webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Maaf, Cakya g'ak bisa

Sesuai yang diucapkan oleh Cakya sebelum pamit meninggalkan Garut. Cakya sama sekali tidak bisa dihubungi oleh Erfly.

Sekali-kali Erfly menanyakan kabar tentang Cakya dari Gama, Wulan atau orang tua Cakya. Erflypun akhirnya fokus kepada pekerjaannya, beruntung masalah tabrakan dilapangan sudah bisa diselesaikan secara damai.

"Assalamu'alaikum...", terdengar suara salam dari teras rumah.

"Wa'alaikumsalam...", Erfly dan Nadhira menjawab hampir bersamaan.

"Teteh saja yang buka, Ilen lanjut saja sarapannya", Nadhira bicara sesaat sebelum berlalu pergi dari hadapan Erfly.

Detik berikutnya Nadhira muncul bersama Salwa dan segala tentengannya.

"Len... Biar mbak saja...", Salwa bicara sungkan saat melihat Erfly sedang menggoreng sesuatu.

"Mbak duduk aja, sekalian ikut sarapan bareng. Ilen udah selesai kok", Erfly membawa piring yang telah berisi omlete buatannya.

Erfly melihat semua barang bawaan Salwa.

"Perasaan waktu berangkat mbak Salwa hanya bawa satu tas kecil deh. Kok jadi beranak pinak begini, selama di Bali...?", Erfly memasang muka serius.

"Em... Anu... Itu...", Salwa tergagap, kemudian tidak melanjutkan ucapannya malah menundukkan kepalanya dalam.

"Jail kamu kok g'ak ilang-ilang Len. Kasian tu mbak Salwa, habis liburan mukanya langsung stres begitu", Nadhira berusaha mengingatkan Erfly.

Erfly malah tertawa menikmati wajah Salwa.

"Santai mbak, kan habis dari pantai. Ilen becanda", Erfly bicara pelan, kemudian melanjutkan tawanya.

Salwa hanya mengangguk kaku.

"Bagaimana liburannya mbak...?", Erfly bertanya disela senyumnya, berusaha mencairkan suasana.

"Asik Len. Kita diajak ke pantai, perkampungan, bahkan sempat menonton atraksi khas pertunjukan Bali juga. Cuma... Disana harus hati-hati", Salwa bicara ragu.

"Kenapa...?!", Erfly bertanya bingung karena tidak mengerti.

"Karena mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha. Jadi... Harus ekstra hati-hati soal makanan, agak takut makan sembarangan kalau tidak ada label halal di depan tempat makanannya", Salwa bicara dengan nada suara yang semakin menghilang.

Erfly hanya manggut-manggut pelan seperti burung pelatuk.

Setelah sarapan, Salwa bergerak cepat merapikan meja makan. "Biar saya saja Len. Teh Nadhira", Salwa bicara sungkan.

"Udah, mbak istirahat saja", Erfly bicara pelan.

"Ndak... Saya ndak apa-apa kok. Ilen kalau ada kerjaan lanjutkan saja sama teh Nadhira...", Salwa masih bersikeras.

"Saya tinggal ya mbak...", Nadhira bicara pelan disela senyumnya. Kemudian mendorong kursi roda Erfly menuju ruang kerjanya.

"Bukannya lusa karyawan pada gajian ya teh...?", Erfly tiba-tiba bertanya saat Nadhira telah menutup pintu.

"Iya, lusa karyawan harusnya gajian", Nadhira menjawab pelan.

"Teteh sudah hubungi Kepala ditiap kantor pusat, Ilen sampai sekarang belum dapat laporan yang Ilen minta", Erfly menagih pekerjaan yang sudah diberikan kepada Nadhira beberapa hari yang lalu.

"Oh iya, sudah teteh siapkan diatas meja kerja. Maaf teteh lupa ngasih tahu", Nadhira merasa bersalah.

Erfly membuka map yang dimaksud oleh Nadhira. "Ini... Sudah teteh lakukan penelitian dengan benar...? Ilen g'ak mau nantinya ada masalah setelah ini", Erfly memberikan ultimatum.

"InsyAllah itu sudah sesuai dengan kriteria yang Ilen minta. Tidak ada pilih kasih antara pegawai karena hubungan keluarga atau intimidasi sedikitpun", Nadhira bicara dengan keyakinan penuh.

Erfly segera menandatangani berkas yang ada dihadapannya.

"Lusa, untuk yang namanya ada disini, kirimkan bonus sebulan gaji. Semoga itu bisa menjadi pembakar semangat karyawan yang lain", Erfly bicara pelan.

"Hah... Maaf, apa itu tidak terlalu berlebihan Len...?", Nadhira bertanya dengan tidak yakin.

"Anggap saja itu bonus akhir tahun untuk karyawan teh. Kita tidak akan rugi memberikan mereka bonus, justru kita akan mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat ditahun yang akan datang. InsyaAllah...", Erfly bicara santai, kemudian menyerahkan kembali berkas yang sudah ditandatangani olehnya.

Nadhira menatap nama-nama yang tercantum diatas kertas. Setidaknya ada 15 nama yang tercantum diatas kertas. Kalau ditotal gaji 15 karyawan itu mencapai angka 35 juta. Nadhira hanya bengong melihat jumlah uang yang tertera diatas kertas yang ada ditangannya.

"Oh... Satu lagi teh. Jangan lupa 15 orang itu berikan paket liburan akhir tahun ke Bandung. Ilen akan atur sama penjaga Vila disana", Erfly bicara sebelum Nadhira meninggalkan ruang kerja Erfly.

"Siap", Nadhira garuk-garuk kepala mendengar perintah pimpinannya yang satu ini.

Pada tahun sebelumnya, Erfly hanya memberikan paket liburan kepada pegawai terbaik. Kata Erfly itu sebagai ucapan terima kasih untuk kinerja mereka yang baik selama satu tahun penuh. Kenapa tahun ini malah Erfly memberikan bonus tambahan satu bulan gaji juga kepada pegawai terbaik tahun ini. Bukankah paket liburan saja itu sudah sangat cukup untuk mereka.

***

Cakya serius mengikuti kuliah, bahkan sudah hampir seharian Cakya berada dikampus. Tidak pernah sekalipun Cakya bolos kuliah. Setelah dosen menutup pelajaran, Cakya bergegas ingin pergi menuju tempat KKN.

Cakya sengaja mengambil SP pada Sabtu dan Minggu, setidaknya itu tidak akan mengganggu KKN yang sedang dia jalankan.

"Cakya...!!!", terdengar suara perempuan dari arah belakang Cakya.

Cakya menoleh dengan enggan karena dikejar oleh waktu.

"Cakya dicariin bu Nanya, sekarang ditunggu diruagannya", perempuan itu memberikan informasi.

Cakya tidak menjawab, hanya mengangguk pelan.

"Aku pulang duluan kalau gitu, udah malam", perempuan itu bicara pelan. Kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Cakya.

Cakya melangkah enggan menuju ruang bu Nanya, Cakya mengetuk pintu pelan. Setelah mendapatkan izin untuk masuk, Cakya melangkah perlahan memasuki ruang bu Nanya.

"Duduk Cakya", bu Nanya bicara ramah, melemparkan senyuman terbaiknya.

Cakya hanya mengangguk pelan, kemudian duduk di kursi yang ada dihadapan bu Nanya.

"Kamu kemana saja...? Saya tunggu-tunggu lho revisi proposal kamu", bu Nanya bicara dengan nada manja yang dibuat-buat.

"Maaf buk, saya lagi sibuk KKN", Cakya menjawab dingin, berusaha membuat jarak yang jelas antara dia dan bu Nanya.

Bu Nanya tersenyum penuh arti, "O... Iya saya lupa, kamu sedang KKN ya sekarang", bu Nanya bicara manis.

"Kalau tidak ada lagi, saya permisi", Cakya langsung berusaha mengakhiri pembicaraan dengan bu Nanya, dan beranjak dari kursinya.

Bu Nanya tiba-tiba meraih pergelangan tangan kanan Cakya, "Sudah malam, saya tidak bawa mobil. Kamu... Bisa antarakan saya pulang...?", bu Nanya menghiba, memohon belas kasihan Cakya, komplit dengan mata anjing dan senyuman penuh artinya.

"Maaf, Cakya g'ak bisa", Cakya bicara lirih, kemudian melepaskan cengkraman tangan bu Nanya dengan sopan.

"Kenapa...?", bu Nanya kecewa dengan jawaban Cakya, baru kali ini Cakya menolak dimintai tolong.

Padahal dia sudah dengan sengaja meninggalkan mobilnya dirumah, agar bisa diantar oleh Cakya pulang. Karena jadwal kuliah terakhir Cakya adalah mata kuliah yang dia ajari.

"Saya harus segera kembali ke lokasi KKN, saya sengaja kos didekat lokasi KKN", Cakya menjelaskan asal.

"Lalu... Saya pulang sama siapa...? Ini sudah hampir tengah malam...", kali ini bu Nanya hampir menangis menerima penolakan dari Cakya.

"Saya akan minta tolong salah satu satpam. Ibuk silakan siap-siap, saya duluan. Permisi", Cakya berlalu pergi.

Hanya tinggal bu Nanya, yang tidak sempat berfikir mau bereaksi apa atas sikap Cakya yang begitu spontan. Bu Nanya hanya terpaku mematung menatap punggung Cakya yang kian menghilang dari pandangannya.