbahak-bahak. "Sendirian gitu...?", Satia bertanya heran, Tatapannya kali ini tertuju pada Cakya.

"Iya, modal nekat doang. Beruntung ketemu Cakya dihutan", kang Untung bicara pelan.

Erfly tertunduk malu disindir kang Untung. "Masuk hutan tanpa persiapan, sama saja bunuh diri atuh neng", kang Untung menasihati. "Iya kang", Erfly menjawab pelan.

Bibir Cakya melukiskan senyum melihat wajah lucu Erfly yang seperti tikus dikelilingi kucing yang siap menerkam.

***

"Om Gama", Wulan muncul setelah mencuci piring.

"Yah...",Gama menjawab singkat mengalihkan pandangannya kearah Wulan.

"Kemarin pas Wulan menyusul bang Cakya di puncak, ada gadis yang menghampiri bang Cakya setelah Wulan pergi", Wulan bicara polos.

"Siapa...?", kejar ibu Cakya penasaran.

"Wulan g'ak pernah lihat ma", Wulan bicara bingung kembali mengingat-ingat wajah perempuan yang menghampiri kakaknya.

"Heran nya, bang Cakya malah nangis meluk tu cewek sambil nyebut nama Asri", Wulan kembali angkat bicara.