webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Mereka orang yang sama, yang pernah kerjasama membawa lari uang perusahaan, bawahannya Om Bambang

Erfly duduk dengan gelisah menunggu kabar yang dia tunggu-tunggu. Erfly segera meraih HPnya begitu HPnya berbunyi.

"Iya", Erfly bicara pelan. Kemudian diam beberapa saat.

"Baik, terima kasih", Erfly kemudian menutup hubungan telfon.

Jemarinya yang lentik mulai menari diatas laptop, sesekali menekan mouse.

"Len...", Nadhira memegang pundak Erfly.

"Astagfirullah...", Erfly spontan menatap wajah Nadhira.

"Maaf, dari tadi teteh sudah salam beberapa kali. Tapi... Ilennya diam saja", Nadhira bicara dengan nada bersalahnya.

"Ilen lagi ngecek e-mail masuk. Ada apa teh...?", Erfly bertanya pelan.

"Teteh udah konfirmasi ke cabang, alhamdulillah tidak ada masalah dengan pembeli. Walaupun barang yang ada dirumah, dengan yang mereka lihat difoto sedikit berbeda, tapi... Pada dasarnya mereka tidak keberatan, karena kualitas barangnya jauh lebih baik. Malah mereka puas Len...", Nadhira bicara dengan wajah sendu.

Kemudian memilih duduk dihadapan Erfly.

"Ada yang salah teh...?", Erfly bertanya bingung, karena melihat wajah Nadhira yang mendung.

"Teteh hanya merasa begok saja, kita bisa kecolongan dua kali seperti ini...", Nadhira bicara lirih, menghapus pelan jejak air matanya yang keluar tanpa permisi.

Nadhira merasa bersalah yang teramat sangat, karena kecerobohannya, nyaris saja perusahaan rugi miliaran rupiah.

"Ilen minta orang buat mencari info soal pemasok Furnitur. Mereka barusan kasih kabar", Erfly bicara pelan.

"Siapa dalangnya...?", Nadhira bertanya antusias, terlihat jelas Nadhira begitu dendam dengan biang masalah di perusahaan.

"Mereka orang yang sama, yang pernah kerjasama membawa lari uang perusahaan, bawahannya Om Bambang", Erfly bicara pelan.

"Lalu... Apa langkah Ilen selanjutnya...?", Nadhira bertanya bingung.

"Untuk langkah pertama pecat direktur cabang Jambi, dan kepala pemasaran Palembang", Erfly memberi perintah, suaranya terdengar demikian dingin menusuk ketulang belulang Nadhira.

"Baik...", Nadhira mengangguk patuh.

"Ini g'ak akan selesai sampai disini saja. Harus dihabiskan sampai ke akar-akarnya", Erfly bergumam pelan, kemudian mencubit kecil bibirnya yang bagian bawah.

"Maksudnya...?", Nadhira bertanya bingung.

"Minta pak supir siapkan mobil, 15 menit lagi kita berangkat", Erfly memberi perintah tiba-tiba.

"Baik", Nadhira segera berlalu dari hadapan Erfly secepat kilat.

Tepat 15 menit kemudian, Erfly sudah muncul dari balik daun pintu utama menggunakan kruknya.

Langkah Erfly terhenti karena melihat mobil berhenti di depan rumahnya, dari dalam mobil Cakya keluar dengan membawa kantong makanan di kedua tangannya.

"Teh, batalkan", Erfly berbisik kepada Nadhira memberi perintah.

Nadhira langsung mengangguk patuh.

"Erfly... Mau pergi...?", Cakya bertanya dengan raut wajah yang kecewa.

"G'ak, teh Nadhira mau pulang. Kan tadi kesini diantar mobil kantor", Nadhira menyerbu untuk menjawab.

"Hem...", Cakya mengangguk pelan.

"Udah... Ilen sama Cakya masuk saja, teteh langsung pulang", Nadhira melemparkan senyumannya.

"Hati-hati teh", Erfly bicara lembut, dan memaksakan senyumnya.

"Iya, assalamu'alaikum...", Nadhira mengucap salam sebelum masuk kedalam mobil.

"Wa'alaikumsalam...", Erfly dan Cakya menjawab hampir bersamaan.

Erfly melangkah mendahului Cakya, dengan langkah perlahan Cakya mengikuti Erfly di belakang. Cakya langsung menata makanan yang dia bawa begitu sampai dimeja makan. Kemudian menyerahkan satu ke hadapan Erfly.

"Cakya nemu dimana penjual sate padang...?", Erfly bertanya bingung saat menerima pemberian Cakya.

"Tadi... Habis ngantar Candra ke kantor cabang, disebelahnya ada yang jual sate padang", Cakya menjawab pelan, sembari memasukkan suapan besar kedalam mulutnya.

"Bagaimana skripsi Cakya...? Katanya kesini mau ngambil data...?", Erfly malah balik bertanya, setelah menelan makanan yang ada di dalam mulutnya.

"Alhamdulillah udah, tadi habis ngantar Candra ke kantor cabang. Cakya langsung ke pabrik, jadi... Tinggal ngolah saja datanya, ntar aja pas udah di Sungai Penuh", Cakya bicara pelan.

"Cie... Yang mau sarjana...", Erfly mulai dengan celetukan asalnya.

"InsyAllah, Erfly do'a kan saja", Cakya bicara disela senyumnya.

"Aamiin", Erfly menyambut ucapan Cakya.

"Mama sama papa apa kabar...?", Erfly tiba-tiba bertanya, bibirnya melukiskan senyuman lembut membayangkan wajah ayah dan ibu Cakya.

"Alhamdulillah sehat", Cakya menjawab pelan.

"Papa bagaimana...? Masih sibuk dengan pesanannya...?", Erfly kembali bertanya.

"Alhamdulillah ada aja sih", Cakya menjawab sekenanya.

"Oh iya, Adam udah kelas berapa sekarang...?", Erfly tiba-tiba teringat Adam, bocah kecil yang pernah diceritakan Gama waktu terakhir kali.

"Udah SMP kelas 1", Cakya menjawab pelan.

"Dia anak yang cerdas, terus juga sopan. Sekarang tinggal dirumah bang Gama...?", Erfly kembali bertanya.

"G'ak, dia tinggal di kosan. Jadi jangain kosan tu bocah, kan Om Gama juga jarang ke kosan. Lebih sering dilapangan", Cakya menjelaskan kegiatan Gama.

"Bang Gama memang lebih suka dilapangan, bisa mati kreatifitas dia kalau harus duduk manis di kantor", Erfly tertawa renyah mengingat wajah Gama.

***

Candra membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur setelah selesai mandi. Tangannya meraih HPnya, kemudian menelfon salah satu nomor yang ada di HPnya.

"Assalamu'alaikum mbak...", Candra bicara lembut.

"Wa'alaikumsalam, kamu apa kabar dek...?", Sinta bertanya pelan, saat melihat wajah Candra muncul di layar HPnya.

"Papi...", terdengar suara malaikat kecil, yang langsung menarik HP Sinta.

"Malaikat kecil belum bobo...?", Candra bertanya dengan melemparkan senyuman terbaiknya.

"Papi temana ada...?", malaikat kecil bertanya dengan memasang wajah yang begitu lucu.

"Papi lagi kerja sayang", Candra menjawab pelan.

"Ndak telumah...?", Malaikat kecil bertanya dengan penuh harap.

"Maaf cantik, Papi sedang tidak di kota. InsyaAllah lusa Papi mampir. Malaikat kecil mau dibeliin apa sama papi...?", Candra kembali menawarkan.

"Em... Apa ya...?", malaikat kecil memukul pelan kepalanya dengan jari telunjuknya.

Candra tersenyum melihat tingkah malaikat kecil yang menggemaskan.

"Es tlim", malaikat kecil berteriak kegirangan.

"Boleh, ntar kita beli es krim yang banyak. Tapi... Malaikat kecil harus tidur dulu, udah malam cantik", Candra bicara lembut.

"Yah...", malaikat kecil mengangguk patuh.

"Boleh papi ngomong sama Mami Sinta...?", Candra bertanya lembut.

"Boleh...", malaikat kecil mengangguk antusias.

"HPnya kasih mami lagi boleh...?", Candra kembali mengarahkan.

"Boleh...", malaikat kecil menjawab dengan antusias.

"Terima kasih cantik, malaikat kecil istirahat ya sayang", Candra bicara lembut.

Malaikat kecil mengangguk patuh, kemudian menyerahkan HP kembali ke tangan Sinta.

"Malika sudah makin pintar saja", Candra bicara sambil tersenyum.

"Iya, udah bisa protes dia sekarang", Sinta menjawab asal.

"Protes...?", Candra bertanya bingung.

Sinta tertawa kecil, "Dia udah susah di tinggal, harus di wawancara dulu. Mau kemana? Pulang jam berapa? Terus minta dibawain oleh-oleh", Sinta kembali tertawa renyah.

Candra ikut tertawa mendengar ucapan Sinta.

"Gimana pertemuannya dek...?", Sinta membuka percakapan serius.

"Alhamdulillah lancar mbak", Candra bicara dengan nada paling pelan.

"Kenapa dek...?", Sinta bertanya lembut, karena melihat raut muka Candra yang tidak biasa.

Candra merubah posisi duduknya agar lebih nyaman, "Candra baru tahu, ternyata ada masalah serius di cabang mbak", Candra bicara dengan nada paling rendah.

"Masalah serius...?", Sinta bertanya bingung.

"Terjadi korupsi yang terorganisir mbak disini", Candra melanjutkan ucapannya.

"Kok bisa dek...?", Sinta bertanya bingung.

Candra menarik nafas panjang sebelum melanjutkan ucapannya, "Candra sengaja melakukan audit keuangan secara diam-diam, ternyata... Laporan keuangan yang dikirim ke kita selama ini berbeda dengan laporan yang ada disini teh", Candra menjelaskan panjang lebar.

"Astagfirullah dek, berarti ini udah direncanakan dek. Lalu kemana selisih dana yang digelapkan...?!", Sinta memutar otak mencari kemungkinan yang sedang terjadi saat ini.